PACU #79 Hari Bersejarah Rannu

626 54 0
                                    

Tersisa lima hari lagi pernikahanku digelar. Info dari Arion, keluarganya sudah booking tempat di Pacific Place untuk acara nanti. Mendengarnya, perutku mulas. Bisa banget, ya, keluarganya booking tempat mahal dengan rentang waktu yang tidak cukup sebulan. Padahal yang aku tahu, tempat resepsi sekelas hotel bintang tiga aja butuh berbulan-bulan untuk reservasi. Apakah keluarganya punya saham di tempat itu, mengapa bisa cepat? Akan aku tanyakan nanti ke Arion. Yang kubayangkan saat ini adalah menghadapi ribuan tamu undangan. Dari keluargaku tidak seberapa, tapi keluarga Arion yang banyak. Udangan untuk kolega opanya saja sudah ratusan. Aku hanya mengundang Dita, Pak Jo dan beberapa teman kuliah yang masih sering berhubungan denganku. Khusus undangan untuk Pak Jo, hampir saja Arion menghapusnya. Setelah mendengar penjelasanku dengan dibantu ibunya, Arion akhirnya bisa menerima. Bisa saja aku tidak mengundang Pak Jo, tetapi dia client kami saat ini. Rasanya tidak sopan saja kalau sampai aku tidak mengundangnya. Apalagi aku pernah memberitahunya kala menerima telepon Arion di ruang kerjanya. Entah apa yang terjadi nanti saat mereka bertemu. Semoga saja selama resepsi nanti aku kuat berdiri, menyalami satu per satu tamu kami.

Kualihkan pikiranku untuk hari Kamis. Tadi aku menelpon Rannu dan menanyakan kesiapannya. Jawabannya cukup santai untuk meyakinkan diriku kalau dia dan keluarganya sudah siap menerima kedatangan Ferdy. Aku sudah tenang mendengar penjelasan Rannu. Di hari pernikahanku nanti, aku sudah menetapkan Rannu sebagai bridesmaid. Sementara groomsmen Arion adalah Ferdy. Pilihan yang tepat, karena aku pastikan Opa saat berkunjung hari Kamis nanti di rumah Tante Elis akan langsung menentukan hari pernikahan mereka. Aku tidak sabar melihatnya dan kupastikan keluarga Rannu akan menerimanya tanpa sanggahan. Untuk kali kedua Ferdy melamar Rannu, dan semoga yang kedua ini berhasil.

Sekarang aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, luluran seperti perintah Mama, minum vitamin padahal aku tidak sakit. Aku heran, kondisi tubuhku lagi bagus-bagusnya karena sudah tidak begadang, tetap diminta minum vitamin. Tadinya aku mau abai saja, tetapi kedua ibunya Arion serta Mama selalu mengecek apakah aku minum vitaminnya atau tidak. Jadi daripada mereka ribut, aku menurut saja apa yang diperintahkan. Efeknya memang terasa, sih, tubuhku jadi lebih segar dan tidak mudah capek. Bisa saja tujuan para ibu agar aku kuat selama resepsi berlangsung.

Hari bersejarah Rannu pun tiba. Arion akan menjemput dan kami berkumpul di rumah Opa berangkat bareng dari sana ke rumah Tante Elis. Seperti saat bertandang ke rumah, Opa juga akan tiba jam tujuh tepat di rumah Tante Elis. Aku tidak tahu, apakah kali ini Opa minta disiapkan makan malam atau tidak. Maka sejak jam lima aku mulai bersiap. Aku tidak menghabiskan waktu berjam-jam di meja rias untuk dandan, tapi alangkah baiknya jika Arion tiba nanti aku sudah siap. Dan benar saja, jam lima lewat seperempat dia sudah tiba. Setelah berpamitan, kami meluncur ke rumah Opa.

"Kangen," satu kata meluncur dari bibirnya begitu kami sudah di jalan. Tangan kirinya meraih tanganku, meremasnya dengan lembut. Karena sibuk menyiapkan ini itu, beberapa hari ini kami jarang bertemu. Hanya teleponan sebentar sebelum beristirahat yang rutin kami lakukan untuk melepas kerinduan.

"Sama, Mas." Tangannya semakin kuat meremas tanganku seolah ingin melampiaskan rasa rindunya. Tahan, sebentar lagi kami tidak akan terpisahkan.

Tiba di rumah Opa, kami masuk sebentar dan tak lama keluar kembali karena keluarga lainnya juga sudah tiba. Info dari Arion, opanya adalah orang paling on time sedunia. Jadi jangan harap ada yang telat kalau tidak ingin diberi kata-kata mutiara dari Opa mengenai pentingnya menghargai waktu. Ada empat mobil beriringan keluar dari rumah Opa bergerak ke rumah Tante Elis. Tiba di sana, di depan teras kami sudah disambut Kak Arie. Senyumnya mengembang sempurna kala kami masuk. Opa duluan, disusul Ferdy dan papanya. Selanjutnya Mama dan Ayah, kemudian Ibu dan Temi, terakhir aku dan Arion. Hal yang berbeda dilakukan Kak Arie saat aku menyapanya. Dia memelukku hangat, mengusap sebentar punggungku dengan lembut lalu menarikku masuk ke ruang tamu. Di ruang tamu, sudah ada Tante Elis, Kak Feby dan Kak Nita serta Rannu. Wajah-wajah mereka tampak jelas bahagia menerima kedatangan kami. Rannu sangat cantik hari ini dengan dress berbahan lace selutut berwarna hijau tosca yang dikenakannya. Lalu, mulailah Opa berbicara dengan suara baritonnya yang intinya menyatakan niat baik Ferdy pada Rannu. Semua yang ada di ruang tamu menatap serius pada Opa. Tak ada yang berani menyela, di ruang itu hanya suara Opa yang terdengar. Aku melirik Rannu yang juga menatap Opa dengan serius. Setelah Opa selesai berbicara, giliran Kak Arie yang berbicara mewakili keluarga dan mengatakan mereka menerima niat baik tersebut. Semua menarik napas lega. Aku terharu. Apa yang kuinginkan selama ini, akhirnya bisa terwujud.

Acara selanjutnya ngobrol-ngobrol sembari menikmati suguhan tuan rumah dan tidak lama kami pun kembali. Tidak ada acara makan malam seperti saat keluarga Arion berkunjung ke rumah. Mungkin karena Arion pandai memasak jadi Opa harus menguji masakan calon istri cucu pertamanya. Ini dugaanku saja. Tadi juga Opa tidak bertanya macam-macam ke Rannu seperti aku dulu. Kalau aku banding-bandingkan, suasananya lebih tegang saat mereka datang ke rumah. Mana ada acara khusus juga dari Kak Dani pula. Di sini, hanya obrolan yang tidak banyak menimbulkan raut wajah berkerut, tanya jawab seolah mau melamar pekerjaan. Suasananya malah lebih hangat.

Ferdy ikut di mobil Arion, yang saat berangkat tadi dia ikut di mobil ayahnya. Kali ini Ferdy sengaja tidak membawa kendaraan. Ada sedikit perdebatan saat Arion memaksaku ikut ke apartemen.

"Mas, seharusnya kalian nggak boleh ketemu, lho. Ini malah mau ajak Sandri lagi ke apartemen," tegur Ferdy pada Arion.

"Tapi gue sudah berapa hari ini hanya teleponan saja sama Sandri. Gue kangen," ujarnya nyaris putus asa. Terkadang kalau Arion sudah merajuk begini aku suka kasihan, tidak tega melihatnya. Aku ingin memeluknya, kondisnya yang tidak memungkinkan.

"Sabar Mas, sisa dua hari lagi," aku menambahkan. Mukanya cemberut menatap jalanan. Tanganku mengusap pipinya agar dia tenang. Akhirnya wajah itu kembali normal, walau masih tampak jelas rasa tak rela.

"Padahal dalam seminggu kalian sering bertemu. Masih suka teleponan pula. Manja banget, sih," gerutu Ferdy dari jok belakang. Arion mendengkus. Aku tersenyum saja, tidak menanggapi. Gawat kalau Arion nekat membawaku ke apartemen, bisa-bisa dia berantem dengan Ferdy. Biar sudah tidak khawatir lagi dengan Arion, tetapi aku tahu Ferdy masih sering mengawasi kami. Sikapnya ini yang membuatku yakin Rannu berada di tangan yang tepat. Malah terkadang aku merasa Ferdy lebih dewasa dari Arion. Sikapnya yang tenang dan ngemong itu adalah kelebihannya.

"Kan, gue berbeda dengan lo. Kalau lo bisa tahan, gue nggak bisa. Gue nggak bisa jauh-jauh dari Sandri!" tegas Arion. Oalah, mengapa jadi berdebat panjang begini mereka.

"Kamu kangen juga nggak, Sandri?" Malah Ferdy bertanya padaku. Kangenlah pastinya.

"Kangen," jawabku singkat.

"Tuh, kami itu nggak bisa kalau nggak bertemu sehari aja," ujar Arion menanggapi ucapanku.

"Maunya tadi kamu jawab nggak, biar si bos satu ini nggak merengek," goda Ferdy. Yang digoda mencebik. Aku tertawa. Calon suamiku itu sangat menggemaskan kalau sudah bertingkah demikian. Rasanya ingin kucubit pipinya.

*****

Jakarta; April 02, 2022

Nggak berasa sudah bulan April aja, ya. 

Semoga kalian tetap semangat dan nggak bosan baca cerita ini.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang