Kegiatanku ke tempat Rannu tidak kuberitahukan lagi ke Arion. Aku sudah menyampaikan ini pada dia sebelumnya. Namun, begitu aku akan berangkat, dia masih saja menanyakan kegiatanku hari ini. Aku menghela napas. Kalau seperti ini, artinya kala aku bepergian, harus tetap menginformasikan padanya. Aku berpikir positif saja, mungkin dia lupa dengan apa yang pernah kusampaikan padanya. Maklumlah di kepalanya sudah penuh dengan pekerjaan. Aku membalas pesannya lalu bergegas naik ke ojek online yang telah tiba di gerbang.
Sinar mentari sudah mulai terik, padahal belum jam sebelas. Tubuhku merasa gerah. Beruntungnya, jalanan lumayan lancar sehingga aku tiba di tempat Rannu kurang lima belas menit jam sebelas. Sembari berjalan menuju lobi, aku mengambil ponsel mungkin saja ada pesan dari Arion atau lainnya. Benar saja, pesan balasannya memintaku untuk berhati-hati, jangan naik ojek dan berharap CT scan Rannu baik-baik saja. Aku tersenyum. Dia melarangku naik ojek, tetapi transportasi itu tetap saja kugunakan. Ponsel kusimpan kembali ke dalam tas dan melangkah dengan cepat mencapai lobi. Sebentar lagi Rannu akan masuk ruang khusus dan aku tidak bisa mendampinginya. Di lobi kulihat Kak Ika sedang serius berbicara dengan Dokter Firdaus. Hatiku mendadak tidak enak. Apakah mereka sedang membicarakan Rannu? Begitu aku sudah dekat, Kak Ika dan Dokter Firdaus menoleh, menyadari kehadiranku. Mata mereka menatap dalam.
"Eh, ada Sandri," sapa Dokter Firdaus. Wajahnya tersenyum padaku. Kak Ika juga.
"Apa Rannu sudah CT scan, ya, Dok?" Berarti aku datang terlambat. Kalau benar, aku harap Rannu tidak khawatir tadi. Kasihan dia, tidak ada yang memberinya semangat.
"Belum, sebentar lagi." Jawaban Dokter Firdaus melegakanku.
"Apa saya boleh bertemu Rannu dulu, ya, Dok?" Kalau biasanya setiap datang aku langsung menuju taman tempat Rannu selalu menyendiri dan merajut, kali ini aku meminta izin. Pikirku, bisa saja Rannu tidak boleh diganggu agar dia tenang menjalani CT scan.
"Boleh dong," jawab Dokter Firdaus.
"Sudah ada Ferdy juga, San," kata Kak Ika. Hatiku semakin lega karena Ferdy juga ikut hadir. Tadinya aku sudah tidak berharap dia bisa datang karena hari kerja. Hari Senin pula. Berarti dia sangat peduli dengan kondisi Rannu.
Aku meninggalkan Dokter Firdaus dan Kak Ika di lobi menuju kamar Rannu. Sesampai di sana, aku melihat Ferdy sedang memeluk Rannu, mengusap dengan lembut punggungnya.
"Tuh, Sandri juga datang," ujar Ferdy ke Rannu begitu aku tiba di depan pintu. Rannu melepaskan pelukannya dan berjalan ke tempatku berdiri dengan cepat. Tubuhku langsung dipeluknya begitu tangannya sudah bisa menjangkau diriku.
"Sandri ..." Aku tahu, dia sangat khawatir. Tangannya memelukku dengan erat seolah tidak ingin ditinggalkan. Tingkahnya seperti ini yang kadang membuatku berpikir. Bagaimana bisa aku meninggalkannya? Kalau aku sudah menikah dengan Arion nanti, siapa yang akan peduli padanya? Aku pasti masih peduli, waktuku yang mungkin sudah sangat terbatas. Mataku menatap Ferdy yang juga sedang menatap kami. Harapanku hanya ada padanya. Aku sangat berharap saat aku menikah, Rannu sudah kupastikan berada di tangan orang yang bisa membahagiakannya yaitu Ferdy.
"Jangan takut, ada kami di sini temani Rannu," bujukku. Untung saja kami datang dan bisa menenangkannya.
Rannu belum mau melepaskan pelukannya saat Kak Ika sudah berdiri di depan pintu, memanggilnya untuk bersiap ke ruang CT scan. Aku mengusap punggung Rannu dengan lembut dan melepaskan pelukannya.
"Ayo, Rannu," ajak Kak Ika. Kakinya masih ragu untuk melangkah. Dengan cepat Ferdy meraih telapak tangannya, mengenggamnya dan mengajaknya mengikuti Kak Ika. Aku juga bergeser ke sampingnya dan menemaninya berjalan menyusuri koridor ke ruang yang ditunjukkan oleh Kak Ika. Ruang itu tidak jauh dari lobi. Kami kemudian berhenti di depan pintu dan sekali lagi memberikan semangat pada Rannu. Kami melepasnya ke dalam ruangan dengan Kak Ika. Aku menarik napas berat, berharap saat menjalani CT scan Rannu tenang. Ferdy mengusap wajahnya, tampak jelas dia juga sama khawatirnya denganku. Aku tidak melihat Kak Nita yang seharusnya bisa meluangkan waktu untuk datang. Kak Febby dan Kak Arie pun tidak. Padahal aku sudah memberitahu Kak Arie mengenai hari ini. Baiknya aku berpikir positif saja, mungkin Kak Arie tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Namun, aku tidak kuasa mencegah pikiran lain yang memenuhi kepala. Bagaimana Rannu akan tinggal dengannya kalau hal ini saja dia tidak peduli? Setidaknya, dia menelepon Rannu memberikan semangat padanya. Aku memang tidak bisa berharap pada mereka. Sekali lagi aku menarik napas berat.
"Kamu harus tenang, jangan cemas," ujar Ferdy yang menyandarkan punggungnya di dinding. Dia berusaha menenangkanku, padahal aku tahu, dia juga sama cemasnya dengan diriku.
"Aku nggak bisa tenang, Mas. Kalau ada apa-apa dengan Rannu, aku harus gimana?" Jujur, aku bingung. Kondisi mentalnya sudah bisa dikatakan 95% sudah membaik. Bagaimana kalau kondisi fisiknya lagi yang bermasalah? Kasihan dia kalau terlalu lama berada di tempat ini.
"Biar saya yang pikirin," jawab Ferdy. "Kamu fokus aja dengan menyiapkan makan malam hari Rabu nanti buat kami," lanjutnya. Tadinya aku belum tahu arah ucapannya karena masih memikirkan Rannu, dan aku terkejut ketika tersadar.
"Hah?!" Dia tersenyum melihat sikapku. Menu makan malam mengalihkan sejenak pikiranku pada Rannu. Hal ini juga sama pentingnya dengan kondisi di dalam ruangan yang pintunya tertutup rapat. Aku belum mendapat ide apa-apa mengenai menu yang akan kumasak untuk keluarga Arion. Tidak mungkin aku hanya memasak makanan standar yang biasa keluargaku makan sehari-hari. Mereka spesial jadi aku harus memasak yang spesial juga. Namun, aku tetap mengingat pesan Mama yang disampaikan padaku tadi di dapur.
"Mas tahu dari Mas Arion, ya?" tanyaku. Walau aku ragu, apa iya Arion yang memberitahunya? Bukankah dia masih belum mempercayakan aku pada kakaknya itu? Ataukah dia sudah mulai melunak?
"Kemarin Mas Arion datang memintaku hadir juga," jawabnya. Waduh, sepertinya keluarga inti Arion akan hadir semuanya kalau begitu. Aku sedikit panik.
"Nggak usah panik, santai aja. Makanan Opa, tuh, sederhana aja, kok. Masak aja yang kamu bisa." Ucapannya membuatku agak lega. Yang sederhana versi Opa, tuh, seperti apa? Bisa saja, kan, versi kami berbeda. Sederhana menurut aku, seperti menu yang selalu disiapkan Mama untuk kami.
"Sederhana gimana, ya, Mas?" tanyaku ingin memastikan. Daripada salah tanggap mending aku tanyakan saja.
"Jangan buat makanan ala barat, Opa nggak suka. Jangan lupa siapin sayur, ya," kata Ferdy. Oke, aku mencatat di kepalaku info dari Ferdy ini. Info yang sangat penting dan tidak boleh aku lupakan. Masukan yang sangat berharga untukku. Kami sudah tak melanjutkan lagi pembahasan menu karena pintu yang tadinya tertutup rapat akhirnya terbuka. Penantian aku dan Ferdy berakhir, tetapi wajah kami menatap cemas pada Kak Ika yang keluar duluan dari ruangan.
"Gimana hasilnya, Kak?" Aku langsung menodong Kak Ika dengan pertanyaan, sudah tak sabar ingin mengetahui hasil CT scan Rannu. Kak Ika tidak menjawab pertanyaanku, melainkan menghela napas. Aku mulai cemas. Semoga ini bukan pertanda buruk. Walau aku sudah bersiap apa pun hasilnya, tetapi rasanya ada sisi lain dalam hatiku yang akan sedih jika yang disampaikan Kak Ika benar-benar hal yang tidak aku inginkan. Aku menatap Kak Ika penuh harap, menanti jawabannya.
"Rannu mengalami cedera kepala traumatik. Kepala Rannu sepertinya pernah terkena pukulan atau benturan." Jawaban Kak Ika membuatku shock. Ya Tuhan, mengapa Rannu harus mengalami ini? Aku benar-benar mengutuk tindakan Kak Lia yang telah membuat Rannu menderita. "Untungnya nggak parah," lanjut Kak Ika. Hatiku kembali berdetak normal. Masih ada harapan. Syukurlah.
"Apakah ada tindakan medis untuk cepat menyembuhkan cederanya?" tanya Ferdy pada Kak Ika. Tadi, wajahnya juga pucat ketika Kak Ika menyampaikan hasil CT scan Rannu.
"Dokter akan memberikan obat yang harus rutin dikonsumsi Rannu." Dari jawaban Kak Ika, aku menyimpulkan Rannu cukup minum obat saja untuk memulihkan kondisinya. Tidak ada tindakan medis berat yang harus dilaluinya. Aku dan Ferdy menghela napas lega. Tak lama, Dokter Firdaus keluar bersama Rannu. Aku segera memeluknya dan Ferdy mengusap kepalanya dengan sayang.
*****
Jakarta; March 02, 2022
Semoga Rannu dan Ferdy bisa kembali bersama sehingga bisa memulihkan kondisi Rannu secepatnya.
Karena hal itu sangat mengganggu konsentrasi Sandri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...