PACU #58 Menyampaikan Niat Keluarga Arion

292 45 4
                                    


Kepalaku sudah mulai berasap sepertinya. Belum memikirkan CT scan Rannu, aku juga harus memikirkan atau dipaksa memikirkan pernyataan opanya Arion yang meminta kami menikah bulan depan. Astaga! Bulan depan? Itu berapa hari lagi, ya? Mendadak aku blank menghitung jumlah hari. Niatku untuk menyelesaikan desain untuk Ferdy jadi berantakan. Aku tidak bisa konsen. Padahal desainnya kutargetkan selesai hari ini. Aku juga belum menyentuh dokumen dari Pak Jo. Lalu kuputuskan untuk berbaring sejenak. Lama-lama aku bisa gila kalau begini.

Sembari berusaha merilekskan tubuh, kupandangi langit-langit kamarku. Perkataan opanya Arion berusaha kutepis jika mulai hinggap di kepala. Aku hanya berkonsentrasi memikirkan desain yang harus kuselesaikan. Setelah berusaha keras, semangatku untuk menyelesaikan pekerjaan kembali timbul. Aku bergegas bangun dan berderap ke meja kerja. Kubuka kembali program 3D Max di laptop dan berkonsentrasi penuh untuk menyelesaikan desain punya Ferdy. Dari pagi, setelah beres-beres rumah dan membantu sebentar Mama di dapur, aku duduk di depan laptop dan akhirnya gambar 3D yang kubuat selesai menjelang sore. Makan siang sampai terlewat saking asyiknya berkutat dengan desain. Aku mematikan laptop, lalu melemaskan sejenak otot-otot tangan yang terasa kaku kemudian ke luar kamar mencari makanan di dapur. Perutku sudah minta diisi. Sudah sore, tetapi saat aku keluar dari kamar tadi, tidak kutemukan siapa-siapa di ruang tengah. Mungkin Papa sama Mama masih beristirahat dan Kak Dani pasti lagi di kamarnya main game. Hari libur kali ini, semua anggota keluarga berada di rumah. Sambil membawa piring yang sudah berisi nasi dan lauk dari dapur menuju meja makan, aku berpikir, mungkin hari ini saat yang tepat untuk memberitahu orang tuaku mengenai permintaan Opa.

Sembari menikmati makananku di meja makan, aku memikirkan kata-kata yang nanti akan kusampaikan pada orang tuaku. Kira-kira mereka setuju atau tidak, ya? Aku sudah mulai menduga-duga tanggapan dari mereka nanti. Bagaimana kalau mereka menolak? Memang Papa sama Mama menyukai Arion, tetapi kalau menikah, kan, belum tentu. Bisa saja mereka minta aku berpikir atau mengatakan kalian baru saja jadian baiknya saling mengenal lebih jauh dulu. Kalau sudah begitu, aku harus bagaimana? Sementara, Opa meminta kami menikah bulan depan? Aduh, kepalaku berdenyut. Dan hatiku mulai berdegup kala pintu kamar yang berada di samping meja televisi terbuka.

"Lho, baru makan siang? Jangan keseringan telat kalau nggak mau sakit," nasihat Mama begitu melihatku di meja makan.

"Iya, Ma." Aku keasyikan menggambar tadi dan tanggung untuk ditinggalkan. Kadang kalau sudah asyik, aku sering melewatkan jam makan.

"Ma, ada yang mau aku sampaikan." Tadinya Mama hendak ke dapur, tetapi mendengar ucapanku dia berbalik dan duduk di seberang meja makan tepat berhadapan denganku.

"Ada apa? Mengenai Rannu, ya?" tebak Mama.

"Selain Rannu, ada yang lain juga." Aku mengambil jeda sejenak, menenangkan hatiku dan melanjutkan ucapanku. "Hari Senin, Rannu akan menjalani CT scan. Ini permintaan dokter setelah Rannu sakit kepala sampai menjerit-jerit. Info dari Kak Ika, Kak Nita sudah setuju."

"Oh, ya? Apa luka di kepalanya itu penyebab sakit kepalanya?"

"Belum bisa dipastikan, sih, Ma. Kita tunggu hasil CT scannya aja."

"Semoga nggak ada yang serius. Kasihan dia," ujar Mama penuh rasa prihatin. Siapa pun yang mengetahui latar belakang Rannu pasti akan merasa prihatin dan sedih. Diam-diam aku memperhatikan Mama. Dulu, kalau ada hal yang akan kusampaikan, kadang aku membaca raut wajahnya. Biasanya kalau ada yang sedang Mama pikirkan, wajahnya terlihat serius dan keningnya berkerut. Mode Mama kala seperti itu, aku tidak berani mengutarakan apa pun padanya. Khawatir jadi tempat pelampiasan kekesalannya. Saat ini, aku melihat raut wajahnya tenang. Ada baiknya aku memanfaatkan momen ini menyampaikan niat keluarga Arion.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang