PACU #34 Mencoba Menghalau Rasa Di Hati

388 61 7
                                    


Serangan Arion berupa kata-kata ternyata lebih mematikan daripada serangan jantung. Karena dengan kata-katanya memaksa jantungku bekerja lebih keras. Aku jadi sangsi Arion yang kukenal betulkah pria yang punya masa lalu kelam itu? Arion yang setiap ucapannya tegas dan tak berbantah? Pria itu mengapa berubah jadi seperti ini? Mengeluarkan kata-kata yang membuatku nyaris tak memercayai pendengaranku. Ataukah pada dasarnya memang seperti itu sikapnya untuk menjerat wanita yang diincarnya bertekuk lutut kemudian meninggalkannya kala sudah bosan? Berbagai dialog berkecamuk di kepalaku. Rasa tak percaya pun menyerangku. Ada yang salah, tetapi aku tak menemukan penyebabnya.

"Sandri ..." Duh, suara itu yang terkadang membuat diriku tersentak kala mendengarnya, mengapa mendadak merdu sekali di telinga? Benar-benar ada yang salah dengan pendengaranku juga hatiku. Aku jadi nelangsa.

"Ya, Mas?"

"Kok, diam? Apa saya ada salah ngomong?"

Tentu saja tidak ada, batinku. Sama sekali tidak ada! Yang salah adalah pendengaranku dan hatiku yang sejak tadi tak henti berdegup.

"Nggak ada, kok, Mas. Cuma kata-kata Mas tadi buat saya diserang rasa tak percaya diri."

"Rasa tak percaya diri, gimana? Saya benaran kangen sama kamu. Apa itu salah?" Suara di sana intonasinya mulai meninggi. Mungkin ucapanku sudah menggelitik Arion, tetapi itulah yang sebenarnya aku rasakan. Arion tipe pria yang digandrungi wanita, sementara aku merasa apa yang ada pada diriku tidak ada yang berlebihan semuanya biasa-biasa saja. Lantas apa yang membuatnya tertarik padaku? Inilah yang membuatku selalu mengaitkannya dengan masa lalunya. Dan tidak menutup kemungkinan yang sama di rasakan oleh Ferdy dan memaksanya berusaha melindungiku dari incaran Arion. Dari pengamatanku, Ferdy selalu diliputi keraguan dan penuh tanya kala aku bersama Arion. Mungkin dia tak percaya saudaranya itu benar tertarik padaku atau ada iktikad yang lain. Selalu saja wajahnya menampakkan raut penuh selidik jika melihatku bersama Arion.

"Salah, sih, nggak Mas. Tapi, saya ini biasa-biasa aja orangnya. Sangat jauh berbeda dengan wanita yang pernah dekat dengan Mas Arion. Saya jauh di bawah standar Mas, lho." Terdengar helaan napas berat di ujung telepon. Aku tahu pasti Arion merasa kesal dengan ucapanku. Namun, itulah sebenarnya yang aku rasakan. Aku sama sekali tidak merendahkan diriku, tidak, tetapi fakta ini harus kuungkapkan agar dia bisa mempertimbangkan kembali rasa di hatinya. Syukur-syukur kalau akhirnya dia memilih mundur yang nyatanya tidak.

"Kamu, tuh, terlalu merendahkan diri tanpa melihat potensi yang ada dalam diri kamu. Yang bisa menilai kelebihan kamu, tuh, orang lain, Sandri. Saya nggak gampang tertarik pada wanita. Kamu pasti sudah dengar dari Ferdy kalau dulu saya suka banget mempermainkan wanita, itu memang benar. Tapi, kamu nggak pernah tahu alasan di balik itu. Yang harus kamu tahu, kesalahan fatal benar pernah saya lakukan, tetapi itu sudah masa lalu. Apa saya nggak bisa menerima maaf dari kelakuan saya di masa lalu?" Ada nada getir pada suara Arion yang berusaha menjelaskan padaku. Dilema menyerangku. Mungkin tak ada salahnya aku menerima rasa sukanya walau masih saja ada keraguan yang menyerangku. Rasa yang berusaha kuhalau dengan sekuat tenaga, akhirnya mengikis.

"Mas, saya nggak pantas memberikan hukuman pada kelakukan Mas di masa lalu. Tapi untuk memberikan maaf, yang berhubungan dengan orang-orang yang pernah bersinggungan dengan Mas, baiknya langsung pada yang bersangkutan saja. Dari saya pribadi, selagi masa lalu itu benar-benar sudah Mas tinggalkan dan menyesalinya dengan sepenuh hati, saya memberikan kesempatan untuk kita menjalin hubungan." Sebaiknya memang aku memberinya kesempatan. Tak mengapa, mungkin ini sudah jalannya aku bertemu dengannya dan mencoba membuka hubungan yang lebih dari sekadar hubungan kerja.

"Hukuman dari perbuatan saya di masa lalu sudah saya jalani, Sandri. Terima kasih sudah bisa menerima mantan lekaki berengsek ini menjadi kekasihmu." Aku menghela napas mendengar penuturannya. Masih dengan nada getir sekaligus bahagia berbaur pada ucapannya. Jika biasanya pihak wanita lebih mengekspresikan rasa bahaginya karena sudah jadian, ini malah terbalik, pria itu yang mengungkapkan terima kasih karena aku telah membuka hati padanya. Aku tidak berbangga hati, tetapi secara sadar aku tahu apa yang akan kuhadapi ke depannya. Kuakui deru dalam dada begitu kencang kala kata 'kekasihmu' terucap.

Begitulah, dari permintaan ngobrol, ungkapan rasa kangen berakhir dengan resminya kami menjadi sepasang kekasih mulai malam ini. Aku tak bisa membayangkan jika papa dan mama tahu anak gadisnya sudah mempunyai kekasih terhitung mulai malam ini dengan pria yang sangat mereka sukai. Namun, aku masih ragu Kak Dani akan menerimanya. Pertama melihat kendaraannya saja Kak Dani sudah menasihatiku untuk berhati-hati. Apa yang akan dikatakannya jika tahu kekasihku itu memiliki masa lalu begitu kelam? Mungkin saja dia akan menentangnya dan tak akan memberikan peluang Arion untuk mendekatiku. Belum apa-apa aku sudah mumet.

Setelah sambungan telepon tertutup, aku belum juga beranjak dari tepi tempat tidur. Apa yang aku alami malam ini bagaikan mimpi saja karena tak menyangka hubunganku dengan Arion berakhir menjadi sepasang kekasih. Tentunya aku tak pernah membayangkan prosesnya begitu cepat. Terkadang aku merasa terlalu mudah untuk memberikan kesempatan Arion masuk dalam hatiku, padahal masih banyak yang ingin kuketahui mengenai masa lalunya. Juga kebiasaannya dan apa yang tidak disukainya. Meskipun begitu, ada sisi lain dalam hatiku yang mengatakan bahwa jika bersama dengan Arion, aku merasa terlindungi dan nyaman. Aku sendiri tak paham membutuhkan perlidungan untuk apa. Selama ini aku tak punya musuh dan nyaman saja berpergian seorang diri. Namun, selalu saja aku merasa berbeda kala bersamanya. Bersamanya aku merasa lepas saat berbicara, ungkapan rasa kesalku jika dia sudah mulai memaksa tak pernah kusembunyikan. Mungkin ini juga penyebab rasa nyaman saat bersamanya. Aku sendiri pun bingung mengapa tercipta rasa nyaman itu.

Jarum jam sudah bergeser ke angka 11 dan aku belum berminat untuk bergerak ke kamar mandi. Padahal sejak tadi aku ingin sekali mengguyur badanku dengan air hangat agar segar kembali. Percakapan dengan Arion tadi menjadi penyebabnya. Masih banyak hal di kepalaku yang harus kuredakan agar tidak meluber dan membuatku sakit kepala. Aku pastikan kalau saja wanita lain yang mendapatkan kejadian seperti ini akan kegirangan, bahagia yang membuncah mendapatkan lekaki pujaan seperti Arion. Bagi diriku, malah timbul kewaspadaan yang diam-diam merayapi relung hati. Ketahuilah, punya kekasih sekaliber Arion punya konsekuensi yang tak kalah berat. Tampan, mapan pula tentu saja menjadi daya tarik yang kuat bagi kaumku. Aku pastikan, insecure akan selalu menyerangku saat bersamanya nanti.

Aku mulai membandingkan diriku dengan mantan kekasihnya. Di kepalaku terbayang wanita cantik dengan tubuh sempurna dan tentu saja terkenal di kalangan sosialita. Kalau bukan model, salah satu di antaranya mungkin artis atau selebgram. Sementara aku, boro-boro terkenal, aku lebih banyak menghindar dari pergaulan, cenderung datar dan lebih banyak mengekspresikan diri dengan media kertas. Aku hanya seorang wanita biasa yang kebetulan diberikan Tuhan talenta pandai membuat desain, juga punya keluarga utuh yang sangat menyayangiku.

Baru saja hendak beranjak ke kamar mandi, bunyi ketukan membuatku berbalik ke arah pintu. Apa Mama belum tidur? Ataukah beliau masih saja memikirkan foto luka di kepala Rannu yang tadi dilihatnya dan masih ingin membahasnya denganku?

"Belum tidur?" Kak Dani berdiri di depan pintu saat aku membukanya. Tentu saja aku terkejut karena tak biasanya Kak Dani mendatangiku malam-malam begini. Biasanya dia hanya mengajakku berbicara sepintas lalu, itu pun di ruang tengah saat kami berpapasan. Aku menduga ada hal penting yang akan dibicarakannya.

"Belum." Aku hanya berdiri di depan pintu memandang raut wajahnya yang cukup serius melihatku.

"Apa masih lelaki yang sama, yang anterin kamu pulang tadi?" Aku terpengarah dengan pertanyaannya. Sudah kuduga, Kak Dani tadi melihat Arion. Malamku kali ini sepertinya akan lebih panjang dari malam-malam kemarin dengan interogasi dari Kak Dani.

*****

Jakarta; January 12, 2022


Sandri akhirnya menerima Arion.

Pastinya Arion senang banget, tuh.

Bagaimana tanggapan Ferdy dan Dani atau orang tua Sandri mengenai ini?

Kita tunggu di part berikutnya.

Harap bersabar.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang