Arion mengantarku pulang setelah makan malam. Tadinya, aku sudah berniat pulang setelah memakan schotelnya yang super enak. Sepertinya, apa pun olahan tangannya selalu lezat. Dan aku merasa sangat beruntung memilikinya sebagai kekasih. Semoga dia tidak keberatan memilihku sebagai kekasihnya. Dengan kemahirannya itu, dia bisa saja membuka usaha kuliner. Namun, Arion bukan tipe pengusaha yang suka mengikuti tren. Saat ini, di mana-mana bermunculan tempat kuliner kekinian. Tempatnya pun tidak perlu besar, bisa dari kontainer bekas yang disulap jadi tempat ngopi, atau juga menjual makanan olahan seperti ayam dengan berbagai jenis bumbu, kebab, martabak atau lainnya. Seperti biasa, dia tidak akan pernah membiarkanku pulang tanpa menikmati masakannya untuk makan malam kami. Dia memang sangat memanjakanku saat aku berada di apartemennya. Sampai di rumah, Arion tidak langsung pulang, tetapi mengobrol dengan orang tuaku yang sudah lama kangen dengannya.
"Kok, baru mampir lagi, Nak Arion? Lagi sibuk kali, ya?" tanya Mama begitu melihatnya masuk di ruang tamu. Raut wajah Mama senang dengan kedatangannya. Matanya berbinar menatap Arion.
"Iya, Tante. Akhir-akhir lagi padet banget." Dia menyalami Mama, kemudian Papa dengan sikap hormat seperti biasa. Ini yang membuat Mama suka padanya. Papa juga demikian. Dia sudah diterima dengan baik di rumah ini. Kecuali Kak Dani tentu saja, yang belum pernah bertemu langsung dengannya.
"Nggak apa, punya kesibukan, tuh, harus disyukuri. Tapi tetap jaga kesehatan," nasihat Papa. Papa tersenyum hangat padanya.
"Iya, Om," jawabnya dengan sopan. Dia memang pandai mengambil hati orang tuaku. Semoga dia juga bisa menaklukkan Kak Dani. Menurutku, seharusnya dia bisa. Selain usianya yang lebih tua, biasanya para lelaki cepat nyambung kalau berbicara.
Aku pamit ke kamar untuk menaruh tas, mengganti pakaian dengan pakaian santai dan ke kamar mandi untuk mencuci muka yang tadi sudah habis dijelajahi bibir Arion. Aku sampai melihat bibirku yang untungnya tidak membengkak. Tadi, saat aku melepas blouse, aku sempatkan membuka bra dan berdiri di depan cermin, memperhatikan bagian dadaku yang tadi disentuh Arion. Kembali aku membayangkan telapak tangannya. Sensasi yang dia berikan tadi benar-benar melambungkan segala rasa. Kalau saja Ferdy tidak datang, aku tak tahu apalagi yang akan dia lakukan pada bagian dadaku. Mungkin saja dia akan menelusurinya dengan bibir dan lidahnya yang sangat aku sukai itu. Tak sadar, aku meremas bagian dadaku. Sebelum pikiran liarku mengembara, aku cepat bergerak ke kamar mandi. Astaga, mengapa aku jadi membiarkan hayalanku seperti ini? Seperti ada yang ingin menyeruak dari dalam diriku saat membayangkan perlakuan Arion di apartemennya tadi. Beberapa kali aku membasuh wajah agar keinginan itu lenyap.
Aku kembali ke ruang tamu dan mendapati Arion sudah mengobrol seru dengan Papa dan Mama. Setelah aku duduk, Arion berdeham. Tubuhnya dia tegakkan dan menatap Papa dan Mama dengan serius. Sikapnya seperti itu membuatku was-was. Jangan-jangan ada sesuatu yang akan diucapkannnya, wajahnya terlihat sangat serius.
"Om dan Tante, izinkan saya untuk menyampaikan info penting." Aku melotot menatapnya yang tentu saja tidak dilihatnya. Pasti yang akan dia sampaikan adalah status kami. Waduh, ini belum saatnya, pikirku. Mengapa dia buru-buru begini, sih? Walaupun Papa dan Mama senang dengannya, tetapi belum tentu Arion diterima. Berbagai macam pertanyaan menyerbu isi kepalaku.
"Info penting apa, nih?" Mama terlihat antusias. Papa biasa-biasa saja walau memasang raut wajah berminat dengan apa yang akan disampaikan Arion nanti. Aku deg-degan.
"Saya dan Sandri menjalin hubungan. Semoga Om dan Tante merestui." Kata-katanya diucapkannya dengan penuh penekanan. Tak ada rasa takut sama sekali yang kulihat pada wajahnya. Seperti inilah mungkin kalau aku mempunyai kekasih yang sudah matang usianya. Semua telah dia pertimbangkan sebelum menyampaikan info ini pada orang tuaku. Aku bersyukur Kak Dani tidak berada di rumah. Biasanya hari Sabtu begini, dia mengurus bisnis di luar pekerjaan tetapnya dengan teman-teman semasa kuliahnya. Entah apa tanggapannya kalau saja dia juga berada di ruangan ini. Aku tak berani melihat wajah orang tuaku. Aku bahkan merasa seperti sedang menunggu hasil sidang ujian akhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...