PACU #61 Merancang Menu Makan Malam

297 46 4
                                    


Semalam aku kebut menyelesaikan pekerjaan. Walau di kepalaku mengingat terus permintaan opa Arion untuk disiapkan makan malam hasil olahanku saat mereka datang, aku masih bisa berkonsentrasi dan menyelesaikan desain untuk Ferdy dan Arion. Lega, akhirnya aku bisa merampungkan desainku untuk mereka. Aku belum menyentuh dokumen dari Pak Jo. Dokumen itu masih teronggok di meja kerjaku. Rencananya, setelah kembali dari tempat Rannu mendampinginya menjalani CT scan, baru aku mempelajarinya. Untungnya, Pak Jo belum menelponku menanyakan perkembangan data yang diberikannya. Aku jadi tidak enak juga kalau dia menelponku sementara masih banyak pekerjaan dan hal lain yang menyita perhatianku.

Kalau mengingat-ingat saat aku bertemu dengan Opa, selain tegang dan gugup, aku merasa ada hal yang lucu juga. Bayangkan, biasanya wanita keder saat berhadapan dengan ibu kekasihnya, ini kala berhadapan dengan opanya. Belum lagi, opanya minta dimasakin makanan kalau nanti datang ke rumah. Yang biasanya, keluarga pria yang datang ingin menyampaikan niat pada keluarga wanita yang membawa hantaran, atau katakanlah buah tangan, ini malah tidak. Memang keluarga mereka rada berbeda. Aku hanyan bisa berharap kalau benar nanti kami jadi menikah, aku tidak ingin rumah tanggaku seperti orang tua Arion, melainkan seperti orang tuaku. Dan semoga saat kami menikah nanti, Rannu sudah pulih dan bisa hadir. Ini harapan terbesarku. Aku sebenarnya ingin menunggu Rannu sembuh dulu, tetapi keputusan Opa sudah tidak bisa diganggu gugat. Sepertinya, apa pun yang diucapkan Opa tidak ada yang berani membantahnya. Bahkan orang tua Arion sekalipun. Dia menginginkan Arion secepatnya menikah dan memberikan cucu padanya. Aduh, perutku jadi melilit mengingat hal itu.

Aku bergegas membersihkan kamar dan ke dapur membantu Mama sebentar. CT scan Rannu jam sebelas, jadi aku masih punya banyak waktu di dapur dan membersihkan rumah. Walau telat tidur semalam, aku sudah menyetel alarm agar tidak bablas tidur dan melupakan Rannu. Ini peristiwa penting untuknya, jadi aku harus hadir di sana menemaninya.

"Ma, pesan opanya Arion kalau datang nanti minta disiapkan makan malam," kataku pada Mama yang sedang menyiapkan penggorengan di kompor gas. Gerakannya terhenti, lalu menatapku tajam. Aku pastikan Mama merasa aneh dengan permintaan itu.

"Oh, ya? Ada, ya, begitu? Sepertinya unik, tuh, keluarga mereka," ucap Mama lalu tertawa dan melanjutkan kegiatannya tadi.

"Tapi mintanya harus Sandri yang masak," lanjutku. Mama kembali tertawa. Ini kenapa Mama ketawa melulu, ya? Ataukah Mama sudah menduganya? Ucapanku masih belum ditanggapinya. Aku menunggu.

"Ma ..." Mama memasukkan perkedel kentang ke dalam wajan lalu menatapku.

"Biasanya tuh, ya, kalau keluarga laki mau ke tempat calonnya, mereka akan menanyakan makanan apa yang disukai orang tua calonnya. Lha, kok, ini malah terbalik. Lucu banget," kata Mama lalu tertawa kembali. Memang keluarga Arion, apalagi opanya unik. Entah karena cucunya jago masak jadi calon mantu cucunya juga harus pandai memasak. Padahal, aku sudah bilang ke Arion tidak bisa masak seenak masakannya. Namun, manalah bisa Arion meminta opanya membatalkan permintaannya itu? Ucapan opanya seperti undang-undang yang harus dipatuhi oleh keluarga besarnya.

"Terus, aku harus gimana, Ma?" Kalau Mama seperti itu yang ada aku semakin bingung. Bagaimana nanti kalau masakanku tidak disukai Opa? Apakah ini semacam ujian darinya? Kalau aku nggak lolos, lalu bagaimana? Jujur, aku juga cinta pada Arion. Apa iya baru beberapa hari saja kami jadian sudah putus? Astaga! Ada baiknya aku mempersiapkan diri untuk hal terburuk.

"Ya, nggak gimana-gimana. Kamu santai aja. Biasa, sih, hal begituan. Masak aja apa yang kamu bisa. Tapi baiknya kamu mulai susun menunya mulai sekarang," dengan santainya Mama menjawab pertanyaanku. Aku sedikit tenang, tetapi masih bingung menentukan menunya. Aku tidak tahu masakan apa kesukaan Opa. Juga tidak tahu apakah dia ada alergi masakan tertentu. Jangan sampai aku masak makanan yang tidak boleh dikonsumsinya. Baiknya yang ini akan aku pastikan ke Arion. Jadi mumet begini hanya untuk menentukan menu.

"Kira-kira baiknya masakin apa, ya, Ma?" Mungin saja Mama bisa memberikan gambaran padaku menu yang cocok dan layak dikonsumsi oleh opanya Arion.

"Yang standar aja. Orang tua, kan, biasanya sudah banyak pantang makanan, jadi baiknya masak yang tidak mengganggu metabolisme tubuh seperti menaikkan kadar kolesterol atau tekanan darah. Daging boleh aja, tapi buat juga olahan dari ikan, tempe atau tahu. Kalau sayuran bisa lodeh, capcay atau bening dengan jagung. Jangan lupa siapkan buah," saran Mama. Aku menyimpan dengan baik di kepala semua saran Mama tadi. Baiknya setelah melihat Rannu nanti, aku sudah belanja kebutuhan untuk makan malam hari Rabu. Aku khawatir lupa lalu kalang kabut pada hari 'H'.

"Memang keluarga Arion yang mau datang siapa aja, San?" tanya Mama kemudian. Yang ini aku juga belum dapat info lanjutan dari Arion. Apakah dia hanya datang bersama opanya, atau semua keluarga intinya? Yang kutahu total keluarga intinya ada delapan orang.

"Aku kurang tahu juga, Ma. Tapi, baiknya aku siapkan makan malam yang banyak aja, ya? Nggak enak juga kalau tanyain ke Arion, ntar kesannya gimana gitu."

"Iya, gitu aja."

Dari dapur aku segera mengambil sapu, menyapu seluruh ruangan kemudian berpindah membersihkan halaman depan dan belakang. Sesekali tanganku mencabut rumput liar dan daun kering tanaman di pot yang berjejer di teras. Setelah semua selesai aku mandi, sarapan dan bersiap ke tempat Rannu.

Tadi, saat sarapan aku tidak bisa menghindari Kak Dani. Matanya menatap penuh selidik dan keningnya berkerut kala melihatku. Aku berusaha cuek saja. Papa sama Mama aja santai, kok ya, dia yang ribet, sih. Yang pacaran siapa, yang heboh siapa.

"Hmm ..." Dia berdeham. Aku mulai waspada. Biasanya kalau sudah begitu akan diikuti dengan pertanyaan anehnya.

"Sepertinya kita akan kedatangan tamu agung, nih, sebentar lagi," kata Kak Dani memulai percakapannya. Tuh, kan, benar dugaanku. Tapi tunggu, kok dia bisa tahu, ya? Apa Mama atau Papa yang info padanya? Aku pura-pura menulikan telinga. Biarkan saja dia berceloteh.

"Dan, jangan mulai," tegur Mama. Bagus! Hatiku bersorak karena Mama menegur Kak Dani.

"Cuma mau mastiin aja sama yang punya tamu, kok, Ma," ngelesnya. Aku sampai tak habis pikir, semenjak aku berpacaran dengan Arion, Kak Dani yang kukenal sangat cuek menjadi super peduli. Ada aja yang dikomentarinya jika berpapasan denganku di rumah dan membuat kepalaku berdenyut.

"Kamu juga, hari Rabu nanti cepat balik rumah," kali ini Papa yang memberikan peringatan padanya.

"Lho, aku harus hadir juga, ya, Pa?" tanyanya. Duh, tidak hadir juga, tak apa bagiku. Nanti dia malah punya kesempatan mengganggu lagi. Aku juga khawatir terjadi sesuatu karena jika benar Kak Dani ada juga hari Rabu nanti, itu adalah kali pertama dia bertemu dengan Arion.

"Kamu ini gimana, sih. Ya harus, toh!" tegas Papa.

"Oke, Pa. Aku siapin dulu list untuk uji kompetensinya," begitu katanya. Perutku tiba-tiba sakit. Fit and proper test lagi. Sudah kayak anggota DPR aja dia.

"Kak!" Aku sudah tidak tahan dan menegurnya yang dibalasnya dengan berdecak lalu tertawa.

"Sudah, jangan berdebat. Jangan lupa Sandri, susunan menunya." Mama menengahi kami dan mengingatkan aku untuk segera merancang menu makan malam di hari Rabu. Aku mengangguk.

"Cieee ... yang mau masak buat calon suami," goda Kak Dani yang kuhadiahi dengan cibiran. Usil banget.

"Awas aja kalau berani gangguin Mas Arion ntar," ancamku padanya.

"Huah ... sudah dibelain aja. Padahal belum tentu lolos dari ujian nanti," katanya memanas-manasiku.

"Pa, Kak Dani, tuh," rengekku pada Papa. Mereka malah kompak tertawa. Aku jadi keki. Bukan hanya keluarga Arion yang aneh, sekarang keluargaku juga ikutan aneh.

Aku cepat menghabiskan sarapanku, membereskan piring kotor dan masuk ke kamar untuk bersiap ke tempat Rannu. Kalau diladeni, bakalan tidak ada habisnya Kak Dani menggodaku. Seperti biasa, aku memesan ojek online dan duduk di teras menunggu. Kak Dani sudah berangkat kerja. Aku lega karena tak ada lagi gangguannya. Papa dan Mama sudah santai menonton berita di televisi saat aku pamit tadi.

*****

Jakarta; February 28, 2022


Dani ternyata usil juga, ya. Hahaha....

 Berhubung hari libur, jadi up 2 part.

Enjoy your holiday.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang