PACU #10 Hampir Saja

387 59 2
                                    


Langkahku ke area tempat parkir berhenti mendadak dan ini membuat Ferdy bingung. Aku harus mencari cara agar Kak Nita tidak melihat kami.

"Ada apa Sandri? Ada yang kelupaan?" tanyanya.

"Ada Kak Nita! Kita jangan lewat situ, Mas," kataku sambil menarik Ferdy berbelok ke tempat lain. Aku berharap Kak Nita tidak melihatku dan Ferdy.

Hampir saja. Aku tidak bisa bayangkan, jika Kak Nita melihat Ferdy, bersamaku pula. Bisa saja aku dianggapnya yang dulu mengenalkan Ferdy ke Rannu, padahal aku baru mengenal Ferdy setelah Rannu masuk ke rumah sakit jiwa. Aku memang punya hubungan keluarga, tetapi sikap mereka yang sering menyalahkan orang lain kala ada peristiwa yang menerpa, menjadikanku selalu berhati-hati.

Setelah kulihat Kak Nita masuk lobi, kami cepat masuk ke mobil dan menyuruh Ferdy segera memacu kendaraannya. Saat berada di jalan, aku baru merasa bernapas lega.

"Nggak usah cemas Sandri. Kali ini saya akan menghadapi mereka. Dulu memang saya belum punya apa-apa sebagai jaminan untuk membahagiakan Rannu. Tapi sekarang, akan saya tunjukkan kalau niat saya nggak pernah main-main. Dari dulu hingga sekarang, saya tetap ingin bersama Rannu." Ferdy meyakinkanku untuk tidak khawatir ketika kami tadi hampir saja bertemu Kak Nita. Aku juga yakin jika kali ini, siapapun yang melihat Ferdy, tahu dia adalah seorang pengusaha muda yang cukup sukses.

Mungkin Ferdy bisa menghadapi keluarga Rannu sekarang, tetapi aku yang masih punya hubungan keluarga hanya khawatir saat mereka melihatku bersama Ferdy, bisa saja mereka berpikiran lain.

"Ngobrolin apa aja tadi dengan Rannu, Mas?" Jujur, aku penasaran dengan bahan obrolan mereka tadi.

"Saya nanya dia makanan kesukaannya, sudah bikin apa aja selama di rawat di sana. Yang ringan-ringan aja, sih, Sandri. Rannu masih ingat makanan kesukaannya, nasi goreng seafood dan mie siram. Dia juga cerita kegiatannya sehari-hari yang kadang buat dia bosan," jawab Ferdy tersenyum, tetapi setelah itu tampak berpikir. Mungkin kata bosan dari Rannu itu yang jadi penyebabnya.

"Tapi sepertinya Rannu nggak kenal kita, Mas."

"Iya, mungkin saat ini, tapi pasti ingatannya akan kembali, kok. Dia masih bingung aja," jawab Ferdy mencoba menepis kekhawatiranku terhadap Rannu.

"Saya akan rutin menjenguk Rannu," lanjutnya.

"Sebaiknya telepon Kak Ika dulu kalau mau jenguk Rannu ya, Mas."

"Kenapa?" tanyanya dengan raut wajah heran.

"Bisa saja saat Mas mau jenguk Rannu, keluarganya lagi ada di sana," jawabku mencoba memberikan pengertian. Ini masih awal, jadi sebaiknya tidak ada perselisihan dulu karena aku berharap kehadiran Ferdy bisa berpengaruh bagi kesembuhan Rannu.

"Saya bisa mengatasinya kok."

"Demi kebaikan Rannu, tolong jangan sampai kejadian yang dulu terulang ya, Mas."

"Tenang, saya pastikan kejadian itu nggak terulang!" jawab Ferdy dengan tegas. Aku lega.

"Mas, turunin saya di tempat yang tadi aja, ya?"

"Saya akan antar sampai ke rumah Sandri. Kalau keberatan, anggap aja ini ucapan terima kasih saya karena hari ini saya telah bertemu Rannu kembali berkat kamu."

"Tapi jam segini macet baget lho Mas, ke arah sana," aku masih berusaha mengurungkan niatnya untuk mengantarku pulang.

"Di Jakarta  mana ada, sih, yang nggak macet," jawabnya sambil tertawa.

Terpaksa aku menerima tawarannya. Saat di jalan, kami lebih banyak membahas masalah desain untuk boothnya. Walaupun saat ini orang sudah cenderung berbelanja via online, tetapi di mall-mall besar, masih tetap ramai. Konsep Ferdy untuk boothnya adalah memadukan tempat bermain anak, kuliner dan display untuk pakaian yang dia produksi sendiri serta impor. Konsep yang kompleks, apalagi dipadukan dengan unsur tradisional lewat ukiran khas Toraja.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang