Hari Rabu, pukul sembilan tepat aku menunggu ojek online yang sudah kupesan untuk mengantarku ke tempat Rannu. Aku selalu berangkat jam segitu untuk menghindari macet. Ponsel sudah aktif kembali. Semalam setelah kuaktifkan, ponselku sempat hang akibat banyaknya pesan yang masuk dan beberapa panggilan yang tidak terjawab. Tentu saja yang terbanyak adalah milik Arion. Ampun deh pria itu, chat dan teleponnya sampai puluhan. Aku hanya melihatnya sekilas dan belum berniat membaca apa saja pesannya. Dari Ferdy juga banyak, dan aku juga belum sempat membacanya. Nanti saja kalau sudah santai aku akan membacanya satu per satu.
Tumben pagi ini tidak terlalu macet. Mungkin mendekati akhir bulan jadi orang-orang pada 'posisi bertahan di rumah'. Aku tiba di rumah sakit pukul sepuluh kurang dua puluh lima menit. Lumayan banyak waktu bisa menemani Rannu hari ini. Kak Ika sedang tidak bertugas, mungkin shift malam. Tak mengapa, aku sudah biasa menemui Rannu tanpa ditemani Kak Ika lagi. Kondisi Rannu juga sudah jauh membaik, kecuali bertemu Kak Arie dan Kak Lia saja.
Dari jauh aku sudah melihat Rannu sedang berada di taman. Namun, kali ini dia tidak duduk di bangku taman, melainkan di atas tikar plastik yang digelar di bawah pohon yang rindang. Suasananya jadi seperti piknik.
"Pagi, Rannu," sapaku yang dengan cepat direspons Rannu dengan menegakkan kepala dan berdiri menyambutku dengan ceria seperti biasanya.
"Sandri, pagi. Duduk, yuk!" Di atas tikar terdapat peralatan merajut serta tumpukan benang warna-warni. Kali ini aku melihat sepertinya Rannu akan membuat tas. Makin meningkat saja kemahirannya dalam merajut. Tentu saja hal ini sangat menggembirakan. Pertanda apa yang diajarkan padanya dapat diserapnya dengan baik.
"Boleh gelar ginian di taman, ya?" tanyaku.
"Boleh, kok. Tadi Rannu sudah izin ke Suster."
"Senang dong, ya. Seperti lagi rekreasi di alam terbuka gitu, Rannu."
"Iya, bisa selonjoran atau tidur sambil menikmati angin," ucap Rannu dengan riang. Aku ikut senang mendengarnya. Apa pun yang membuatnya bahagia, aku pasti akan turut merasakannya. Ini sangat baik untuk perkembangan psikologisnya.
"Sandri bentar, ya, Rannu ke kamar dulu. Mau ambil dompet yang sudah jadi buat Sandri." Tanpa menunggu jawabanku, Rannu melesat ke kamarnya. Tak lama, dia sudah berlari kembali ke arahku.
"Ini, warna kesukaan Sandri, kan, ya? Bisa buat isi koin, kartu atau terserah Sandri aja. Nanti aku buatin lagi warna lainnya." Aku menerima dompet berbentuk segi empat berukuran 10 x 15 cm berwarna coklat milo. Kuperhatikan dengan saksama dompet yang diberikannya. Rajutan Rannu sangat rapi. Lain kali aku akan membawakan benang rajut yang bagus agar Rannu bisa membuat bentuk-bentuk lain yang dia inginkan. Aku sangat yakin kemampuannya yang ini akan berkembang dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi sumber penghasilannya. Juga aku bisa mengunggahnya di akun instagram untuk promosikan hasil rajutannya. Sudah banyak ide yang akan aku kerjakan sepulang dari tempat Rannu nanti. Membelikan Rannu benang rajut, hakpen dan buku mengenai rajutan. Aku ingin Rannu lebih berkembang. Di tempat Ferdy ada tempat penjualan peralatan rajut. Aku ingat betul karena sempat melihatnya. Letaknya di lantai 5.
Rannu sudah sibuk kembali dengan rajutannya. Sesekali kami bercerita sambil ngemil makanan ringan yang kubawa untuknya. Tatapanku lurus padanya. Mungkin ada baiknya aku tanyakan siapa di antara Kak Arie dan Kak Lia yang pernah menyentuh tubuhnya hingga meninggalkan luka yang sangat dalam.
"Rannu ..." Sejenak aku ragu jika pertanyaanku akan mengingatkan kembali lukanya.
"Sandri mau tanya apa?" Rannu menghentikan kegiatan merajutnya dan memandangku penuh tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...