Aku berusaha menghalau pikiran mengenai permintaan Tante Elis yang memintaku datang ke rumahnya pada hari Sabtu. Mau tak mau, aku memenuhi permintaanya. Apa lagi tadi Mama sudah mewanti-wanti agar aku datang. Baiknya aku memikirkan calon client potensial saja yang besok akan aku temui bersama Dita. Aku kembali ke kamar dan meneruskan pekerjaanku. Sebaiknya, desain untuk Ferdy dan Arion kukebut agar nanti bisa mengerjakan dengan tenang order dari client baru kami. Rasanya sudah tak sabar ingin melihat seperti apa, sih, calon client kami itu. Aku selalu bersemangat jika ada pekerjaan baru. Selain merasa tertantang mengerjakan permintaan yang berbeda-beda dari client, pastinya pendapatanku juga tak putus. Aku bisa menambah tabungan untuk mengejar cita-citaku dan Dita mendirikan perusahaan dari modal sendiri.
Aku tenggelam kembali dengan desain-desainku sampai diinterupsi dengan bunyi yang cukup nyaring dari perut pertanda rasa lapar telah menyerangku. Perutku meronta minta diisi. Aku berderap ke pintu dan sebelum membukanya, gerakanku terhenti oleh suara percakapan dari ruang tengah. Kamarku memang berada tidak jauh dari ruang tengah sehingga jika ada obrolan aku masih bisa mendengarnya dengan jelas. Maklumlah, kamarku bukan seperti ruang meeting atau studio yang punya peredam suara sehingga suara dari luar dengan bebasnya masuk.
"Teman Sandri yang sering kemari siapa aja, ya, Ma?" Itu jelas suara Kak Dani. Waduh, mengapa dia mulai kepo dengan teman priaku, ya? Aku pastikan ini ada kaitannya dengan Arion. Baru kali ini dia repot-repot ingin tahu mengenai teman pria yang bertandang ke rumah.
"Tumben kamu tanyain. Biasanya juga kamu cuek aja." Jawaban Mama terdengar tidak lama kemudian. Memang benar, pertanyaan Kak Dani, tuh, tidak biasanya.
"Teman pria Sandri yang ke sini Arion, sama siapa lagi, tuh, Ma, yang pernah datang dan bareng Arie sama Sandri jenguk Rannu?" Ternyata Papa juga ada di ruang tengah. Biasanya kami berkumpul di ruang tengah saat makan malam dan sering minus Kak Dani. Kali ini anggota keluargaku lengkap.
"Ferdy. Akhir-akhir ini, kok, sudah nggak pernah muncul lagi, ya? Anaknya juga baik. Tapi Mama lebih senang sama Arion, sih. Anaknya hormat banget sama orang tua." Mama menjawab pertanyaan Papa dengan benar. Diam-diam ternyata Mama sangat perhatian dengan dua bersaudara itu. Kalimat terakhir Mama tadi memberi efek hangat pada hatiku. Memang sangat jelas kalau Mama begitu menyukai Arion. Aku semakin menajamkan pendengaran pada daun pintu, ingin tahu tanggapan Kak Dani terhadap pernyataan Mama tadi.
"Oh, jadi Mama sudah ketemu si Arion itu?" Aduh, tetap saja nada suara Kak Dani menyebut nama Arion rada tak enak di telinga.
"Kamu kenal sama Arion?" Kali ini Papa yang bersuara. Bukannya menjawab pertanyaan Kak Dani, Papa malah balik bertanya padanya.
"Belum pernah bertemu malah." Terdengar suara Kak Dani kembali.
"Ada apa, sih, sampai kamu mau tahu teman pria Sandri yang ke rumah? Nggak biasanya, nih, kamu nanya-nanya hal beginian." Mama mulai tak sabar sepertinya ingin mengetahui tujuan Kak Dani.
"Sama, Ma." Aku ikut bersuara di balik pintu dan tentu saja dengan suara berbisik agar tidak terdengar ke ruang tengah. Bisa gawat kalau aku ketahuan menguping pembicaraan mereka.
"Nanti juga Mama akan tahu." Aku mendengar suara langkah kaki meninggalkan ruang tengah. Sepertinya itu suara sepatu kakakku. Kak Dani mengakhiri percakapan di ruang tengah malam itu. Aku tak lagi mendengar suaranya dan kembali suara Mama masih bergema.
"Tahu apa, tuh?" Tetapi tentu saja sudah tak ada jawaban Kak Dani karena dia sudah naik ke kamarnya yang berada di lantai 2.
"Tungguin aja, ntar dia bakalan jelasin ke kamu," sahut Papa menjawab pertanyaan Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
רומנטיקהAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...