PACU #16 Keraguan

346 60 4
                                    


Beberapa hari setelah kejadian saat aku bertemu Ferdy di mall, selalu muncul keraguan kala aku menerima telepon darinya. Aku juga meragukan diriku apakah mampu bertahan dengan kondisi seperti ini atau tidak. Jika boleh jujur, aku ketakutan. Wajah Rannu selalu membayangiku. Jika aku bertemu Ferdy, aku merasa sudah berkhianat pada Rannu. Padahal sampai saat ini tidak ada yang terjadi pada hubungan kami. Aku hanya merasa hubungan kami sudah melebihi dari hubungan kerja. Itu saja.

Aku menghalau pikiran aneh yang mulai menyergapku dengan berkonsentrasi pada desainku. Selain menyiapkan tiga alternatif konsep desain booth milik Ferdy, aku juga mempelajari gambar eksisting ruangan yang diberikan Ferdy padaku. Hari Jumat, seperti yang kujanjikan pada Ferdy, aku akan menemuinya untuk menyerahkan desain yang telah kubuatkan untuknya. Kalau saja boleh memilih, aku ingin mengirim via media pengiriman yang saat ini sudah banyak sekali tersedia, ada juga via pengiriman online yang dalam hitungan menit sudah bisa diterima yang bersangkutan. Akan tetapi, Ferdy sudah meminta untuk menemuinya secara langsung di kantor. Juga masih ada beberapa hal yang perlu aku jelaskan mengenai desain padanya.

Aku sudah bersiap menuju kantor Ferdy. Dokumen telah kusimpan dengan rapi. Seperti biasa, aku menggunakan ojek online agar bisa datang tepat waktu. Aku tidak memberitahunya lagi saat menuju ke kantornya karena kupastikan dia telah menungguku. Pukul sebelas tepat aku sudah tiba di mall dan langsung menuju ke ruangan Ferdy. Baru saja hendak mengetuk pintu, pintu itu sudah terbuka dan Ferdy tersenyum menyambutku. Sepertinya dia melihat kedatanganku melalui monitor cctv yang ada di samping meja kerjanya. Aku sudah mempertimbangkan untuk menghindari berbelanja di tempat ini, karena akan terpantau cctv. Padahal mall ini salah satu tempat berbelanja favoritku. Tak apalah, daripada harus bertemu Ferdy.

"Siang, Mas," sapaku saat dia membuka pintu.

"Siang, Sandri. Masuk yuk." Dia mempersilakanku masuk lebih dulu, kemudian Ferdy menutup pintu di belakang punggungnya dan duduk di sofa yang berada tepat di depanku. Sudah ada minuman dingin di atas meja dan makanan ringan. Sepertinya dia sudah mempersiapkannya sebelum kedatanganku.

"Ini tiga alternatif konsep desainnya, Mas," kataku sembari menyerahkan binder berwarna biru. Dia mengambilnya, kemudian memperhatikan lembar demi lembar konsep desain yang kubuat. Aku menunggu dengan cemas tanggapannya. Melihat ekspresinya pada lembaran yang dibukanya tersebut, aku yakin, Ferdy cukup puas dengan hasilnya. Namun, tetap saja aku menanti dengan gugup bibirnya mengucapkan sesuatu.

"Wah ..., saya sampai bingung milihnya. Bagus semuanya. Kamu hebat Sandri. Makasih ya," ujar Ferdy dengan senyum lebar. Aduh ..., aku sampai tahan napas melihat senyumnya yang begitu menawan. Pikiranku mulai ke mana-mana. Untuk sementara aku hilang arah. Ya Tuhan, tolonglah hamba-Mu ini. Fokus Sandri! hardikku pada diri sendiri.

"Sandri?"

"Ehh ..., ya, Mas?" Astaga kenapa aku sampai begini? Aku merutuk dalam hati. Bisa-bisanya aku terpaku melihatnya.

"Kamu kenapa? Minum dulu, deh." Ferdy bingung melihat perubahan di wajahku. Aku berharap semoga tidak ada pikiran aneh dalam kepalanya. Terburu aku menandaskan minuman yang telah tersedia untuk menghilangkan rasa gugup yang mendera.

"Mas pilih alternatif yang mana?"

"Saya lihat-lihat dulu, ya. Untuk saat ini saya belum bisa putuskan, habis desain kamu bagus-bagus, sih. Beri waktu saya beberapa hari."

"Baik, Mas. Mas wa ke saya aja kalau sudah ada desain yang dipilih. Setelah itu akan saya buatkan detailnya." Tadinya aku berharap dia bisa langsung memilih agar aku bisa langsung diskusi untuk prosedur berikutnya. Ternyata, pria dengan senyum yang menawan itu masih ingin mempertimbangkannya. Aku ikut saja apa yang sudah diputuskannya. Sekali lagi, dia client potensial kami, sehingga aku harus menjaga hubungan baik ini.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang