Asisten keluarga? Benar. Tepatnya Rannu melakukan tugas sebagai asisten rumah tangga di rumah kakaknya. Dan aku menjadi saksinya. Bahkan aku juga bagian dari tugas tersebut.
Jam di ruang tengah berdentang sebanyak lima kali. Aku tersentak.
"Yuk, Ran. Waktunya kembali ke dapur. Sebentar lagi Kak Lia bangun. Kamu tahu sendiri reaksinya kalau lihat kita santai begini," ajakku pada Rannu yang masih enggan beranjak dari kamar, tempat kami beristirahat sejenak dari rutinas bersih-bersih rumah yang sudah selesai kami kerjakan. Sudah selesai, tetapi Kak Lia paling tidak suka melihat kami bersantai barang sejenak. Setelah bangun, biasanya matanya langsung nyalang melihat setiap ruangan, letak perabotan, kaca, pernak-pernik yang diletakkan sebagai pengihas ruangan, mencari apa saja yang sekiranya luput kami bersihkan.
"Ini lagi. Kamu tahu San, aku ke Bandung karena diminta Kak Arie menemani istrinya selain ikut kursus. Tapi sampai di sini, aku malah dijadikan pembantu. Ada aja yang aku kerjakan. Nyaris aku nggak punya waktu bersantai sedikit saja," Rannu mengeluh.
"Ya sudah, memang begini kalau kita tinggal di rumah orang, sekalipun itu rumah saudara kita sendiri," kataku memberinya pengertian. Walaupun aku juga mengalaminya, aku mencoba menjalaninya tanpa mengeluh pada orang tuaku.
Aku berusaha menghiburnya. Padahal aku juga punya pikiran yang sama. Kak Lia sepertinya tipe manusia yang paling berisik yang pernah aku temui. Dalam sehari hampir tidak pernah absen omelannya. Ada saja yang tidak tepat di matanya. Belum lagi masalah kebersihan. Hasilnya, rumah memang selalu terlihat kinclong. Bayangkan, setiap hari kami harus mengelap satu persatu hiasan kristalnya yang ditata di rak kaca, yang membatasi ruang tamu dan ruang tengah. Kadang aku ngeri membayangkan jika ada satu saja hiasan kristal itu yang kami pecahkan. Bisa murka Kak Lia. Iya kalau barangnya masih ada dijual, kalau tidak, bagaimana menggantinya? Setiap sudut harus diperhatikan, tidak boleh luput saat kami menyapu. Menyapu tidak boleh yang terlihat saja, harus bagian tersembunyi juga. Aku sampai hafal di luar kepala setiap instruksi yang diberikan Kak Lia.
Kak Lia memang tidak bekerja. Dia full jadi ibu rumah tangga. Namun, setelah lima tahun pernikahannya dengan Kak Arie, mereka belum diberikan momongan. Sementara Kak Arie lebih banyak diam dan tipe orang yang ingin dilayani. Kadang aku berpikir, mungkin karena situasi ini, Kak Lia jadi sering uring-uringan yang nggak jelas. Dan sasaranya adalah Rannu. Masakan Rannu yang menurutku lezat, bagi Kak Lia nggak ada apa-apanya. Kalau tidak agak kelamaan gorengnyalah, nasinya kurang pas ukuran airnyalah dan sebagainya. Rannu hanya diam jika sudah diomeli seperti itu. Padahal bagiku, masakan Rannu sudah pas di lidah, tidak ada yang kurang.
Aku sebenarnya berusaha untuk betah tinggal di rumah Kak Arie karena masih berharap mendapatkan kerjaan yang aku incar di Bandung. Sayangnya, situasi yang agak sulit menyebabkan aku belum juga mendapat panggilan. Jadi, aku berniat kembali ke Jakarta saja.
"Jadi kamu tetap balik ke Jakarta akhir bulan ini ya, San?" tanya Rannu saat kami berada di dapur sembari menyiapkan makanan yang akan kami olah.
"Iya. Tapi kalau ada panggilan kerja, aku balik lagi, kok." Ini hanya upaya agar Rannu tidak sedih aku tinggalkan.
"Aku nggak punya teman ngobrol lagi kalau kamu pergi."
Aku juga sedih meninggalkannya, tapi aku harus bagaimana lagi? Situasi tidak meungkinkan untuk menetap di rumah Kak Arie. Terlebih lagi menghadapi sikap Kak Lia, rasanya aku ingin segera balik ke rumah.
"Kan, kita bisa teleponan atau kirim pesan via whatsapp atau line." Seharusnya setelah aku kembali ke Jakarta, masalah komunikasi tidak menjadi masalah. Toh, kami masih bisa menyapa lewat ponsel. Walau aku khawatir, Rannu tidak akan bebas menggunakan ponsel saat bersama Kak Lia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...