PACU #8 Ferdy

408 65 3
                                    


Beberapa saat aku hanya memandangi Ferdy tanpa tahu harus berkata apa. Napasku tidak beraturan. Tanganku dengan cepat menyambar minuman yang masih ada. Kuteguk dalam sekali gerakan agar hatiku bisa tenang.

"Rannu sakit, Mas." Akhirnya, kata-kata itu terlontar juga.

"Sakit? Di rawat di mana? Saya boleh menjenguknya?" tanyanya beruntun. Aku tidak menduga sama sekali reponsnya. Ekspresi di wajahnya tampak sangat khawatir begitu mengetahui Rannu sakit.

"Mas masih sayang Rannu?" Aku memberanikan diri menanyakan hal ini. Jika dia masih menyayangi Rannu, setidaknya dia masih punya simpati. Karena aku meragukan dirinya. Memang dia khawatir, tapi bisa saja itu hanya kamuflase.

"Saya akan selalu menyayangi Rannu. Sampai saat ini, hanya Rannu yang saya cintai, Sandri," jawabnya dengan lirih. Walaupun aku sudah menduga jawabannya, tetap saja aku terkejut. "Tapi kami dipisahkan hanya karena keluargaku bercerai. Apa seburuk itu anak produk broken home?" lanjutnya.

"Maafkan, ya, Mas," aku ikut merasa bersalah atas stigma yang diberikan padanya oleh keluarga Rannu.

"Rannu mengandung anakku, Sandri. Dan setelah itu, saya nggak tahu Rannu berada di mana. Anak kami gimana? Dia pasti sudah gede, ya? Mirip saya atau Rannu, ya, Sandri?" tanyanya dengan raut sedih. Ada kerinduan dalam setiap kata yang diucapkannya. Aku tertegun, lalu berusaha memberikan jawaban yang kuharap bisa meredakan rasa sedihnya.

"Tuhan lebih menyayanginya, Mas. Bayi kalian hanya bertahan beberapa jam saja setelah dilahirkan."

"Oh ...!" Ferdy terkejut. Raut wajahnya bertambah sedih. Tampak matanya mulai berkabut yang berusaha ditahannya agar tidak berubah menjadi bulir-bulir yang pecah, mengalir di pipinya. Tangannya menekan dada yang kulihat terasa sesak.

"Rannu diungsikan ke Sulawesi tempat keluarga jauh Om Fritz, Mas. Rannu berada di sana sampai melahirkan. Saat keluarga tahu bayinya meninggal, Rannu diminta kembali ke Jakarta, kemudian tinggal bersama Kak Arie di Bandung."

"Saya pernah mencoba menelpon Rannu, tapi nomornya sudah nggak aktif. Saya berusaha mencarinya, tapi selalu gagal. Saya benar-benar kehilangan jejaknya."

"Saya juga pernah tinggal di rumah Kak Arie dan Rannu sering bercerita tentang Mas Ferdy."

"Oh, ya? Rannu bercerita apa aja?"

"Kalau Mas Ferdy baik, hanya saja keluarga nggak menyetujui hubungan kalian."

"Iya, Sandri. Saat itu saya memang masih kuliah, tapi saya meyakinkan keluarga akan berusaha membahagiakan Rannu. Namun sepertinya sejak awal, mereka nggak pernah menyukai saya karena latar belakang keluarga saya," ucapnya dengan nada putus asa.

Aku bisa merasakan kepedihannya. Ditolak bahkan diusir dari rumah. Itu sangat melukai harga dirinya sebagai lelaki. Sebaiknya aku membuka apa yang telah Rannu alami selama ini. Aku menghela napas. Rasanya sulit untuk mengutarakan pada pria yang sampai saat ini masih mencintai Rannu. Namun menurutku, Ferdy berhak tahu apa yang dialami Rannu selama ini.

"Beberapa minggu yang lalu, Rannu menghilang dari rumah Kak Arie. Tahu-tahu saya menemukannya di rumah sakit jiwa."

"Heh?!" Ferdy sangat terkejut. Tangannya mengepal kuat di meja. Matanya menyorotkan ekspresi luka yang dalam. Siapa pun yang berada di posisinya, pasti akan mengalami keterkejutan yang sama.

"Apa sebenarnya yang di alami Rannu, San? Kalau saja saya masih bersamanya, saya pastikan dia akan baik-baik saja. Dia tidak akan mengalami hal seperti itu. Apa salah kami sehingga kami nggak bisa bersama?" tanya Ferdy dengan kepedihan yang terpancar begitu jelas di wajahnya.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang