PACU #75 Di Antara Pekerjaan Dan Urusan Pribadi

290 41 0
                                    


Setelah dua hari ini aku bertandang ke rumah orang tua Arion, lalu berakhir di apartemennya karena dia merengek akhir-akhir ini tidak bisa berduaan denganku, hari ini aku memusatkan perhatianku pada desain. Alternatif konsep desain untuk Pak Jo harus kuselesaikan paling telat hari Selasa agar sesuai dengan rencanaku setelah menjenguk Rannu hari Rabu nanti, aku menyerahkannya. Balik dari apartemen Arion semalam, aku belum mengaktifkan kembali ponsel. Aku sengaja agar kekasihku yang suka banget kangen itu tidak menggangguku. Suaranya yang terdengar merajuk kadang berhasil membuatku tidak bisa menolak permintaannya. Sebenarnya aku suka kasihan padanya. Memang dia punya masa lalu yang sangat tidak pantas, tetapi jauh di lubuk hatinya aku tahu dia sangat kesepian. Ini bisa aku tangkap saat semalam dia mengatakan ingin memiliki anak yang banyak. Namun, memiliki anak yang banyak juga tentu ada konsekuensinya. Iya kalau aku sanggup dan kehamilanku tidak bermasalah, kalau tidak, tentu dia akan kecewa. Aku lega saat akhirnya dia meminta asal lebih dari satu.

Setelah sarapan dan membersihkan rumah, aku kembali masuk kamar dan mulai berkonsentrasi di meja kerja. Alternatif kedua konsep desain yang sudah setengah jalan aku kerjakan, kukebut untuk kuselesaikan. Beberapa bagian aku detailkan kembali dengan menambahkan aksen di bagian tertentu. Outlet dengan luas 1.500 m2 sangat menguras isi kepalaku. Semua ide-ide liarku akhirnya kucurahkan dan tuntas menjelang sore. Luasan outlet milik Pak Jo hampir sama dengan Arion. Aku meregangkan otot-otot sejenak. Kala berada di kamar dan berkutat dengan desain, apa pun yang terjadi di luar aku abai. Makan juga demikian. Kalau sudah tidak mau pingsan karena kelaparan, aku masih saja bertahan di kamar. Ini yang membuat Mama sering menegurku. Belum lagi kebiasaan tidur larut. Mungkin semua ini akan berubah jika aku sudah menikah dengan Arion.

Setelah puas melihat desain yang kuselesaikan, aku baru beranjak ke nakas mengambil ponsel yang belum kuaktifkan. Saat aku ingin menyalakan, timbul keraguan karena aku tahu pasti sudah puluhan pesan dan panggilan tak terjawab muncul pada layar. Akan tetapi, kalau aku masih membiarkannya, Arion akan datang ke rumah. Aku yakin saat ini dia sudah uring-uringan di Kuningan sana. Bisa jadi juga ibunya menelpon mengenai busana dan undangan. Meski hari Minggu kemarin kami sudah menuntaskan, sisa fitting saja.

Aku masih duduk di depan meja kerjaku sambil menimbang-nimbang mengaktifkan ponsel atau tidak. Kalau telepon dari Pak Jo, aku sangat yakin tidak ada karena aku sudah berjanji mengabarkan jika konsep desainnya sudah selesai. Aku meletakkan ponsel di meja tanpa mengaktifkannya dan ke luar kamar. Sejak tadi aku tidak mendengar ada suara dari ruang tengah. Aku bergerak ke kulkas mengambil minuman lalu duduk di sofa depan televisi.

"Tadi Arie telepon mama karena handphone kamu nggak aktif," ucap Mama yang muncul dari dapur. Mungkin sedang menyiapkan makan malam.

"Ada info apa, ya, Ma?"

"Arie sudah bercerai dengan Lia. Putusan pengadilan sudah keluar." Ah, aku lupa info Kak Arie hari Sabtu kemarin, jika minggu ini putusan pengadilan perceraiannya. Rasa prihatin tentu saja aku rasakan, tetapi kembali lagi ini adalah keputusan Kak Arie setelah mengetahui perbuatan Kak Lia pada Rannu. Siapa pun tak akan bisa mencegahnya. Keluarga Tante Elis juga tidak ada yang keberatan.

"Sayang, ya, Ma. Tapi mau gimana lagi, Kak Lia, kan, yang bersalah." Selama aku tinggal di Bandung, Kak Lia sangat memperhatikan kebutuhan Kak Arie. Rumah juga selalu bersih dan wangi. Kak Lia memang pencinta kebersihan. Dia tidak suka melihat debu apalagi sampah. Pandai juga memasak. Kekurangannya hanya satu, bermain fisik kala emosi dan meluapkannya pada Rannu.

"Itu risiko yang harus Lia terima." Iya juga, berani bertindak berarti Kak Lia harus menerima akibatnya.

Aku masih memikirkan perceraian Kak Arie saat terdengar suara mobil berhenti di depan pagar. Mama sudah kembali ke dapur jadi aku ke ruang tamu melihat siapa yang datang. Aku tidak langsung membuka pintu, tetapi menyingkap sedikit tirai jendela. Hatiku berdegup melihat jip mewah yang pengemudinya sudah turun dan membuka pintu pagar. Astaga! Inilah efek kalau aku tidak mengaktifkan ponsel. Tergesa aku membuka pintu dan menyambutnya di teras.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang