Aku masih di tempat Rannu ketika telepon Arion berdering di tengah keheningan kami menemani Rannu. Ferdy juga belum berniat balik ke kantor. Sepertinya dia masih senang menikmati suasana duduk di atas tikar, di bawah pohon rindang yang daunnya kadang bergerak mengikuti embusan angin, di tengah cuaca yang cukup sejuk sembari melihat kesibukan Rannu dengan rajutannya. Ketika aku menerima telepon dari Arion, Ferdy malah meringis. Entah apa yang terlintas di benaknya dengan ekspresinya seperti itu. Namun, aku yakin, dia masih belum menerima kenyataan tentang hubunganku dengan Arion. Dia masih terus berprasangka pada Arion. Memang akan sangat sulit mengembalikan kepercayaan dari perbuatan di masa lalu.
"Ya, Mas?" sahutku begitu panggilan telepon kuterima.
"Masih di tempat Rannu?" tanyanya di ujung sana. Suaranya sudah normal kembali tidak serak seperti kemarin, pertanda sudah baikan. Aku memastikan dia juga sudah masuk kantor. Tipe pekerja keras seperti Arion tidak akan membiarkan waktunya terbuang walau hanya sehari dan sakit pula. Sehari tidak memantau langsung para stafnya akan terasa ada yang kurang.
"Masih," jawabku singkat. Aku mendengar Ferdy berdecak begitu aku menjawab pertanyaan Arion. Dia pasti sudah menduga Arion menanyakan lokasiku saat ini. Sudah menduga dan tetap saja ikut campur. Ini yang tidak disenangi oleh Arion. Bagiku, tujuan Ferdy memang baik, tetapi Arion sangat tidak suka urusan pribadinya direcokin oleh saudaranya. Aku pun pasti juga seperti itu. Kak Dani sering bertanya saja aku sudah jengah. Tujuannya memang baik, sih, tetapi kalau terus-menerus pasti kesal juga.
"Mau aku jemput?" Arion bertanya kembali. Kulihat Ferdy sudah tidak tenang. Dia menggerakkan badannya lalu berdiri. Rannu hanya meliriknya sekilas dan melanjutkan kegiatannya.
"Nggak usah. Ini sudah mau balik, kok." Mungkin Arion lupa kalau aku ini tipe wanita yang tidak suka merepotkan pasangan untuk antar jemput. Aku ingat saat dia menawarkan kendaraan yang bertugas untuk mengantar dan menjemputku. Menurutku itu terlalu berlebihan. Aku tahu jalan dan juga bukan orang sakit yang ke mana-mana harus ditemani.
"Kamu ke kantor aja, baliknya aku yang antar." Maksudnya, tuh, ke kantor dia. Aku sebenarnya mau langsung balik untuk menyelesaikan pekerjaanku. Akan tetapi, kalau aku mengutarakan alasan ini pasti ada saja tanggapannya.
"Mas, masih ada kerjaan yang harus aku selesaikan. Aku pulang aja, ya?" Aku mencoba bernegosiasi. Namun, ada rasa kangen di hati.
"Kamu nggak kangen, ya, sama aku?" Duh, ditanya begini aku sudah tidak bisa mengelak lagi. Karena sejujurnya, aku juga kangen padanya. Baru kemarin kami bertemu, mengapa sudah kangen lagi, sih? Aku semakin bingung dengan diriku. Yang dulunya cuek dan hanya berkutat dengan pekerjaan, berganti menjadi tipe orang yang sangat peduli dan juga ingin diperhatikan. Perubahan yang sangat signifikan.
Aku berdiri dan agak menjauh dari Rannu dan Ferdy. Melihatku, alis Ferdy menukik tajam. Setelah yakin kalimatku tidak di dengar oleh mereka, aku menjawab pertanyaan Arion. "Ya, kangen juga, sih, Mas."
"Tuh, kan. Ke kantor aja, makanya," suranya terdengar berat mengisyaratkan kalimat tidak boleh dibantah. Aku menarik napas. Setelah berpikir sejenak, kuputuskan mengikuti keinginannya. Tak apa, mengunjunginya sebentar masih bisa kulakukan. Semalam gambar detail Ferdy juga sudah selesai. 3D-nya akan menyusul kukerjakan malam mini. Besok full aku mengerjakan tambahannya serta konsep desain milik Arion.
"Oke, tapi sebentar aja, ya, Mas?" tanyaku masih ingin melakukan negosiasi waktu berkunjung. Biar saja agar dia tahu aku juga harus bekerja. Jangan karena aku bekerja freelance begini, dia seenaknya memintaku menemuinya. Aku juga punya schedule dan urutan pekerjaan yang akan diselesaikan. Belum lagi jika project dari Pak Jo sudah mulai. Pasti waktuku akan sangat terbatas untuknya. Aku harus membagi waktu antara pekerjaan, menjenguk Rannu dan menemui Arion. Baru sadar, ada tiga prioritas utama dalam hidupku kini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...