Bab 23

1.1K 284 32
                                    

Ini jadi rutinitas.

Setiap hari Sakura menjemputku ke sekolah. Kami biasanya tidak banyak bicara di pagi hari karena Sakura memproklamirkan diri sebagai orang yang benci bangun pagi. Selama di sekolah semuanya hampir sama seperti biasa – aku pergi ke kelas, melihat Sakura selama biologi, berusaha mengabaikan Inuzuka Kiba, dan makan siang bersama Shikamaru. Ketika sekolah usai Sakura mengantarku pulang.

Begitu kami sampai di rumahku, kami kerjakan tugas kelompok atau PR lainnya, minum soda di ruang keluarga, lalu nonton televisi. Sakura duduk di sisi kanan kursi yang empuk, dan aku berbaring dengan kepalaku di pangkuannya. Dia elus rambutku saat kami nonton Puzzle Attack, Big Bang Theory, atau terkadang bahkan balap mobil. Aku yakin Sakura tidak terlalu suka balap mobil, jadi kami biasanya nonton acara lain.

Semestinya aku sadar rutinitas itu tak bisa bertahan lama.

Di hari Kamis berikutnya saat aku tertidur karena rambutku dielus Sakura, telepon berdering. Yang menelepon adalah petugas bengkel, dia bilang mobilku sudah siap untuk dijemput.

“Bagus!” kata Sakura ketika aku memberitahunya. “Sekarang kau bisa bawa mobil lagi.”

“Ya.” Aku menelan ludah dan mengangguk, berusaha menahan rasa takut yang kualami agar tak jadi makin parah.

Sejenak kupejamkan mata, nyaris tidak dengar tawaran Sakura untuk mengantarku ke bengkel. Jika Sakura tidak mengantarku ke sekolah, apa dia masih akan datang ke rumah? Kami baru saja menyelesaikan tugas kelompok – yang akan dikumpulkan besok – jadi sungguh tidak ada alasan bagi Sakura untuk berada di sini lagi. Aku mulai tidur lebih awal, karena telah selesai mengerjakan situs. Mungkin aku bisa ambil beberapa pekerjaan situs lain untuk menghabiskan waktu.

Aku tidak ingin pekerjaan situs.

Aku ingin Sakura datang, mengerjakan PR, dan nonton TV bersamaku. Aku ingin duduk bersamanya dan merasakan tangannya di rambutku. Aku ingin menertawakan Big Bang Theory dengannya, dan berbicara tentang hal-hal gila yang keluar dari mulut pembawa acara Puzzle Attack.

Membayangkan Sakura tidak berada di sini lagi sepulang sekolah benar-benar menakutkan.

“Sasuke? Ada apa?”

Aku tidak bisa menjawab. Sepertinya aku tidak bisa berpikir. Aku hampir tidak bisa bernapas. Aku tak bisa bayangkan pulang sendirian lagi setiap hari, tanpa ada orang di sini untuk berbicara atau hanya duduk di sampingku. Biasanya ketika aku tahu sesuatu akan berubah, aku bisa memikirkan sesuatu untuk menggantikannya, tapi tidak kali ini.

Rasanya dadaku mau runtuh, dan aku sadar aku berada di lantai, entah bagaimana aku bisa sampai di sini. Suara Sakura terngiang di telinga, tapi aku tidak bisa menguraikan kata-katanya. Suaraku sendiri juga terdengar, tapi aku tidak tahu apa yang kukatakan.

Semuanya jadi kabur, dan kemudian jadi gelap.

•••

Hal berikutnya yang kudengar adalah urutan angka.

“Satu, dua, empat, delapan, enam belas ...”

Punggung dan bahuku terasa pegal.

“Tiga puluh dua, enam puluh empat ...”

Restless HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang