Bab 58

1.3K 258 42
                                    

“Hentikan itu!” Sakura tertawa dan berusaha menarik bantal dariku, tapi aku memegangnya erat-erat. “Sekarang kau bertingkah konyol!”

Sakura mencolek sisi tubuhku, aku jadi tertawa terbahak-bahak. Aku tidak menyangka aku gampang geli – lagi pula aku juga tidak pernah banyak interaksi dengan orang lain. Tapi, seperti yang lainnya, ini berbeda dengan Sakura.

Aku berbalik dan meraih tangan Sakura, saat itulah dia meraih bantalku dan melemparkannya ke seberang ruangan. Tanganku terulur untuk menangkap bantal, tapi meleset. Sebagai gantinya, aku terjerat oleh celana, yang masih menggantung di pinggul, dan hampir jatuh dari tempat tidur. Sakura memegang erat-erat lenganku agar aku tidak mendarat di lantai, sambil terus tertawa.

Setelah memerbaiki posisi, kunaikkan celana dan meraih pinggang Sakura. Kubawa dia ke atas tubuhku dan mulai menggelitiki sisi tubuhnya. Sakura menjerit dan berusaha untuk pergi, tapi aku memeluknya erat-erat sambil mencoba tidak terlalu kentara memerhatikan payudaranya yang bergerak naik-turun.

Segala sesuatu di dalam diriku terasa berenergi dan tegang. Ini berbeda dengan perasaanku sebelum menyerang, tapi pada saat yang bersamaan aku tidak bisa berhenti tersenyum. Sakura terus tertawa, payudaranya terus melambung naik-turun, dan aku merasa luar biasa, luar biasa …

Gembira.

Setelah menarik Sakura ke dadaku, kuletakkan kepalaku di ruang antara bahu dan lehernya, lalu kukecup tenggorokan Sakura sebagai tanda aku sudah berhenti menggelitikinya. Lengan Sakura melingkari bahuku dan bibirnya mengecup dahiku. Sambil menghirup napas dalam-dalam, aku meringkuk di tubuhnya dan hanya memeluknya dalam diam.

Dengan mata terpejam dan wangi tubuhnya memenuhi hidung, aku merasa tenang dan hangat. Hal-hal berbeda yang telah dilakukan Sakura untukku – semuanya mulai dari perjalanan pertama dengan mobilnya, memotong rambutku, kue, dan pemainan tangannya – membanjiri kepala ini dan ditambah dengan kehangatan yang kurasa. Dia tidak hanya memiliki kesabaran untuk menungguku melakukan apa saja. Dia melakukan sesuatu untukku tanpa benar-benar menginginkan balasan apa pun atau berharap aku akan temukan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan rasa terima kasih. Ditambah lagi keinginannya untuk melihat dan menyentuhku tampak jelas.

Ada kehangatan yang datang dari arah lain.

Saat aku duduk di tempat tidur dan memeluknya erat-erat, aku tahu apa itu. Ini berbeda dari apa yang kurasakan untuk orang tuaku atau Itachi, Paman Kakashi atau Bibi Rin – ini lebih intens, nyata, dan tak terbantahkan.

“Aku mencintaimu,” kataku keras ketika sadar akan hal itu.

Sakura benar-benar diam, dan untuk sejenak aku yakin aku telah mengacaukan segalanya. Mengekspresikan sesuatu sering membuatku merasa aneh dan tidak nyaman, tapi mengekspresikan emosi lebih sulit daripada bicara. Ini terlalu abstrak, sungguh konseptual. Bagaimana jika seseorang bertanya padaku kenapa? Atau ingin penjelasan atau deskripsi lebih lanjut, dan aku tidak bisa jawab?

Kuharap aku tidak mengatakan apa-apa, dan bahkan sudah memikirkan bagaimana cara menarik lagi pernyataan itu, atau membuatnya seperti dia salah dengar, atau bahkan bagaimana caranya mengambil bantal dengan cepat dan bersembunyi, namun Sakura berbicara.

“Sungguh?” tanya Sakura. “Kau bilang begitu bukan karena aku membuatmu klimaks?”

Aku tahu aku telah mengacaukan suasana. Buku itu pun bilang menyatakan cinta tepat setelah orgasme jarang terlihat tulus. Kuhirup napas dalam-dalam dan mengangkat kepala untuk menatap matanya sejenak.

“Aku sungguh-sungguh,” kataku menegaskan. “Kau ... apa yang telah kau lakukan untukku ... kau ... kau ... kau segalanya bagiku. Semua hal baik dalam hidupku adalah tentangmu. Kau membuatku ingin berusaha lebih keras dan melakukan hal-hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Dan aku pun tahu, jika aku gagal, kau akan selalu ada untuk membantuku bangkit kembali.”

Aku harus memalingkan muka, dan sangat sulit untuk tidak kembali menatap payudaranya lagi.

“Tentu saja,” Sakura berjanji. “Aku akan selalu ada untuk membantumu. Aku juga mencintaimu.”

“Benarkah?” Kutatap Sakura dan berusaha cari tahu apa dia bersungguh-sungguh atau apa ini semacam hal yang harus kau katakan setelah orang lain menyatakannya terlebih dahulu. Begitu mata kami bertemu, aku tahu Sakura serius.

“Kau pahlawanku,” kata Sakura pelan sambil menatap mataku. Aku harus berpaling – intensitas matanya dan segala sesuatu di diri ini terasa mendidih.

“Kau pahlawanku.” Aku bersandar di tenggorokannya.

Setelah beberapa menit, kami berciuman dan bersentuhan lagi. Mulut ke mulut, kulit ke kulit. Untuk sementara Sakura berada di atasku, duduk di pinggangku dan mencium dadaku. Ini intens dan indah. Kami berguling, menikmati bebas bergerak di tempat tidur, dan kuberi perhatian lebih pada payudara Sakura sebelum bergerak ke perutnya.

Bibirku menciumi perutnya dengan perlahan dan lembut sampai aku kecup tepi celana jinsnya. Aku berhenti dan menghirup napas dalam-dalam beberapa kali, karena aromanya berbeda di sini. Ini membuatku ketagihan, dan tiap kali aku menghirup napas, kejantananku bereaksi.

Dengan kancing dan ritsleting celana jinsku yang masih terbuka, ini jadi lebih nyaman dari biasanya. Kejantananku menonjol keluar di antara gigi ritsleting, tapi setidaknya tetap berada di dalam celana boxer. Ketika aku kembali pindah ke atas untuk melumat bibir Sakura, kejantananku menggesek pahanya, sensasinya luar biasa.

Sakura mengerang, jadi aku melakukannya lagi.

Sakura memegangi rahangku, dan lidahnya bertemu dengan milikku. Saat Sakura menciumku, dia geser pinggulnya di bawah, yang menyebabkan kejantanku berpindah dari atas pahanya ke area di antara kedua kakinya.

Celana dalam Sakura masih terpasang, tapi aku bisa rasakan hangat memancar dari sana. Sensasinya seperti berada di dekat api unggun di malam yang dingin, bagian depan tubuhmu tiba-tiba hangat, tapi punggungmu tetap dingin. Saat ini, kejantananku terasa seperti bisa terbakar kapan saja, sementara bagian tubuhku yang lain jadi terasa agak dingin.

Tak ada yang menghalangi kami untuk berhubungan seks, kecuali celana dalam tipis milik Sakura. Jika aku mendorongnya ke bawah, aku bisa berada di dalam dirinya dalam hitungan detik. Apa aku siap untuk melakukan hal ini? Apa dia benar-benar siap? Aku tahu Sakura mengira begitu, tapi aku masih ragu kami berdua belum siap. Aku berusaha melawan panik yang hendak datang menyerang.

Kemudian aku sadar kami benar-benar tidak bisa.

“Sakura ... aku tidak ... maksudku, aku tidak punya kondom.”

“Aku minum pil kontrasepsi,” kata Sakura lembut, dan aku terpaksa menatap matanya untuk melihat apa dia masih menggodaku. Sakura mengangguk. “Aku baru mulai meminumnya setelah … um … setelah datang bulanku yang terakhir. Rentangnya sudah cukup lama, jadi semestinya aku terlindungi.”

“Semestinya?” Aku benar-benar tidak suka kata itu.

Sakura mengangkat bahu.

“Tidak pernah ada jaminan 100%,” kata Sakura. “Tapi itu sebagus yang bisa didapat.”

“Kau harus ingat untuk selalu meminumnya,” kataku, teringat bagian tentang pencegahan reproduksi di salah satu buku yang ditinggalkan Bibi Rin. “Setiap hari, pada jam yang sama.”

“Aku setel alarm di ponsel.”

“Aku ... aku tidak ... maksudku ...”

“Shh ...” Sakura meletakkan jari telunjuknya di bibirku. “Tidak sekarang. Tidak hari ini.”

“Aku minta maaf,” bisikku.

“Tidak perlu,” jawab Sakura. Dia letakkan jarinya di bawah daguku dan mencium bibirku. “Aku tahu kaulah orangnya. Aku tidak peduli jika kita harus menunggu beberapa hari lagi atau beberapa minggu lagi – aku tahu aku akan bersamamu dan aku tahu itu akan persis seperti yang seharusnya.”

Kupejamkan mata dan menempelkan bibirku ke bagian atas payudara Sakura. Terasa detak jantungnya di sana. Kupeluk tubuh Sakura erat-erat dan dia sisir rambutku dengan sebelah tangan dan sebelah lagi mengusap punggungku. Entah apa yang harus kukatakan pada Sakura, namun dia tampaknya tidak keberatan aku tak bicara apa-apa. Selama aku bisa temukan cara untuk menunjukkan pada Sakura betapa dia sangat berarti bagiku, aku tidak perlu khawatir untuk menemukan kata-kata yang tepat.

Sungguh, aku tidak percaya betapa beruntungnya aku, jadi aku meringkuk di sampingnya dan tertidur pulas.

Restless HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang