Akhirnya, hari Rabu yang membuatku semalam tidak bisa tidur tiba juga. Aku bangun lebih awal dari biasanya untuk menyiapkan segala sesuatunya. Papa dan Mama yang melihatku bangun di luar jam kebiasaanku, tersenyum. Mereka sudah menduga apa yang terjadi pada diriku. Semalam, karena tidak bisa tidur, aku memanfaatkannya dengan mempelajari dokumen dari Pak Jo. Lumayan, aku sudah menemukan konsep yang ingin kuterapkan pada desainku. Malah aku sempat membuat satu alternatif. Itulah sisi positifnya jika aku tidak bisa tidur. Aku juga sengaja lebih cepat mematikan ponsel agar Arion tidak menelepon karena dapat kupastikan saat mendengar suaranya, rasa resahku akan semakin meningkat. Ini yang kuhindari.
"Tumben bangun cepat," tegur Papa. Aku tahu, Papa bermaksud menggodaku. Dia sudah bersiap berjalan ke halaman belakang bercengkerama dengan tanaman hidroponiknya. Aku memutuskan mengolah sayuran dari tanaman hidroponik Papa yang sudah siap dipanen. Sayur bening bayam dengan jagung. Aku juga menyiapkan sayur sup sebagai alternatif lainnya. Terserah nanti mereka akan memilih yang mana.
"Pa, minta sayur bayamnya dikit, ya?" Aku tidak menanggapi godaannya, melainkan minta izin mengambil tanaman hidroponiknya.
"Boleh. Silakan." Papa sudah ke halaman belakang meninggalkan aku di ruang tengah. Rencanaku pagi ini bersih-bersih dalam rumah dulu, kemudian menyapu halaman dan menyiramnya. Kalau sore nanti, aku khawatir sudah tidak sempat lagi. Setelah itu ke dapur mempersiapkan menu untuk makan malam nanti.
"Duh, yang tamunya ntar malam mau datang. Tumben, pagi banget sudah bangun." Baru juga mau ambil sapu, Kak Dani turun dari lantai 2 dan langsung menggodaku. Ada apa, sih, dengan dua pria dalam keluarga ini? Aku menggerutu. Tadi Papa, sekarang Kak Dani. Mataku mendelik yang disambutnya dengan tertawa.
"Hobi banget, sih, gangguin orang," kataku sambil bergegas mengambil sapu dan ke ruang tamu. Bakalan panjang urusannya kalau tetap meladeni Kak Dani.
"Masak yang enak!" teriaknya begitu aku berlalu dari ruang tengah. Kuhempaskan sapu yang kupegang ke lantai saking kesalnya. Sudah tahu aku sedang gundah, malah dia sengaja menggodaku.
"Masih pagi sudah pancing keributan aja kamu," itu suara Mama menegur Kak Dani. Rasain! kataku dalam hati. Belum tahu aja dia, bagaimana tegangnya nanti kalau mau melamar anak gadis orang. Mungkin Kak Dani akan minta bantuan Papa ngomong ke orang tua pacarnya. Namun, sampai sekarang aku belum pernah melihat Kak Dani mengenalkan ke kami, wanita yang dekat dengannya. Mungkin ada di luar sana seorang wanita yang telah menjadi kekasihnya hanya masih dirahasiakan pada kami.
Aku mulai menyapu ruang tamu, merapikan letak furnitur, hiasan, mengelapnya lalu mengganti taplak. Aduh, begini banget, ya, kalau akan kedatangan tamu yang membuat degup jantungku sejak semalam tak menentu. Pokoknya hari ini full beres-beres rumah dan masak.
Beres ruang tamu aku berpindah ke ruang tengah. Karena Mama masih menyiapkan sarapan aku bergeser ke teras dan halaman depan. Daun-daun kering kucabut, yang sama dengan rumput liar yang mulai tumbuh lagi, padahal beberapa hari lalu aku sudah membersihkannya. Cepat sekali mereka memenuhi rumput gajah mini yang terpangkas dengan rapi. Tiga puluh menit aku di halaman depan kemudian menggulung selang, merapikannya di bawah keran lalu masuk lewat pintu garasi. Sebelum ke ruang makan untuk sarapan, aku masuk ke kamar mandi yang terletak dekat dapur untuk mencuci tangan dan kakiku yang terkena tanah di halaman tadi. Melihat Kak Dani masih di meja makan, hatiku langsung siaga.
"Kok, belum berangkat, sih, Kak?" tanyaku bermaksud mengusirnya dari meja makan. Alisnya menukik dan matanya menatapku tajam.
"Yang lagi bersih-bersih malah mau ngusir kakaknya," begitu jawabannya. Aku misuh-misuh. Kuambil nasi dan lauk dan tidak menanggapi ucapannya. Papa dan Mama sudah bergabung di meja makan, memperhatikan kami.
"Jangan gangguin adiknya," tegur Mama. Tuh, kena tegur lagi, kan. Tidak kapok, sih. Benar-benar deh. Kak Dani sekarang sangat jauh berbeda semenjak aku menjadi kekasih Arion.
"Jangan lupa, cepat balik nanti." Kali ini Papa yang mengingatkan Kak Dani.
"Siap, Pa!" jawab Kak Dani tegas. Duh, jawabannya malah membuat perutku berulah. Bagaimana nanti saaat dia bertemu dengan Arion? Beberapa jam lagi ke depan mereka akan bertemu. Sebelum beres-beres tadi aku menelpon Rannu mengabarkan kalau hari ini tidak bisa menjenguknya. Aku juga berpesan pada Kak Ika. Sedih, sih, tetapi hari ini juga penting dalam hidupku. Aku sudah mengatakan pada Rannu ada hal khusus yang harus kulakukan hari ini. Semoga saja dia memahami maksudku. Kalau aku tidak memberitahunya, kupastikan dia tidak akan makan siang sebelum aku datang.
Setelah sarapan dan Kak Dani juga sudah berangkat ke kantor, aku membersihkan ruang makan. Kemudian lanjut ke teras belakang dan halaman. Tanaman hidroponik Papa sudah basah. Mungkin tadi Papa sudah menyiramnya. Aku tinggal menyiram tanaman lainnya saja dan membersihkan daun-daunnya yang sudah menguning. Beres halaman belakang kembali aku masuk ke dalam rumah, mengepel semua ruangan yang tadi telah kubersihkan. Keringatku mulai bercucuran. Teriknya mentari di luar menembus ruangan yang pintunya kubuka lebar. Aku sengaja membukanya selama bersih-bersih tadi. Usai mengepel, barulah pintu ruangan aku tutup. Kemudian berderap ke kamar untuk mandi. Sebelum mandi, aku duduk sebentar di kursi kerjaku mengecek ponsel. Ada pesan dan telepon dari Arion. Cepat aku membukanya. Pesannya hanya mengingatkan aku untuk tidak tegang memikirkan kedatangan mereka. Kalau teleponnya kuputuskan untuk tidak membalasnya. Toh, beberapa jam lagi kedepan kami bakalan bertemu. Daripada mendengar suaranya nanti aku galau, mending aku mendiamkannya. Aku hanya membalas pesannya saja lalu masuk ke kamar mandi.
***
Kurang tiga jam lagi, keluarga Arion akan datang. Aku masih saja berkutat di dapur, menyiapkan ini dan itu. Mama sesekali membantu dan juga mengarahkan aku. Sebelum berkutat dengan masakan, aku sudah mengatur piring dan gelas di meja makan. Menyiapkan serbet dan tisu. Info dari Mama, orang tua seperti Opa mungkin lebih suka menggunakan serbet saat makan. Sudah mirip di restoran besar saja aku menyiapkan pernak-pernik di meja makan. Setelah fokus selama dua setengah jam, akhirnya semua masakanku telah siap. Aku lega. Semua peralatan masak aku cuci dan merapikan semua kekacauan di dapur. Aku merasa beruntung, meskipun masakanku mungkin tidak seenak punya Arion, tetapi aku bisa masak. Intinya sih itu. Mama memang mendidik aku harus bisa mengurus rumah dan memasak. Dan aku merasakan hal itu sangat berguna hari ini. Bayangkan kalau aku sama sekali tidak tahu memasak, apa yang harus aku lakukan untuk memenuhi permintaan Opa? Bisa-bisa aku ditolak jadi menantu cucunya.
Kak Dani muncul di pintu dapur saat aku masih membereskan peralatan masak dan menyimpannya di kitchen set. Dia memenuhi permintaan Papa untuk pulang lebih awal.
"Lha, masih sibuk saja. Sudah mau jam tujuh, lho. Kamu belum mandi?" Duh, mengapa dia yang cerewet, sih. Aku menoleh dan mendapati Kak Dani sudah berada di dapur dan menaruh kantongan di meja. Keningku mengernyit.
"Puding buat dessert," jelas Kak Dani tanpa perlu aku bertanya. Wah ... kakakku yang cuek ini benar-benar telah banyak berubah. Sungguh, aku tidak memercayai penglihatanku saat ini. Apa benar ini kakakku, ya? Wujud fisiknya memang tidak ada yang berubah, hanya sikapnya yang jauh berbeda.
"Buat nanti?" tanyaku untuk memastikan. Mungkin saja puding itu dibelinya bukan untuk makan malam dengan keluarga Arion.
"Iyalah. Memang aku beli ini buat siapa?" Benar juga, sih. Akan tetapi, mengingat aku sempat berdebat dengannya saat jadian dengan Arion, juga dia akan menyiapkan fit and proper test, jadinya tidak yakin jika puding yang dibelinya sebagai dessert. Aku terharu. Kakakku ternyata peduli pada apa yang kualami hari ini. Sederhana, tetapi itu sangat menyentuhku. Teringat masa-masa kami masih kecil dulu. Kak Dani selalu menemaniku saat bermain. Bahkan terkadang dia membelikanku jajanan.
"Gih, cepetan mandi! Ntar tamunya datang kamu malah belum mandi," ujarnya sambil mengibaskan tangan menyuruhku cepat-cepat mandi. Aku bergegas menyeret kakiku dari dapur menuju kamar. Tersisa dua puluh menit lagi. Aduh, sepertinya mandiku tidak seperti biasanya, nih. Mana mau keramas pula. Semoga saja masih keburu dan aku bisa selesai mandi tepat saat keluarga Arion tiba di rumah.
*****
Jakarta; March 05, 2022
Duh, malah aku yang deg-degan.
Hahaha....
Sabar menanti keluarga inti Arion, ya.
See you soon buat yang selalu antusias baca cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...