Setelah kami mengetahui keberadaan Rannu, esoknya, Kak Arie, Kak Lia, Kak Febby dan Kak Nita datang melihat Rannu. Aku ikut mendampingi mereka. Info dari Kak Lia, jika Rannu dalam kondisi tenang, dia selalu berada di taman, duduk dan menggoyangkan kakinya. Kami pun mendapatinya berada di taman, duduk sembari melakukan gerakan yang disukainya.
Aku melihat tatapan mereka pada Rannu. Tatapan itu penuh rasa sayang. Kak Arie dan Kak Lia yang sangat terpukul melihat Rannu. Kak Arie yang selama ini selalu diam, aku lihat sesekali mengusap matanya. Sementara Kak Lia, Kak Febby dan Kak Nita menangis. Kami hanya bisa melihat Rannu dari jarak jauh. Khawatir jika mendekat, Rannu akan histeris lagi seperti saat aku dan Tante Elis datang waktu itu.
Kak Nita yang dokter masih melanjutkan mengobrol dengan Dokter Firdaus. Karena mereka berdua berlatang belakang yang sama, walaupun dengan bidang spesialis yang berbeda, aku berharap Dokter Firdaus bisa menjelaskan kondisi Rannu dengan lebih terperinci.
Kami masih menunggu Kak Nita. Dari depan lobi, tempat duduk Rannu di taman masih bisa terlihat. Rannu menoleh tepat pada saat aku melihat padanya. Tatapan kami sejenak beradu. Rannu mengernyit sebentar, kemudian berpaling melihat ke arah yang lain. Tidak ada tanda-tanda lain yang kutangkap. Dia masih tenang, tetapi tatapannya kosong.
Saat kami kembali, di jalan, Kak Arie memberitahu kalau setiap akhir pekan dia akan menjenguk Rannu. Tentunya bersama Kak Lia. Kak Arie minta, jika ada info terbaru mengenai kondisi Rannu agar cepat menghubunginya. Aku memastikan info tersebut akan didapatkannya dariku.
Selama Rannu di rawat, pikiranku kadang tidak konsen pada kerjaan. Beberapa kali sketsa untuk konsep desain yang sedang kubuat hasilnya sering tidak sesuai dengan yang kuinginkan. Aku mendengkus, risau dengan kondisi yang kuhadapi. Kemudian bunyi ponsel mengusikku. Nama yang tertera di layar membuatku terkejut. Ferdy! Waduh! Bagaimana nanti jika dia mengajak bertemu dan mengingatkan aku untuk datang bersama Rannu?
"Halo, Mas," sapaku begitu merepons panggilannya. Mengapa juga secepat ini dia menghubungi. Ada sedikit rasa kesal dalam hati.
"Halo, Sandri. Minggu ini bisa ketemu, nggak? Kamu aja yang atur waktunya. Ajak Rannu juga ya." Begitu pintanya.
Tuh kan, Rannu harus diajak! Aku pun berpikir keras. Mencari alasan agar nanti saat aku berjumpa denganya dan dia bertanya mengenai Rannu, aku sudah punya jawabannya.
"Baik, Mas." Aku mengiakan saja permintaanya. Agak sulit posisiku, karena bagaimanapun Ferdy adalah client kami—aku dan Dita.
"Bisa hari Sabtu ini, nggak?"
Lha, katanya tadi aku saja yang tentuin waktunya, kok, ini malah dia yang putuskan sendiri? Bagaimana, sih?
"Hari Sabtu saya nggak bisa Mas, ada acara keluarga. Hari Jumat aja, ya, Mas. Gimana?" tawarku. Acara keluarga yang kumaksud adalah menemani Kak Arie dan Kak Lia menjenguk Rannu. Tidak mungkin kan aku menjelaskan itu pada Ferdy.
"Oh, oke. Jangan lupa Rannu di ajak, ya?" Duh, diingatkan lagi. Hatiku seketika tak menentu. Pasti tujuannya cepat mengajakku bertemu karena dia ingin melihat Rannu. Cara Ferdy mengucapkan nama Rannu, terasa berbeda di telinga. Seperti ada kerinduan yang tersirat di sana.
"Siap!" sahutku dengan nada tegas. Hanya kalimat singkat itu yang bisa kuucapkan. Kepalaku sudah mulai berpikir mengenai alasan keberadaan Rannu jika nanti Ferdy menanyakannya. Karena aku yakin, saat bertemu nanti, Rannu-lah yang akan pertama dicarinya.
Mendekati hari Jumat, waktu yang kami sepakati untuk bertemu, semakin membuatku gelisah. Aku mondar-mandir. Dari kamar ke dapur, ke ruang tamu, kemudian kembali lagi ke kamarku. Aku harus punya alasan yang tepat mengenai Rannu. Mama yang melihatku jadi heran dengan kelakuanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...