PACU #51 Arion Pov - Aku Menginginkan Sentuhannya

397 50 7
                                    


Semalam, setelah berteleponan dengan Sandri, aku langsung tertidur. Tubuhku terasa lelah tak seperti biasanya. Aku sanggup menyelesaikan pekerjaan yang masih kubawa pulang sampai larut malam. Meski semalam lelah menyerangku. Aku sengaja menelpon Sandri untuk meredakan kegelisahan yang aku rasakan. Walau lelah, suaranya mampu membuat tubuhku sedikit lebih rileks. Paginya, aku terbangun dengan suara yang serak dan sedikit demam. Jarang banget aku sakit, bahkan flu pun hampir tak pernah aku rasakan. Namun pagi ini, aku sampai menelpon Sandri memintanya untuk datang. Aku kangen padanya dan menginginkan sentuhannya. Tubuhku merindukan kehadirannya.

Kupaksakan tubuhku bangun dan pergi ke pantri. Rasa haus menyerangku setelah menelpon Sandri tadi. Sedikit berat untuk bangun, tetapi aku harus bergerak agar bisa menghilangkan dahagaku. Di pantri aku menuang air hangat dari dispenser kemudian membuka kulkas, mencari makanan yang bisa kuhangatkan untuk mengganjal perut. Masih ada sisa schotel kentang yang kubuat untuk Sandri kemarin. Aku memasukkan dalam microwave dan ke kamar sebentar mengambil ponsel. Hari ini kuputuskan tidak ke kantor. Aku kembali ke pantri sembari menelpon asistenku di kantor, memberinya tugas dan meminta melaporkan secepatnya kepadaku. Bunyi microwave pertanda makanan yang kuhangatkan telah selesai menyadarkanku dari lamunan setelah menutup telepon tadi. Saat ini, aku benar-benar membutuhkan kehadiran Sandri. Rasanya sudah tidak sanggup menahan keinginan untuk bertemu dengannya. Sambil menikmati schotel, aku mengambil ponsel dan dengan cepat menekan nomornya pada angka nomor satu di layar. Aku memang sudah mengubah urutan nomor penting pada ponselku setelah kami menjalin hubungan. Bagiku, dialah adalah urutan pertama dalam hidupku kini.

Muncul keraguan pada saat jemariku akan menekan nomor satu tadi. Aku khawatir menggangu meeting-nya dengan lelaki berengsek bernama Jotha itu. Lelaki yang mungkin sama berengseknya dengan kehidupanku di masa lalu. Setelah berpikir, aku melanjutkan menekan kembali nomor itu. Cukup lama dia belum juga menjawab panggilanku. Aku masih sabar menantinya. Namun, setelah menunggu lama hingga nada tunggu berhenti, Sandri belum juga menjawabnya. Ada rasa gelisah menyusup dalam dada. Aku mencomot kembali schotel. Seperti nasihatnya tadi yang menyuruhku minum obat, aku bergerak ke kotak obat yang kusimpan dekat televisi dan kembali duduk di stool pantri. Obat flu sudah di tangan, tetapi aku masih enggan meminumnya. Rencanaku setelah Sandri tiba, obat kuminum dengan tujuan agar dia melihatku menuruti nasihatnya. Membayangkan hal itu, aku tersenyum. Segini amat kelakuanku setelah menjadi kekasihnya. Hal yang dulu sangat tabu kulakukan. Bagiku, wanita hanya pelengkap dan pemuas hasratku saja sampai kejadian Shinta menyadarkan aku dari semua perilaku tercela.

Setelah setengah jam berlalu, kembali aku mencoba menelpon Sandri. Biasanya, kalau melihat ada telepon dariku, dia akan segera membalasnya. Kali ini tidak. Sepertinya meeting bersama si Jotha belum selesai. Atau jangan-jangan pria itu sudah mulai merayunya? Aku mengusap dengan kasar wajahku yang rahangnya sudah kukatup dengan kuat. Urat-urat di tanganku terlihat jelas saat aku mengepalkan tangan. Kalau sampai pria itu berani bertingkah kurang ajar pada Sandri, tanganku yang akan menyelesaikannya. Semoga dia tidak melupakan peristiwa dulu saat aku hampir saja membunuhnya. Kali ini, akhirnya Sandri menjawab panggilan teleponku.

"Mas, gimana kondisinya?" tanyanya tanpa memberiku kesempatan menyapanya lebih dulu. Suaranya terdengar mengkhawatirkanku. Hatiku tentu saja menghangat mendengarnya. Mendapat perhatian dari orang terkasih, tuh, memang berbeda.

"Semakin parah, nih. Kamu sudah selesai meeting?" Bukan melebih-lebihkan, memang kondisiku semakin tidak enak saja rasanya.

"Parah gimana? Mas, sudah minum obat?" Suaranya semakin terdengar khawatir. "Sudah selesai meeting. Ini lagi pesan taksi," lanjutnya.

"Ya sudah, buruan ke sini." Begitu dia menjawab aku langsung memutuskan telepon. Menantikan kedatangannya saja aku sudah sesenang ini. Bagaimana kalau Sandri sudah berada di dekatku? Pastinya aku tidak menyia-nyiakan waktu untuk merengkuhnya dalan pelukan.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang