PACU #57 Menikah Bulan Depan?

357 54 4
                                    


Siapa pun kala dihadapkan dengan situasi seperti kualami saat ini akan shock atau bahkan terkena serangan jantung. Bagimana tidak shock, dalam satu waktu aku bertemu tiga anggota keluarga Arion. Aku memang ingin berkenalan dengan keluarganya, tetapi bukan saat ini karena masih mengumpulkan kekuatan dan mencari waktu yang tepat. Mana aku hanya memakai pakaian kasual lagi. Arion juga sama denganku, tak menyangka akan kedatangan keluarga intinya. Untung saja ketiga anggota keluarganya tadi tidak langsung membuka pintu dan mendapati perbuatan kami di sofa. Betapa malunya aku kalau saja hal itu terjadi. Dan yang pasti, mereka akan mengira aku adalah wanita penggoda yang hanya ingin merusak putranya, alih-alih mengeruk harta kekayaannya. Tadi juga aku sudah memperingatkan Arion kalau saat ini kami masih di kantor dan sebaiknya dia fokus bekerja, tetapi seperti biasa saat berada di dekatku, tangannya apalagi bibirnya tidak bisa diam menjamah tubuhku. Aku sampai mengeluarkan suara tegas agar dirinya kembali bekerja dan akhirnya dia menurut. Di sela-sela pekerjaannya, dia masih mencoba mengalihkan perhatian dari e-book yang sedang kubaca. Haus katanya dan meminta diriku untuk membuatkan kopi. Setelah itu dia larut kembali dengan tumpukan dokumen di atas meja kerjanya.

Kurang lebih sejam dia berkutat dengan dokumen yang harus dia cek dan tanda tangani dan setelah rampung, dia memanggil sekretarisnya untuk mengambil dokumen tersebut. Arion juga berpesan pada sekretarisnya untuk tidak menyambungkan telepon yang masuk padanya dan tidak boleh ada yang mengganggunya. Dia ingin beristirahat sejenak. Istirahat versi Ario tuh mencium dan menjamah bagian depan tubuhku. Aku kembali mengingatkan jika kami masih berada di kantor, tetapi dia berjanji tidak akan bertindak lebih jauh. Aku pun membiarkan. Lagi asyiknya dia melumat bibirku dan memilin pucuk dadaku yang sangat disukainya, kami dikejutkan oleh suara pintu diketuk. Dia mengumpat saking kesalnya.

Sekretarisnya masuk diikuti oleh wanita yang sangat anggun dan berwibawa. Wanita itu masih sangat cantik di usianya menjelang senja. Kerutan di sekitar mata dan bibirnya dia biarkan tampak alami yang justru makin menambah wibawanya. Dress selutut yang dikenakannnya sangat berkualitas. Mungkin itu produk luar atau dari butik. Flat shoes yang menghiasi kakinya yang indah sangat serasi dengan atasannya. Dialah Ibu dari kekasihku. Tidak seperti dalam novel yang aku baca, di mana ibu-ibu dari kalangan seperti beliau dengan gaya angkuhnya akan menanyakan dengan detail asal usul kekasih anaknya, hal seperti itu tak kutemukan padanya. Malah dia langsung menebak dan menyebut namaku kemudian memelukku dengan erat. Aku sampai tidak percaya dia menerima diriku tanpa bertanya latar belakangku. Keluargaku sangat jauh berbeda dengan keluarga mereka. Aku memang berlimpah kasih sayang, diasuh dengan utuh oleh kedua orang tuaku, tetapi keluarga kami cukup sederhana.

Menyusul di belakang ibu Arion, tampak sosok pria berusia lanjut yang masih tampak bugar dengan jalan yang juga masih tegap. Kulitnya memang sudah penuh dengan kerutan dan rambutnya yang berwarna kelabu. Tatapannya sangat tajam seperti Arion. Ditatap seperti itu tentu saja jantungku berdegup. Dengan saksama dia menatapku dalam diam. Sejak masuk tadi dia diam, tidak mengatakan sepatah kata pun. Arion saja tidak ditegur. Kemudian dia berdeham. Suaranya membuatku merinding saking takutnya. Tapi aku mencoba menguatkan diri. Aku tidak punya salah apa-apa, jadi mengapa harus takut padanya. Aku menguatkan diri.

Aku pikir hanya dua orang itu saja keluarga Arion yang datang ternyata aku salah. Tak lama setelah pria yang kuketahui sebagai ayah dari ibu Arion tadi masuk, ada lagi pria tinggi tegap dengan penampilan yang sangat gagah masuk juga ke ruangan itu. Pria itu adalah suami dari ibu Arion. Tidak seperti opanya Arion, pria itu tersenyum ramah padaku. Pada saat dua pria itu masuk, ibu Arion belum melepaskan pelukannya hingga Opa menegurnya. Ternyata dia juga ingin berkenalan denganku hanya belum diberi kesempatan. Arion yang melihat tingkah opanya hanya diam menatapku, tak tahu harus berbuat apa. Aku sangat yakin saat itu dia juga sama denganku, tegang.

Opa memintaku duduk di dekatnya. Aku gugup, tetapi tetap beringsut duduk seperti permintaanya kemudian mulai menanyaiku. Jujur, kalau biasanya wanita sangat gugup berhadapan dengan ibu kekasihnya, hatiku malah merasa tak karuan saat berhadapan dengan Opa dari kekasihku. Berhadapan dengan Opa serasa uji nyali dan Arion sama sekali tak bisa membantu. Jangankan membantu, dia saja ditenangkan sama ayahnya. Matanya hanya menatapku iba. Jadi aku berjuang sendiri menghadapi pertanyaan Opa yang sukses membuat mataku terbelalak saat mengatakan kami akan menikah bulan depan. Hah?! Secepat itu? Aku baru menjalin hubungan kekasih dengan cucunya beberapa hari yang lalu. Ini malah sudah mau menikah aja. Aduh! Itu belum seberapa. Opa juga menanyakan kapan akan bertemu orang tuaku. Aku tersedak air ludah sendiri. Yang tak kalah hebohnya saat Arion mengeluh karena datang-datang opanya bikin heboh, Opa mengatakan dengan santainya biar Arion cepat menikah dan memberinya cucu. Yang ini sukses membuat tenggorakanku gatal dan aku pun terbatuk dengan hebat sampai keluar air mata.

Aku tak berpimpi aneh-aneh semalam, tetapi mengapa hari ini banyak sekali kejutan yang menghampiriku? Pertama sakit kepala Rannu dan yang kedua keluarganya Arion. Setelah keluarga heboh itu pergi, aku masih saja duduk berdiam diri. Arion mengambil minuman dan mengangsurkannya padaku. Kuraih dengan cepat soft drink yang diberikannya, menghabiskannya dalam sekali teguk.

"Haus banget, ya, Sayang?" Dia malah tertawa melihatku. Masih berani bertanya dia setelah keluarganya hampir saja membunuhku dengan pertanyaan tadi.

"Mas, kok, diam aja tadi? Aku hampir mati berdiri, lho," kataku ketus. Tak seperti dirinya yang sudah cukup matang untuk bertemu dengan orang tuaku, aku belum punya pengalaman apa-apa bertemu dengan keluarga kekasihku.

"Masa, sih? Kamu tadi hebat banget, kok, bisa bertahan menghadapi Opa. Tahu nggak, tadi Ayah sampai bisikin aku, dia saja waktu berhadapan dengan Opa sampai kebelet, lho," infonya. Oh, ya? Arion tidak tahu saja, kalau aku hampir pipis di celana saking tegangnya menghadapi opanya. Bagusnya, aku yang punya sikap cuek kala berhadapan dengan orang baru cukup membantu tadi.

"Mas, serius, tuh? Kata Opa kita akan menikah bulan depan? Nggak cepat banget, ya?"

"Lho, justru lebih baik. Apa-apa kalau dilakukan dengan cepat, tuh, akan baik hasilnya. Seperti kerjaan, kalau kita menyelesaikannya lebih cepat, klien akan senang, kan? Begitu juga dengan menikah. Aku sudah nggak bisa tahan lama-lama berdekatan dengan kamu. Aku bisa saja kelepasan, Sayang." Ini sudah lain lagi tujuannya. Akan aku pertimbangkan permintaan opanya. Namun, aku butuh waktu mengatakan ini pada orang tuaku. Apa tanggapan Kak Dani, ya, kalau tahu aku akan menikah bulan depan dengan Arion? Mungkin dia akan melakukan fit and proper test dulu pada Arion sebelum menikahiku seperti yang pernah dia sampaikan saat berada di meja mekan beberapa hari yang lalu. Kalau Ferdy, aku yakin, dia berada balik kedatangan ketiga orang tadi. Info dari Arion, ibunya apalagi opanya sangat jarang berkunjung ke kantor merecokinya seperti tadi.

"Sepertinya aku batalin dulu ke US," lanjut Arion. Oh, ternyata dia berencana keluar negeri tanpa memberitahuku. Aku tidak masalah, sih, tetapi ada sudut dalam hatiku yang sedikit berkedut. Melihatku diam tak menanggapi ucapannya, dia menambahkan," tadinya aku mau ajak kamu kalau kamu nggak sibuk. Tapi rencana Opa tadi itu nggak main-main jadi baiknya aku batalin aja. Ada perjanjian yang aku mau tinjau kembali dan ada juga yang mungkin diperpanjang." Aku paham sekarang. Kepergiannya berkaitan dengan pekerjaan.

"Tapi aku perlu ngomong dulu sama orang tuaku, Mas. Bulan depan, ya? Um ... apa ini nggak terlalu cepat buat kita, ya, Mas?" Bukannya aku ragu, sungguh ini seperti tornado yang tiba-tiba menyerangku.

"Cepat atau lambat, kita juga akan menikah. Jadi harusnya nggak masalah. Ingat, lho, aku nggak bisa jamin jaga kamu utuh kalau kita lama nikahnya. Berada di dekat kamu itu adrenalinku selalu melonjak tajam. Mau, ya?" Jawabannya malah begitu.

"Mas ... aku, sih, mau aja. Tapi aku perlu minta pendapat orang tuaku." Memang aku yang akan menjalani, tetapi aku harus minta pertimbangan dan restu orang tua. Menikah bukan melibatkan dua orang saja melainkan keluarga.

"Yes! Asal kamu mau, itu sudah cukup buatku. Biar aku bantu ngomong. Info aja kapan, aku pasti datang. Kalau perlu bawa Opa sekalian." Lha?! Kepalaku rasanya sudah penuh. Keluarga Arion memang aneh, menyerang tanpa mengenal waktu. Opa dan cucu sama saja.

*****

Jakarta; February 23, 2022


Sepertinya, sebentar lagi kita bakalan kondangan, nih.

Hehehe....

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang