PACU #78 Menjelang Hari Bahagia

370 42 0
                                    


Hari Kamis, ibu Arion, Mama dan aku berangkat ke butik langganannya untuk mencoba busana pengantin yang telah aku pilih. Tadinya aku mengira hanya berdua dengan ibu Arion saja, tetapi Mama sudah ditelpon juga untuk ikut. Tiba di butik, kami langsung diarahkan ke lantai dua dan bertemu langsung dengan desainernya. Karena sudah langganan, maka tentu saja pesanan dari ibunya Arion menjadi prioritas. Bisa jadi juga, model yang aku pilih ready stock. Jadi hanya modif sedikit saja, pakaian pengantinku sudah siap. Aku masuk di ruangan yang sudah tersedia, sementara ibu Arion dan Mama dipersilakan duduk di sofa depan ruangan yang aku masuki. Salah satu asisten mendampingiku masuk mungkin untuk membantuku nanti. Di dalam ruang khusus itu ada cermin besar dan beberapa busana pengantin digantung rapi di wardrobe. Aku diminta masuk ke bilik khusus dengan penutup tirai untuk menanggalkan pakaianku. Sang asisten membuka sedikit tirai saat aku menjawab pertanyaannya jika aku sudah membuka pakaian. Tanpa melihatku, dia menyodorkan busana pengantin untuk kukenakan. Busana dengan potongan simpel, lurus, dengan lengan tiga perempat berbahan velvet kuterima. Bahan tersebut sangat nyaman dan melekat dengan pas di tubuhku. Tidak terlalu ketat, tetapi mencetak dengan jelas bentuk tubuhku yang ramping. Simpel dan terlihat elegan.

Aku keluar dari bilik khusus dan melihat penampilanku di cermin. Mataku membulat sempurna melihat diriku di sana. Aku puas dengan model dan bahan gaunku ini.

"Cantik banget, Mbak. Gaun ini sepertinya diperuntukkan hanya untuk Mbak aja," seru sang asisten desainer begitu aku keluar tadi. Dia juga nampak puas karena busana dari butik ini mampu melekat dengan sangat baiknya di tubuhku. Dia mengatur sejenak rambutku, mengelungnya ke atas dan membiarkan beberapa helai tetap tergerai, lalu memintaku keluar untuk diperlihatkan pada ibunya Arion dan Mama.

Saat pintu dibuka oleh si asisten dan aku keluar dengan langkah pelan, ibu Arion sampai memekik gembira melihatku.

"Ya ampun, kamu cantik banget!" Aku tersipu dengan pujiannya. Mama juga tak kalah hebohnya.

"Aduh, bagus banget!" Mata kedua wanita itu bersinar melihatku.

"Terima kasih, ya, Jeng," ucap ibu Arion pada sang desainer yang tersenyum bangga melihat hasil rancangannya berhasil. Sama seperti aku, juga akan merasa bangga jika client-ku menyukai desain yang kubuat untuk mereka. Setelah puas melihat penampilanku dengan busana yang kupilih, kami pun pulang. Untuk urusan lainnya, ibunya Arion dan Mama memintaku tidak pusing memikirkannya karena merekalah yang akan mengurusnya. Aku dan Arion diminta hanya fokus menjaga kesehatan saja.

***

Menjelang hari pernikahanku, kesibukan di rumah semakin bertambah. Walau repot, aku melihat raut Mama selalu gembira. Selain gembira dengan hari pernikahanku yang semakin dekat, Mama juga gembira dengan berkumpulnya Rannu kembali bersama keluarga. Aku teringat saat kami—aku, Kak Arie dan Ferdy—menjemputnya, tak terlukiskan rasa haru kami saat dia berpamitan satu per satu pada perawat dan dokter. Sebelum kami meninggalkan rumah sakit, Rannu memintaku untuk mengambil fotonya bersama orang-orang yang telah banyak membantunya selama dirawat di sana. Di rumah, Tante Elis sudah menyiapkan syukuran kecil-kecilan menyambut kedatangan Rannu. Kak Feby dan Kak Nita yang biasanya super sibuk, di hari Sabtu sekalipun, tampak hadir bersama keluarganya. Hari Sabtu saat itu, mungkin adalah adalah hari yang sangat spesial pertama dalam hidupku yang nanti akan bertambah dengan hari spesial lainnya, di mana aku dan Arion bersanding di pelaminan.

Karena pekerjaan sudah aku selesaikan dan menunggu akan aku lanjutkan setelah menerima feedback dari Arion maupun Pak Jo, hari ini aku bersantai di rumah. Di kepalaku tak ada lagi beban pikiran yang mendera. Mungkin hanya rasa berdebar-debar menjelang hari pernikahan saja yang masih kualami. Setelah membersihkan rumah, membantu Mama menyiapkan makan malam, aku masuk ke kamar berleha-leha sejenak. Kuambil ponsel sembari rebahan di tempat tidur. Tak ada pesan maupun telepon dari Arion. Mataku terasa berat dan akhirnya aku tertidur. Aku terbangun saat kurasakan gelap menyelimuti kamar dengan jendela masih terbuka lebar. Sudah jam tujuh malam. Rasanya aku masih mengantuk dan berat untuk bangun. Dengan nyawa yang masih belum terkumpul sepenuhya, aku bangun menyalakan lampu dan menutup jendela. Setelah itu aku kembali rebahan. Mungkin rasa kantukku yang beberapa hari lalu tidak kurasakan sama sekali, baru terasa hari ini.

"Sandri, ada Nak Ferdy, nih!" teriak Mama dari balik pintu. Eh?! Ferdy? Sebentar, ada urusan apa Ferdy datang ke rumah, ya? Juga tidak ada pesan hari ini dia akan ke rumah. Atau sesuatu terjadi pada Arion? Aku mulai ketakutan.

Tergesa aku bangun dan berlari ke kamar mandi. Aku hanya membubuhkan sedikit bedak, mencepol rambut agar tidak berantakan, merapikan pakaianku dan keluar menemui Ferdy.

"Malam, Mas," sapaku saat masuk ke ruang tamu dan melihatnya sibuk dengan ponselnya.

"Malam, Sandri. Maaf, ya, aku datangnya dadakan gini," balasnya menyapa degan raut wajah bersalah.

"Nggak apa, kok, Mas. Ada masalah apakah?" Aku berusaha agar suaraku terdengar normal walau jantungku sudah berdegup tak normal.

"Hari Kamis nanti, kami akan ke rumah Rannu. Kamu bisa ikut, nggak?" Aku lega, kedatangannya tak ada kaitannya dengan Arion. Hari Kamis, dua hari menjelang hari pernikahanku. Ferdy mau apa ke rumah Tante Elis?

"Mau ngapain, ya, Mas?" tanyaku dengan polosnya.

"Sama dengan Mas Arion saat datang ke sini bersama Opa dan keluarga inti kami," jelas Ferdy. Oh, oke. Aku yang kurang peka dengan permintaannya tadi. Jadi, Ferdy akan datang melamar Rannu. Ya Tuhan, terima kasih! Jeritku dalam hati. Tak lama lagi Rannu juga akan menyusul kami.

"Siap, Mas. Tapi, Mas Ferdy sudah info ke Kak Arie?" Ini yang harus kupastikan dulu. Jangan sampai kami tiba di sana, tuan rumahnya malah tidak tahu. Bisa runyam dan berpotensi opanya marah.

"Sudah. Kak Arie yang minta kami datang hari Kamis," jawab Ferdy. Oke, clear berarti.

"Eh, sebentar, ya, Mas. Saya buatkan minum dulu." Sampai lupa membuatkan tamu minum saking asyiknya kami membahas kunjungan keluarga Ferdy hari Kamis nanti. Aku menuju dapur dan menjumpai Mama yang sedang menata lauk untuk makan malam kami.

"Minta Ferdy makan malam sebelum balik, ya, San," pesan Mama yang kubalas dengan anggukan.

Aku kembali ke ruang tamu dengan sekelas teh hangat. Karena sudah dekat makan malam, aku tidak membuatkan kopi untuk Ferdy. Yang ringan-ringan saja agar perutnya tidak keburu kenyang.

"Mas, makan malam di sini aja, ya?" pintaku sesuai pesan Mama tadi.

"Oke," jawabnya dan mulai menyesap tehnya. Tak ada lagi guratan khawatir di wajahnya seperti saat Rannu masih di rawat di rumah sakit jiwa. Sejak tadi, dia sering tersenyum dan lebih banyak berinisiatif mendahului obrolan. Tidak seperti dulu, kadang aku melihatnya melamun. Kami melanjutkan obrolan dan tak lama Mama memanggil kami ke ruang makan. Kali ini sepertinya Kak Dani telat balik dari kantor. Aku belum melihatnya di meja makan. Namun, baru saja aku mulai mengambil lauk, dia sudah muncul dari pintu dapur. Kok, tadi aku tidak mendengar suara mobil masuk garasi, ya? Atau karena asyik ngobrol jadi aku tidak mendengarnya?

"Kak Dani baru pulang?"

"Sudah dari tadi lagi. Makanya jangan molor mulu," candanya. Lha, malah molor di bawa-bawa. Papa, Mama dan Ferdy hanya tertawa mendengar omongan Kak Dani. Kalau Arion sudah bebas menimpali omongan keluargaku, Ferdy masih telihat kaku. Aku, sih, maklum karena baru kali ini dia makan malam bersama kami.

Setelah Ferdy pamit, aku menyampaikan rencananya pada Mama. Tentu saja Mama sangat gembira mendengarnya dan berharap rencana Ferdy berjalan dengan lancar. Itu juga yang aku harapkan. Setelah terpisah lama, akhirnya Rannu dan Ferdy akan bersatu kembali. Tak putus-putusnya aku bersyukur pada Tuhan. Penderitaan Rannu telah berakhir. Saatnya dia juga menemukan bahagianya bersama Ferdy. Pria yang sejak awal aku mengenalnya dan melihat kesungguhan hatinya pada Rannu, aku tak ragu menitipkan Rannu padanya.

*****

Jakarta; March 30, 2022


Setelah Sandri, sepertinya Rannu juga akan menyusul .

Oke, dua part lagi menuju ending.

See you soon....

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang