Masih teringat terus di kepala kalimat Arion yang mengajakku menikah. Gila saja, kami baru beberapa hari menjalin hubungan sebagai pasangan kekasih dan juga belum mengenal keluarganya, kecuali Ferdy. Dia memang tertutup pada keluarganya, tetapi setidaknya aku diperkenalkan pada ayah dan ibunya. Ini wajib kalau kami akan menikah. Kak Dani juga belum bertemu dengannya. Apa katanya nanti kalau tahu Arion datang ke rumah dan melamarku? Mengetahui aku pacaran dengan Arion saja dia sudah mengajakku berdebat. Tanggapan dari Ferdy juga perlu kuwaspadai. Bisa saja dia tidak setuju. Begitu juga dengan Kak Arie. Kepalaku jadi berdenyut. Belum lagi memikirkan perlakuannya tadi saat kami berbaring di sofa. Ini yang mungkin mendorongnya ingin menikahiku secepatnya. Dia tidak bisa mengendalikan dirinya saat berada di dekatku dan aku pun tak bisa mencegahnya. Dia sangat suka menyentuhku dan aku juga merindukan sentuhannya. Tubuh kami seperti magnet yang saling menarik begitu berdekatan.
Bisa gila kalau aku terus memikirkannya. Bergegas aku bergerak membersihkan tubuh ke kamar mandi dengan tekad, setelah mandi aku harus berkonsentrasi penuh untuk menyelesaikan desain untuk Ferdy dan Arion. Tak bisa kutunda lagi, desain itu harus kuselesaikan sebelum sibuk dengan project dari Pak Jo. Untunglah, Arion bisa mengerti dengan keputusanku menerima pekerjaan dari pria yang tidak disukainya itu. Rencanaku setelah project dari Pak Jo selesai, aku akan menerima tawaran pekerjaan dari Arion. Semoga saja Rannu semakin membaik dan cepat keluar dari rumah sakit agar aku bisa fokus dengan pekerjaanku dan mempertimbangkan untuk menerima pekerjaan tetap. Besok pagi, aku akan menjenguknya kembali seperti rutinitasku setiap hari Rabu.
Sudah jam satu dinihari dan belum ada tanda-tanda kantuk menyerang. Gambar detail untuk Ferdy akhirnya berhasil kuselesaikan. Memang tinggal penyempurnaan saja, hanya aku butuh waktu lama untuk menyelesaikannya agar benar-benar tak ada lagi yang kelupaan. Kadang saat membuat gambar detail dengan terburu-buru, ada saja kekurangannya. Aku tak ingin kejadian itu terulang karena akan menyulitkan dalam aplikasinya di lapangan. Untuk alternatif konsep desain buat Arion akan kuselesaikan besok setelah kembali dari menjenguk Rannu. Kalau itu selesai, lanjut dengan mempelajari data yang diberikan Pak Jo. Segera aku mematikan laptop, merapikan kertas yang berhamburan di meja kerja, membuang beberapa yang sudah tak kubutuhkan lagi ke tong sampah. Aku harus tidur agar besok pagi tidak kesiangan pergi ke tempat Rannu.
***
Aku sudah bersiap di dapur membantu Mama mengolah makanan buat Rannu. Masih pagi, tapi Papa dan Kak Dani ternyata sudah berangkat ke tempat aktivitasnya. Baguslah kalau tidak ada Kak Dani. Sekarang aku selalu menghindar dari Kak Dani karena malas ditanya macam-macam. Kak Dani kalau bertanya, tuh, tipe runut dan menuntut jawaban yang detail. Capek meladeninya. Ada satu perubahan padanya kala melihatku akan berangkat pagi. Dia selalu menawarkan jasa mengantarku. Kebiasaan yang dulunya sangat mustahil dia lakukan. Karena hubunganku Arion, dia jadi berubah. Aneh juga.
Setelah terbangun tadi, aku mengirim pesan menanyakan kondisi Arion. Syukurlah, dia sudah baikan. Aku memintanya beristirahat dan jangan memaksakan diri ke kantor dan dia mengiakan. Tak lupa aku memberitahunya jika hari ini aku akan menjenguk Rannu. Aku teringat permintaan Arion saat dia terbangun kemarin. Dirinya minta dipeluk dan aku langsung mengabulkannya. Baru tahu ada lelaki yang selalu tampak percaya diri, punya sikap yang keras ternyata bisa bermanja-manja juga. Bibirku tersenyum.
"Kok, senyum sendiri?" tanya Mama yang melihatku tersenyum tanpa sebab. Aku tersadar seketika. Pasti Mama menganggap sikapku aneh.
"Ingat kejadian lucu aja, kok, Ma," jawabku tanpa merinci jenis kejadiannya. Bisa gawat kaau Mama sampai tahu apa yang ada di kepalaku saat senyum tadi. Pasti dia akan memberiku wejangan panjang lebar. Mama memang memberiku kebebasan dan kewajibanku menjaga amanah ini dengan baik. Hanya saja saat berada di dekat Arion semua petuah, aturan dan norma seperti raib ke mana. Aku selalu menyukai setiap sentuhannya di tubuhku. Caranya yang sangat lembut saat menyentuhku membuat tubuhku secara otomatis meresponsnya.
Makanan untuk Rannu pun siap dan setelah membiarkan sebentar agar uap panas lenyap, aku memasukkannya ke wadah sekali pakai. Untuk makanan dan minuman ringan, balik dari tempat Arion kemarin, aku sudah membelinya. Aku lalu menaruh semuanya ke tote bag dan ke kamar untuk mandi. Tidak membutuhkan waktu lama, aku sudah siap di depan teras menunggu ojek online yang telah kupesan. Sepuluh menit kemudian, ojek yang kupesan telah tiba di gerbang. Sekali lagi aku pamit ke Mama dan bergegas membuka pintu pagar. Abang ojek memberikan helm dan mengambil tote bag untuk ditaruh di bagian depan. Setelah siap, kami pun meluncur menuju ke rumah sakit tempat Rannu dirawat.
Tiba di tempat Rannu, saat aku memasuki lobi, Kak Ika menyambutku. Hari ini Kak Ika giliran shift pagi.
"Halo, Sandri. Kayaknya lama, ya, kita nggak ketemu," sapanya dengan ramah. Memang akhir-akhir ini aku tidak bertemu Kak Ika saat menjenguk Rannu.
"Iya, tuh, Kak. Shift-nya malam terus, ya?"
"Kebanyakan shift malam memang untuk beberapa minggu ini." Kak Ika mengajakku duduk sebentar di sofa yang terletak di sudut lobi, tidak jauh dari counter resepsionis. Aku sangat jarang duduk di sana kalau datang karena langsung masuk menuju taman tempat biasanya Rannu berada.
"San, kemarin Rannu diserang sakit kepala, sampai menjerit-jerit dia," kata Kak Ika setelah kami duduk. Tentu saja aku terkejut mendengarnya. Bahuku terkulai. Ya Tuhan, dia belum sembuh, mengapa ada penyakit yang lain lagi? Aku sangat berharap sakitnya kali ini tidak mengkhawatirkan.
"Oh, ya, Kak? Kenapa aku nggak diinfokan? Terus kondisinya sekarang gimana, Kak?" Pertanyaanku yang beruntun ditanggapi dengan tenang oleh Kak Ika. Mungkin agar aku tidak cemas. Padahal aku menginginkan Rannu secepatnya pulih.
"Sudah malam San, aku nggak mau mengganggu istirahat kamu. Rannu sudah diberi obat, kok. Sakitnya sudah reda. Tapi saran dari Dokter Firdaus, kepala Rannu baiknya di CT scan untuk memastikan tidak ada trauma di kepalanya. Dokter Firdaus telah menyampaikan ini ke kakaknya Rannu, Dokter Nita, dan beliau setuju." Aku lega mendengar ucapan Kak Ika. Setidaknya Rannu sudah tidak sakit kepala lagi. Terkadang aku berpikir, selain Kak Arie, apakah Kak Febby dan Kak Nita juga rutin menjenguk Rannu? Aku selalu melihat mata Rannu yang sangat merindukan keluarganya. Setiap aku datang menjenguknya, dia selalu memelukku erat.
"Kak, tolong info hasilnya nanti, ya?" pintaku pada Kak Ika. Aku jadi teringat benturan di kepalanya karena ulah Kak Lia. Apa mungkin efeknya baru terasa sekarang? Semoga Kak Arie juga mengetahui info yang tadi disampaikan Kak Ika. Aku pastikan dia akan lebih marah lagi pada Kak Lia. Rasa bersalah telah meninggalkan Rannu di Bandung dulu kembali menyergap diriku. Selalu seperti itu ketika ada info buruk mengenai kondisi Rannu.
"Rencana CT scannya hari Senin. Begitu hasilnya keluar, aku infoin," janji Kak Ika. Apa pun yang berhubungan dengan kesehatan Rannu wajib kuketahui. Aku merasa telah menjadi bagian dari dirinya. Memang kami berkeluarga, tetapi tidak ada yang sedekat ini dengan Rannu selain aku.
Aku pamit pamit pada Kak Ika menuju tempat Rannu. Setelah berkali-kali menjenguk Rannu, aku sudah tidak didampingi oleh Kak Lia atau perawat lainnya. Kondisi Rannu juga sudah mulai membaik, jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan. Yang tersisa memang hanya rasa traumanya jika melihat Kak Lia. Namun, sejak Kak Arie mengetahui perlakuan Kak Lia pada Rannu, mulai saat ini, info dari Mama, Kak Lia tidak pernah lagi datang ke Jakarta.
Dari arah koridor aku sudah melihat Rannu duduk di atas tikar di bawah pohon yang dahannya cukup untuk menaungi selebar tikar yang digelarnya di atas rumput. Dan seperti biasa, dia menunduk, sibuk menekuri bahan rajutannya. Hari Senin kemarin, aku memposting syal yang pernah diberikan padaku. Beberapa teman di media sosialku ada yang menanyakan di mana aku membelinya. Dengan bangga aku menginfokan jika syal itu adalah hasil handmade Rannu. Malah ada yang berminat membelinya. Dari dulu aku selalu yakin, di balik kelemahannya, Rannu memiliki keistimewaan.
*****
Jakarta; February 14, 2022
Semoga Rannu baik-baik saja.
Sandri bakalan sedih dan itu bisa saja berpengaruh pada pekerjaan juga hubungan pribadinya.
Happy Valentine, ya.
Sharing your love and kindness.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...