PACU #17 Dipaksa Bertemu

363 58 0
                                    


Hari Sabtu pagi aku mengunjungi Rannu. Aku memang tetap rutin menjenguknya dan tanpa info ke yang lain. Selalu kuluangkan waktu bersamanya minimal dua jam dan berakhir dengan makan siang. Aku membawakan pakaian yang kubelikan untuknya dengan harapan Rannu menyukainya. Selain itu, aku juga membawakannya beberapa makanan ringan dan minuman serta makan siang kami. Saat aku datang, dia sangat gembira melihatku. Aku tentu sangat bersyukur melihat perkembangan kondisinya yang sudah jauh membaik. Bukan aku lagi yang datang menghampirinya, karena saat aku berjalan di koridor menuju taman yang biasanya menjadi tempat Rannu, langkahnya gegas menghampiriku.

"Sandri ...." Langkahnya hampir saja tersandung grill gutter, pembatas antara koridor dan taman. Wajahnya terlihat ceria.

"Halo, Rannu. Gimana kabarnya hari ini?"

"Baik. Sandri bawa apa?" tanyanya sambil menunjuk paper bag yang aku bawa. Dia tampak antusias sekali. Ditariknya tanganku menuju bangku taman. Di situ sudah ada peralatan rajutannya. Sepertinya Rannu tadi sedang merajut. Kalau aku perhatikan, dia sedang membuat dompet. Keterampilannya memang makin berkembang. Setelah kami duduk, aku menyodorkan paper bag padanya. Rannu langsung membukanya dan menjerit tertahan saking senangnya. Ya Tuhan, setelah sekian lama, akhirnya aku melihat lagi keceriaan di wajahnya.

"Ini buat Rannu?" tanyanya dengan mata berbinar. Aku mengangguk. Rannu langsung memelukku sembari mengucapkan terima kasih. Rasa terharu seketika menyeruak, tetapi berusaha kutahan tangis yang akan keluar. Jika denganku, Rannu terlihat sudah normal. Aku sangat berharap dengan lainnya pun dia juga bisa bersikap seperti itu. Walau aku ragu, karena sebulan setelah peristiwa hari Sabtu bersama Kak Arie dan Kak Lia, keduanya belum pernah lagi menjenguk Rannu. Tante Elis pun demikian. Lalu bagaimana dengan Ferdy? Apakah pria yang masih menyimpan dengan baik cintanya itu, juga tidak pernah lagi mengunjungi Rannu?"

"Ferdy datang jenguk Rannu, nggak?" tanyaku dengan suara pelan, khawatir akan respons Rannu.

"Nggak pernah." Aku terkejut dengan jawaban Rannu. Rasa kesal menyergapku. Berarti setelah kejadian sebulan yang lalu itu, dia tidak pernah lagi menjenguk Rannu. Apa ini berarti Rannu sudah tidak ada di hatinya? Lalu, yang dia ucapkan jika hanya Rannu-lah yang dia cintai itu, maksudnya apa? Tak sadar tanganku mengepal. Aku marah, tetapi aku bisa apa. Aku tidak punya hak untuk menagih ucapannya. Mereka tidak terikat apa pun. Jadi, wajar saja Ferdy tidak punya tanggung jawab pada Rannu. Rasa sedih menyerangku melihat Rannu.

"Ferdy mungkin sibuk Rannu. Kalau nggak, pasti dia datang jenguk Rannu, kok." Aku hanya bisa menghiburnya dengan kata-kata. Rannu sudah kembali asyik dengan rajutannya sambil sesekali tanganya mengambil makanan ringan yang kubawakan untuknya. Kami lalu mengobrol diselingi tawa. Setelah itu kami makan dengan bekal yang aku bawa tadi. Jika memang Ferdy sudah melupakan Rannu, tidak mengapa. Aku hanya ingin Rannu sembuh dan bisa melanjutkan hidupnya seperti semula. Itu yang terpenting.

Ponsel di dalam tasku berdering. Aku enggan mengambilnya dan lebih memilih melihat keasyikan Rannu merajut. Tangannya dengan lincah meliuk-liukan hakpen. Info dari Kak Ika, Rannu cepat paham diajari keterampilan ini. Ponselku kembali berdering. Aduh, siapa juga yang tak hentinya menelponku, padahal aku sudah mengabaikannya. Daripada terganggu dengan nada deringnya, aku mengambil ponsel dari dalam tas dan terkejut melihat nama yang tertera di layar. Arion? Duh, baru juga bertemu sekali sudah main telepon saja. Terbit rasa ragu menjawab teleponnya.

"Telepon dari siapa, Sandri?" Rannu mungkin bingung melihatku yang tidak menjawab telepon. Mataku hanya nanar memandangi ponsel ditanganku.

"Dari teman. Sebentar, ya." Aku agak bergeser agar Rannu tidak terganggu dengan pembicaraan kami. Begitu aku menggeser warna hijau pada layar, suara berat itu langsung menyambutku.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang