Setelah Rannu menjalani CT scan, aku dan Ferdy tidak langsung pulang, melainkan menemaninya makan siang. Ferdy memesan makan siang via online. Setelah memastikan Rannu tenang, aku dan Ferdy pamit. Tadinya dia masih berat melepaskan kami, karena efek obat yang diminumnya membuatnya mengantuk, akhirnya Rannu mengizinkan kami pulang. Setidaknya kami pulang dengan hati yang sedikit lega karena cedera di kepala Rannu tidak berat. Walau demikian, bertambah lagi beban pikiran di kepalaku. Aku hanya bisa berharap Rannu sabar menjalaninya dan cepat pulih seperti sedia kala.
Ferdy bersikeras mengantarku pulang, yang aku tolak karena akan mampir di swalayan untuk membeli bahan makanan persiapan makan malam di hari Rabu. Aku akhirnya mengizinkan untuk mengantar sampai di swalayan saja. Selama dalam perjalanan menuju swalayan kami lebih banyak diam, larut dalam berbagai pikiran yang menghantui kami. Dan yang pasti, salah satunya adalah memikirkan cedera kepala traumatik Rannu. Aku meliriknya sejenak. Hari ini aku melihat Ferdy sedikit berbeda dari hari sebelumnya. Rasa pedulinya pada Rannu meningkat berkali lipat. Aku sangat yakin, dia ingin sekali membawa Rannu berobat ke tempat yang lebih baik. Namun, dia juga tidak bisa mengambil tindakan itu mengingat hubungannya dengan Rannu belum ada ikatan resmi. Seandainya mereka menikah, aku pastikan Ferdy akan membawa Rannu berobat sampai ke luar negeri.
"San, kalau saya ketemu keluarga Rannu dan memintanya kembali seperti dulu, pendapatmu gimana?" tanyanya tiba-tiba dan mengakhiri keheningan di antara kami. Pertanyaan yang sudah lama kurahapkan sebenarnya. Aku ingin Rannu cepat-cepat bersama Ferdy, membina rumah tangga yang dulu batal.
"Mau bertemu Tante Elis atau Kak Arie, Mas?" Dia melirikku sejenak mendengar pertanyaanku, lalu kembali mengalihkan tatapannya ke jalan.
"Keduanya kalau bisa. Setelah kunjungan Opa ketemu orang tua kamu, saya berencana bertemu mereka." Hatiku menghangat, sangat bahagia mendengar keinginannya. Kalimat itulah yang selalu kuharapkan demi masa depan Rannu.
"Ada baiknya telepon Kak Arie, ya, Mas. Infokan niat baik Mas ini. Ntar saya share nomornya. Untuk Tante Elis, biar saya yang ngomong. Semoga kali ini mereka menerima Mas." Tentu saja aku juga mengharapkan demikian. Kejadian masa lampau itu semoga tidak terulang. Seharusnya keluarga Tante Elis melihat perubahan pada Ferdy dan memberikan kesempatan padanya sekali lagi.
"Thanks San. Semoga kali ini mereka tidak menolak saya lagi," harapnya. Aku pasti doakan niat baiknya dikabulkan Tuhan.
Ferdy menurunkan aku di swalayan yang terletak di Senayan dan berpesan untuk berhati-hati. Dia masih saja menawarkan menunggu dan mengantarku pulang. Tentu saja aku bersikeras menolaknya. Ini sudah siang dan pastinya masih banyak kerjaan yang harus dia selesaikan. Begitu kakiku melangkah masuk swalayan, dering ponsel menghentikan sejenak kegiatanku. Aku mengambil ponsel di dalam tas dan menuju tempat duduk yang terletak di samping pintu masuk. Nama yang tertera di layar membuatku tersenyum.
"Masih di tempat Rannu? Gimana hasil CT scan-nya?" tanyanya saat aku menggeser tanda hijau di layar.
"Sudah di swalayan, kok, Mas. Ada cedera di kepala Rannu. Nggak berat, sih. Tapi, aku tetap sedih, Mas," ucapku seolah ingin berbagi bebanku padanya.
"Swalayan mana?" Arion tidak menanggapi ucapanku malah menanyakan lokasiku saat ini. Apa dia akan menyusulku?
"Di Senayan, Mas. Nggak usah nyususl ke sini, ya? Masih jam kerja, lho," aku memperingatinya. Walau aku yakin, dia akan tetap menyusulku ke tempat ini. Tanpa aku sebutkan pun dia pasti sudah mengetahui lokasiku.
"Ya udah, tunggu di situ," katanya lalu memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu tanggapanku. See, dia akan tetap menyusul. Mungkin aku harus cari cara untuk mencegah kebiasaannya yang ini. Aku melangkah masuk ke swalayan, mengambil trolley dan mulai menyusuri area tempat sayuran dan buah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...