Baru saja aku menerima pesan dari Dita, memberitahu keinginan Pak Jo bertemu denganku. Mendengar itu aku dilanda dilema. Bertemu kembali dengan pria yang mendengar namanya saja Arion sudah antipati, berarti sepertinya dia benar-benar serius akan menggunakan jasa kami. Ini adalah peluang kerja kami yang besar. Kalau aku sampai menolaknya, lalu kapan modal kami akan terkumpul untuk mewujudkan keinginan kami mendirikan perusahaan? Alternatif lainnya jika aku menerimanya, Arion akan uring-uringan, syukur-syukur kalau dia tidak merecokiku. Bisa juga dia mendatangi Pak Jo langsung dan memintanya untuk tidak menggunakan jasaku. Aku bingung. Kedua hal ini sama berartinya bagiku.
Gambar detail yang masih sibuk aku sempurnakan kuletakkan sebentar dan menarik napas. Rumah sedang sepi karena Papa, Mama dan Kak Dani berkunjung ke rumah keluarga di Bekasi. Walau hari libur, aku tidak pernah menyia-nyiakan waktu untuk menyelesaikan desain-desainku. Aku tidak ikut karena ingin menyelesaikan kerjaan yang tersisa sedikit lagi. Memang aku tidak menjanjikan pada Ferdy akan menyelesaikannya dalam waktu cepat, tetapi tidak enak juga kalau berlama-lama. Belum lagi punya Arion yang alternatif konsepnya saja belum selesai. Dia memang tidak lagi bertanya, tetapi sebaiknya aku mengantisipasi. Dia juga sudah menjadi kekasihku dan bisa saja hubungan ini kugunakan untuk meminta waktu lebih banyak. Sekali lagi, ini adalah masalah pekerjaan dan aku harus tetap bersikap profesional.
Kepalaku jadi sakit memikirkan pekerjaan dari Pak Jo. Satu sisi aku begitu antusias, sisi lain aku mengingat hubungan masa lalunya dengan Arion. Akhirnya aku naik ke tempat tidur merebahkan diri sejenak. Sekalian meluruskan punggungku yang sejak tadi berkutat dengan program autocad di depan laptop. Targetku gambar untuk Ferdy harus selesai dalam minggu ini. Setelah gambar detailnya selesai, berikutnya aku akan menggarap gambar 3D-nya. Target selanjutnya adalah punya Arion. Semoga saja setelah ini selesai dan kami deal dengan Pak Jo, tanpa mengambil waktu jeda aku akan langsung mengerjakannya. Isi kepalaku masih menerawang. Lalu tanganku bergerak mengambil ponsel di atas nakas.
"Halo, Sayang." Aduh! Jantungku jumpalitan begitu dering pertama Arion mengangkat teleponku. Mengucapkan kata yang sebenarnya sudah terbiasa dia sebutkan saat menerima panggilan teleponku. Sepertinya dia sudah menduga aku akan menelponnya.
"Lagi ngapain?" tanyanya kemudian. Mungkin kata-kata yang terdengar cukup klise, tetapi seperti itulah saat dia menerima telepon dariku. Telingaku pun sudah hafal meski mendegarnya bertanya seperti itu tetap saja hatiku menghangat.
"Lagi baring, lurusin punggung bentaran, Mas." Aku memiringkan badan, mencari posisi yang nyaman. Aku tak mendengar lagi suaranya ternyata telepon terputus. Tak lama Arion mengubahnya menjadi video call. Aku kelabakan. Pakaian yang kukenakan saat ini hanya hotpans dan tank top. Seperti itulah baju kebesaranku kala berada di kamar bergelut dengan kerjaan. Ya sudahlah, nanti kuarahkan layar hanya ke wajah saja.
"Aku kangen," tutur Arion. Wajahnya terlihat segar. Sepertinya dia baru selesai mandi. Waduh! Hatiku berdebar. Seperti ini ternyata jika sudah punya kekasih.
"Aku juga kangen, Mas." Aku tak bisa menyembunyikan perasaanku. Sejujurnya, itulah yang sebenar-benarnya. Baru saja kami tak bertemu beberapa jam yang lalu, rasa kangen itu begitu menggigit. Hampir saja aku melupakan sesuatu yang ingin kusampaikan padanya yang sejak tadi mengganggu pikiranku.
"Mas, Pak Jo ingin bertemu denganku." Tak ada sahutan dari seberang sana, melainkan aku mendengar tarikan napas yang berat. Pasti dia akan melarangku, akan tetapi tak ingin membuatku merasa terbebani. Dia masih diam juga setelah beberapa menit.
"Mas?"
"Kalau itu untuk urusan kerjaan, boleh. Tapi ingat Sayang, info begitu kamu selesai berurusan dengannya. Jangan pernah meladeni hal lain di luar itu." Akhirnya, ucapannya terdengar dengan nada berat seolah terpaksa mengizinkan diriku bertemu dengan Pak Jo. Tadinya aku tak ingin memberitahunya, tetapi aku yakin dia akan bisa memantau pergerakanku. Jadi, daripada nanti dia bertanya, mending aku memberitahukan saja. Tatapannya membulat melihatku. Tanganku refleks mengembalikan ponsel ke wajah. Tadi tanpa sadar aku agak merendahkan ponsel saat dia berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...