Pemilik kendaraan jip mewah yang saat ini berhenti tepat di depan pintu keluar, menatapku tanpa berkedip membuat sekujur tubuhku menjadi kaku. Aku menyesal, seharusnya tadi aku memesan ojek online di dalam saja dan baru keluar kalau ojek yang kupesan tiba. Inginnya aku menarik kaki kembali ke dalam, tetapi anehnya kakiku seperti tertancap dengan kuatnya ke lantai dan tak bisa kugerakkan. Ada apa ini? Sementara si pemilik kendaraan tak sedikit pun memutus tatapannya. Sejenak aku bingung, tak tahu harus berbuat apa. Kulihat beberapa antrian mobil di belakang mobilnya membuatku jadi tak enak hati. Karena si Pengemudi yang melihatku, mengakibatkan kendaraan lain tak bisa bergerak ke area depan pintu lobi. Lalu dia menekan klakson dan sukses membuatkku terlonjak saking terkejutnya. Astaga! Tak cukupkah dia menatapku dengan tajam saja? Mungkin karena aku tak juga memberinya tanda-tanda akan menyapa, maka klaksonlah yang jadi medianya. Aku mengusap dada, mencoba meredam keterkejutan tadi.
"Sandri!" Terdengar suara berat dengan volume yang mampu membuat yang ada di sekitar area pintu keluar menoleh. Lagi-lagi aku hanya mampu mengusap dada. Dengan terpaksa aku mendekat, tidak langsung naik melainkan hanya berdiam di samping pintu pengemudi.
"Ayo, cepatan naik. Kita sudah menghalangi yang lain, lho, ini." Lha, siapa juga yang seenaknya menghentikan kendaraan dalam waktu lama di depan pintu ke luar lobi tadi? Tak sadar aku pun menggerutu.
"Tapi saya sudah pesan ojol, Mas?" Padahal faktanya belum. Sudah pesan, tapi belum berhasil tepatnya. Ini alasan saja untuk mengelak dari ajakan Arion.
"Batalin. Naik cepetan!" Suaranya yang begitu tegas membuatku tak bisa lagi membantah. Sambil mengitari mobil, aku hanya bisa merutuk dalam hati pertemuan dengannya hari ini. Pertemuan yang tak terduga walau ada rasa ragu terselip dalam dada. Entah mengapa sepertinya aku merasa Arion sering mengawasiku dari jarak jauh. Setelah aku menutup pintu penumpang, Arion melajukan kendaraannya keluar area mall. Bibirku masih terkatup rapat setelah mobil Arion bergerak agak jauh dari mall. Rasanya masih malas mengeluarkan suara akibat kesal bertemu dengannya. Hatiku masih perlu ketenangan setelah mendapatkan info dari Ferdy. Sayangnya, semesta sedang tidak bersahabat denganku.
"Habis ketemu Ferdy?" tanyanya dengan suara yang sudah lebih kalem.
"Iya, Mas," jawabku pelan tanpa menoleh padanya. Masih belum terima karena dipaksa ikut dengannya. Tak tahukah Arion jika baru saja aku mengetahui masa lalunya yang membuatku shock?
Jip mewah yang dikemudikan Arion berbelok ke arah jalan Senopati. Sebentar, ini bukan rute yang biasa aku lewati kembali ke rumah. Aku tak tahu kami akan ke mana, tetapi melihat gedung tinggi apartemen yang sudah berada di depan, aku berpikir jika Arion membawaku ke tempatnya. Menyadari itu, rasa khawatir yang berusaha kutekan kuat-kuat menyeruak tanpa terkendali. Saat aku pertama kali ke apartemennya, di jalan aku tertidur sehingga tidak mengetahui lokasi apartemen Arion.
"Mas, ini mau ke mana? Sudah sore, saya mau pulang." Ucapanku sepertinya tidak diindahkan. Arion membelokkan mobilnya memasuki gerbang apartemen.
"Mampir dulu, saya lapar. Dari siang tadi belum sempat makan." Salah siapa coba kalau dia belum makan? Kalau dia memang lapar, baiknya, kan, mampir saja di restoran atau tempat makan kekinian yang ada di sepanjang jalan yang kami lewati tadi. Bakalan lama lagi, nih, aku berada di apartemennya. Keluhanku hanya tertahan di ujung tenggorokan. Aku pastikan makanan yang akan dimakannya perlu proses dulu. Atau jika pesan online masih harus menunggu. Intinya tidak akan ada makanan yang begitu kami masuk apartemen sudah siap disantap. Jelas-jelas aku tidak suka dengan idenya kali ini. Sangat tidak suka!
"Kok, Mas nggak mampir aja di tempat makan sebelum ke mall tadi?" tanyaku sembari memasang wajah bingung dengan tindakannya.
"Keburu kamu sudah pulang kalau saya mampir makan dulu," jawabnya dengan nada kesal. Yang salah siapa, yang kesal siapa. Aku mendengkus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...