PACU #15 Dari Hati ke Hati

354 59 2
                                    


Ferdy melangkahkan kakinya lebar-lebar ke tempat aku berdiri. Dari jauh dia sudah tersenyum menatapku. Security yang berpapasan dengannnya, langsung menunduk memberikan hormat. Aku mengerutkan kening. Dari cara security itu, timbul pertanyaan dalam benakku. Benarkah mall ini milik Ferdy? Begitu tiba di dekatku, dia mengenali syal yang aku pakai.

"Itu syal yang dibuat Rannu, kan?" tanyanya melihat syal yang aku lilitkan di leherku. Aku memang tetap memakainya setelah kembali dari tempat Rannu.

"Iya, Mas."

"Lho, tadi jenguk Rannu? Kok, nggak info?" tanya Ferdy lagi.

Duh, apakah setiap aku menjenguk Rannu, aku wajib lapor padanya? Dia juga bebas, kok, menjenguk Rannu tanpa harus laporan padaku. Tentu saja pertanyaan itu hanya kusimpan dalam hati. Manalah mungkin aku mengeluh padanya.

"Iya. Mas. Tadi habis jenguk Rannu. Memang sengaja nggak info. Mas bisa ke sana tanpa bareng saya, kok." Terkadang aku juga butuh waktu untuk ngobrol dengan Rannu tanpa ada orang lain di antara kami. Semoga saja Ferdy bisa memaklumi. Walaupun kehadirannya memang berdampak yang cukup baik buat Rannu.

"Ya udah nggak apa, asal Rannu sehat aja. Terus, sekarang kamu di sini mau ngapain? Ada yang kamu butuhkan?"

"Beli buku sketsa, Mas. Punyaku sudah hampir habis. Jadi sekalian jalan aja, mumpung lagi di luar ini," kataku menjelaskan. Dia menggangguk.

"Desainnya sudah selesai?" tanya Ferdy lagi.

"Belum, Mas. Kalau sudah selesai, pasti saya info." Padahal sih, desainnya sudah selesai. Tak apalah, untuk kali ini aku berbohong padanya. Aku berusaha untuk membatasi interaksi dengan Ferdy. Aku harus menjaga kondisi Rannu, jadi aku juga harus menjaga hubungan baikku dengan Ferdy. Cukuplah dia sebagai clientku saja. Namun, firasatku mengatakan hubunganku dengan Ferdy sudah melebihi hubungan dengan client. Semoga ini hanya perasaanku saja, dan berharap tidak berkembang ke mana-mana. Dan memang tidak boleh melebarkan sayapnya. Kutegaskan hal tersebut dalam hati.

"Mas, kok, ada di sini?" tanyaku kemudian. Sepertinya dia tidak sengaja berada di sini, karena aku melihatnya seperti bagian dari tempat ini.

"Lagi lihat kerjaan aja, kok. San, kira-kira desainnya kapan selesai?" Ferdy terlihat tidak sabar dengan desain yang aku kerjakan. Apakah sudah mendesak dia membutuhkannya? Padahal itu masih konsep, belum aku buatkan detailnya. Masih panjang prosesnya.

"Dua hari lagi, kok, Mas. Sabar, ya."

"Kamu belum makan siang, kan? Yuk, kita masuk ke sana," kata Ferdy sambil menunjuk tempat makan fastfood yang berada tidak jauh dari tempat kami.

"Ntar aja di rumah, Mas. Aku sudah mau pulang," kataku. Yang ada, Ferdy malah menarik tanganku ke tempat makan. Terpaksa aku melingikutinya. Tidak lucu kalau kami tarik-menarik di tempat umum begini. Akan timbul salah kaprah orang yang melihatnya.

"Kelamaan kalau makan siangnya di rumah. Bentar aja, kok." Terpaksa aku mengikutinya. Beberapa pasang mata melirik ke arah kami dan itu membuatku risi. Aku berusaha menarik tanganku dan membuat Ferdy menoleh.

"Maaf," ucapnya kemudian melepas tanganku.

Saat kami mulai menikmati pesanan kami, aku bertanya, karena teringat ucapan dia sebelumnya.

"Mas, kerja di sini?"

"Iya," jawabnya singkat.

Aku masih ingin bertanya lebih lanjut, tetapi akhirnya kuurungkan. Bisa-bisa aku sampai sore jika terus-terusan mengobrol dengannya.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang