Mataku membulat seutuhnya saat pertama kali melihat Sandri dengan busana pengantin yang membungkus tubuh rampingnya dengan sempurna. Dengan lengannya yang dipegang erat oleh ayahnya, melangkah dengan perlahan menghampiriku yang telah berdiri menunggunya di altar. Selesai mengucapkan janji suci, aku mengecup bibirnya. Aku tidak bisa mengulum bibirnya seperti yang biasa aku lakukan, khawatir merusak dandanannya. Rasa haru menyelimuti seluruh keluarga setelah proses pengucapan janji berkahir. Suaraku yang sudah kulatih beberapa hari ini agar lantang mengucapkannya, tadi terdengar bergetar. Suara Sandri pun sama. Kami larut dalam suasana khusyuk nan syahdu.
Setelah itu kami berjalan berdampingan menuju panggung tempat resepsi diiringi suara piano yang dimainkan oleh Temi. Saat melangkah tadi, ribuan pasang mata memandang dengan kagum pada kami. Senyum di wajah kami tak pernah lepas, seolah ingin menularkan rasa bahagia ini ke semua tamu yang hadir. Kami didampingi Ferdy dan Rannu melangkah menuju tempat yang sudah disediakan. Di atas panggung, di samping kiri dan kanan sudah berdiri orang tua kami tersenyum bahagia melihat kami naik. Rannu membetulkan sejenak bagian bawah busana Sandri yang menjuntai. Setelah itu dia turun bersama Ferdy dan duduk di deretan khusus untuk keluarga. Lalu mulailah prosesi resepsi pernikahan kami.
Opa naik ke panggung, memberikan kata sambutan dan ucapan terima kasih atas berkenannya para tamu undangan hadir. Hanya sepuluh menit Opa berbicara lalu mempersilakan para tamu mencicipi hidangan yang tersedia. Sebelum ke tempat resepsi, kami sudah makan agar tetap berada di panggung karena sebagian tamu sudah ada yang memberi ucapan selamat. Begitu juga dengan orang tua kami, tidak turun lagi menemani tamu mencicipi makanan karena sudah mengisi perut duluan tadi. Yang berkeliling menyapa para tamu adalah Opa dan Ferdy. Rannu hanya duduk ditemani Temi. Adikku itu tidak putus rasa bahagianya karena sebentar lagi punya tambahan saudara perempuan. Kadang aku merasa bersalah pada Temi. Aku dan Ferdy tidak punya banyak waktu untuk sekadar bertanya mengenai kuliahnya, sudah punya pacar atau belum. Namun, melihatnya tumbuh menjadi gadis cantik yang berprestasi membuatku lega.
Dari bawah muncul seorang pria yang punya postur sama denganku. Pria yang dulu nyaris membuatku membunuhnya karena mendekati Shinta yang notabene sudah menjadi kekasihku saat itu. Dia berjalan santai, tanpa pendamping, berjalan mendekat lalu mulai menyalami orangtuaku dan berbincang sebentar dengan Papa. Jo memang kenal dengan Papa. Kemudian berpindah hendak menyalamiku. Dia menatapku sejenak, kemudian mengulurkan tangan. Walau ragu, aku menyambut uluran tangannya. Jo mencondongkan bagian atas tubuhnya, membisiku sebaris kalimat yang membuatku ingin meradang.
"Jaga Sandri. Jangan pernah sia-siakan dia, karena kamu bakal bertemu denganku kalau sampai terjadi sesuatu padanya." Apa-apaan! Berani-beraninya si Jo keparat ini mengancamku. Hanya saja, tidak mungkin aku mematahkan lehernya di hari spesialku. Tanpa rasa bersalah dia berpindah mengulurkan tangannya pada Sandri. Aku menghunusnya dengan sorot mata tajam. Gerak-geriknya tak lepas dari tatapanku sampai dia menghilang di pintu masuk. Mood-ku hampir saja hancur gara-gara kedatangannya.
Setelah dua jam lebih, resepsi pernikahan kami selesai. Beberapa tamu masih terlihat ngobrol dengan keluarga kami. Rasanya aku ingin membawa Sandri kabur menuju kamar yang sudah dipesan untuk tempat beristirahat kami dua hari ke depan. Aku sudah membayangkan dua hari itu kami isi dengan berolahraga. Otakku sudah mengembara.
"Capek, Sayang?" Aku khawatir melihat Sandri yang sepertinya sudah lelah setelah tamu terakhir menyalami kami. Ia duduk sembari mengurut kakinya.
"Iya. Kakiku rasanya mau patah, Mas. Kita sudah boleh istirahat nggak, ya?" Boleh. Boleh banget, Sayang. Tentu saja kalimat itu hanya kuucapkan dalam hati.
"Sebentar, aku tanya Mama dulu." Aku mendekati Mama yang sedang asyik mengobrol dengan keluarga Sandri dan Rannu.
"Ma, kami sudah bisa rehat nggak ini? Sandri sudah capek banget," kataku begitu berada di dekat Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)
RomanceAku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibunya Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Dia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin dia hanya anak angkat. Apa yang dikerj...