Malam itu, sebelum kami beristirahat melepaskan penat setelah seharian menghabiskan waktu mengerjakan ini dan itu, mengikuti semua perintah Kak Lia, Rannu bercerita tentang buah hatinya sambil menangis. Dia merasa bersalah atas kejadian itu.
Bayi berjenis kelamin laki-laki, dengan tubuh sempurna, ganteng, punya rambut yang lebat dan hidung yang tinggi. Sejak dilahirkan, bayinya hanya diam, tidak menangis, tetapi bibirnya membiru dan detak jantung lemah. Bayinya hanya bertahan beberapa jam saja setelah dilahirkan, setelah itu meninggal.
Rannu jelas merasa sangat bersalah kehilangan buah hatinya karena sejak tahu kalau dia hamil, dia mencoba beberapa obat-obatan untuk menggugurkan kandungannya. Begitu juga dengan berbagai ramuan. Namun, bayinya ternyata begitu kuat ingin melihat dunia. Semua usaha untuk menggugurkan kandungannya tidak berhasil. Sejak Rannu mengandung sampai melahirkan, dia diungsikan ke rumah kerabat jauh Om Fritz.
"God, Rannu! Dia darah dagingmu!" Aku jelas-jelas marah dengan tindakannya.
"Iya, aku tahu tindakanku salah, tapi saat itu aku panik Sandri. Pasti keluarga akan menghujatku karena hamil tanpa menikah." Itu sudah pasti, aku yakin. Apalagi keluarga Om Fritz sangat ketat menjaga nama baiknya.
"Oke, kamu salah. Tapi anakmu nggak bersalah. Mereka nggak boleh menghujatmu karena anak itu," protesku yang tentu saja sudah terlambat. Aku hanya geram, merasa apa yang dilakukan keluarga Rannu sudah berlebihan. Ada apa dengan Ferdy sampai mereka menolaknya?
Pada ke mana sih hati nurani mereka. Hanya karena ingin tetap menjaga nama baik keluarga, mereka mengorbankan Rannu?!
Saudara Om Fritz memang cukup terkenal. Ada yang jadi pejabat, juga politisi yang sering wara-wiri di TV Nasional. Jika aku berkunjung ke rumah Om Fritz dan bertemu mereka, aku selalu merasa minder. Mereka baik, menegur juga dengan sopan dan biasa mengajak aku mengobrol. Akan tetapi, tetap saja aku merasa tidak sederajat dengan mereka.
Namun, ada satu yang tidak aku sukai dari mereka dan ini akhirnya aku buktikan sendiri. Jika ada dari keluarga mereka yang tertimpa masalah atau berulah, selalu saja orang lain yang disalahkan tanpa mencari tahu terlebih dahulu apa penyebabnya. Karena inilah aku jarang mengajak Rannu keluar. Takut aja jika terjadi sesuatu pada Rannu, pasti aku yang disalahkan. Kejadian itu ketika kakak Rannu ketahuan memakai narkoba. Saudara-saudara Om Fritz malah menyalahkan Tante Elis yang tidak bisa menjaga pergaulan anaknya sehingga memakai narkoba. Salah satu contoh itu sangat membekas bagiku. Makanya aku sangat berhati-hati, walaupun aku dekat dengan Rannu. Karena bisa saja tujuan aku baik, di mata mereka belum tentu.
Kejadian Rannu hamil saja tidak aku ketahui. Sejak kuliah memang aku sibuk dengan tugas-tugas yang selalu menyita waktuku. Jangankan bertemu, menelpon Rannu saja nyaris tidak pernah lagi aku lakukan. Kabar Rannu hanya aku dengar dari Mama yang masih sering mengunjungi Tante Elis, jika Tante Elis tidak keluar kota.
"Aku memang pantas disalahkan. Kelakuanku nggak ada yang benar. Aku selalu salah memilih teman. Aku bergaul dengan anak-anak berandalan, anak-anak yang kerjanya keluyuran dan mabuk-mabukkan." Rannu menyalahkan diri atas semua kelakuannya selama ini.
"Kita memang harus bergaul Rannu. Sama siapa saja. Namun, nggak berarti kalau bergaul dengan anak berandalan, kita lantas ikut jadi berandalan, kan?" Aku memakai prinsip itu. Karena bagiku, semua kembali lagi ke individu yang menjalankannya. Apakah akan ikut terpengaruh atau tidak.
"Aku nggak seperti kamu, Sandri. Kamu punya pendirian yang kuat. Aku tipe orang yang cepat terbawa arus, tapi aku nggak pernah menyadarinya sampai aku benar-benar telah terperosok lebih dalam. Kala itu aku merasa nggak punya arti apa-apa lagi di keluarga. Semua salah di mata mereka. Yang ada, aku jadi ragu jika ingin melakukan sesuatu khawatir salah aja. Aku merasa diambang kehancuran. Gamang, nggak punya tujuan. Mereka hanya menyuruhku begini dan begitu, tapi nggak pernah memberikan arah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...