PACU #20 Apa Yang Dia Inginkan?

365 56 8
                                    


Kalau saja ada ilmu menghilang, aku mau lenyap dari hadapan Arion. Akan tetapi, aku tak bisa apa-apa lagi, karena dia sudah melihatku berdiri di depan gerbang rumah sakit. Bagaimana bisa dia tahu aku berada di tempat ini? Bermacam pertanyaan berkelebat di kepalaku. Arion menjalankan mobil super mewahnya ke tempatku berdiri. Dari tadi aku bergeming, saking terkejut dengan kehadirannya. Kakiku terasa kaku untuk digerakkan. Otot-ototku mendadak menegang. Aku masih memperhatikannya dan tak sadar jika mobil Arion sudah berhenti tepat di hadapanku. Dia menurunkan kaca.

"Kok, malah bengong di situ?" Kalimat pertama yang diucapkannya. Bukan kalimat manis memang. Aku hanya menatapnya dalam diam.

"Sandri?!" Suaranya naik satu oktaf.

"Ya?!" jawabku dengan nada yang sama.

"Ayo naik!"

"Saya sudah pesan ojol, Mas." Padahal sih, belum. Sungguh, hari ini aku ingin bersantai dan tidak mau terlibat dengan siapa pun.

"Kan, tinggal batalin aja," katanya dengan santai. Aku sudah malas membantahnya. Aku berakting seolah membantalkan pesanan ojek online, lalu dengan langkah yang sepelan siput, aku naik ke kursi penumpang. Setelah memastikan aku sudah duduk dengan baik, memakai seatbelt, Arion menjalankan mobilnya. Saat mobil sudah berada di jalan utama, aku masih saja diam dan tidak berminat memulai pembicaraan. Suasana hatiku berantakan. Mungkin jika wanita lain akan jejingkrakan dijemput makhluk tampan seperti Arion, tetapi itu tidak berlaku untukku. Bagiku, sosok pria yang berada di sampingku ini, yang dengan santainya menjalankan mobilnya, membuat hari Sabtu-ku kelabu. Tadi, balik dari tempat Rannu, aku sudah membayangkan ke toko buku mencari koleksi novel terbaru, jadi buyar. Aku bersandar ke pintu sambil memejamkan mata dan mengatur napas. Arion melirik sekilas, tidak tampak rasa bersalah sama sekali kalau dia sudah merampas waktu santai seseorang.

Lho, mengapa aku melihat Rannu kembali? Bukannya aku tadi sudah pamitan, ya? Aku pun bingung. Tunggu, sepertinya ini bukan rumah sakit, tapi rumah Tante Elis. Eh? Apa iya Rannu sudah balik ke rumah? Aku makin bingung. Kudengar suara Tante Elis, tetapi mengapa aku tidak bisa ikut obrolan mereka, padahal aku berada di samping Rannu. Ada Kak Arie dan Kak Lia juga. Aku melambaikan tangan agar Kak Lia melihatku, tetapi dia hanya melengos. Mengapa orang-orang ini tidak melihat kehadiranku? Lalu, aku mendengar suara lain.

"Sandri?" Ada tangan yang menyentuh kepalaku. Tangan Rannu kah? Pelan-pelan aku membuka mata, wajah Arion sudah berada tidak jauh dari wajahku. Mataku membulat? Lho? Tadi itu aku tertidur dan sempat bermimpi pula? Aku langsung menegakkan badan. Karena gerakanku begitu cepat, pelipisku membentur kepala Arion.

"Aduh!" Aku mengelus pelipis yang berdenyut. Arion tertawa.

"Nyenyak banget, ya, tidurnya sampai mimpi gitu," ucapnya kemudian dan melanjutkan tawa. Wajahku sontak memerah karena rasa malu.

"Ngantuk, Mas. Makanya pengen pulang, mau lanjutin tidur," jawabku tanpa melihat ke arahnya. Semoga dia sadar dengan ucapanku dan lain kali tidak asal mengajakku seperti hari ini. Aku baru ngeh, jika mobil tidak lagi melaju di jalanan, tetapi sudah berhenti di area parkir, yang saat aku melihatnya, sepertinya lantai basemen.

"Ya udah, ntar lanjutin tidurnya di kamar aja." Hah? Di kamar? Kamar siapa? Waduh! Berada di manakah diriku ini?

"Ini di mana, sih, Mas?"

"Di apartemenku. Yuk," ajaknya menuju lift. Ini memang salahku, ketiduran di mobilnya sampai-sampai aku tidak tahu jika Arion membawaku ke apartemennya. Aku merutuk dalam hati. Keteledoran seperti ini jangan sampai terulang. Sangat berbahaya tentu saja.

"Mas, saya pulang aja, ya?" ucapku dengan memasang raut wajah memohon. Aku tentu ragu dengan ajakannya. Kepalaku sudah melintas adegan-adegan pembunuhan di apartemen. Tubuhku sampai bergidik.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang