PACU #69 Kembali Bertemu Setelah Makan Malam

332 47 10
                                    


Kalau biasanya aku memesan ojek online dari tempat Ferdy, karena akan ke Kuningan memenuhi permintaan si calon yang lagi kangen, aku naik taksi yang berderet di samping lobi menunggu penumpang. Security membantuku melambai, memanggil taksi yang berada di urutan terdepan. Arion bisa menceramahiku kalau tahu aku naik ojol ke kantornya padahal sudah melarang. Jadi untuk menghindari hal-hal yang berujung perdebatan, ada baiknya aku mengalah. Baru saja aku duduk di kursi penumpang bagian belakang, ponselku berdering. Siapa lagi kalau bukan pria yang berada di Kuningan sana yang menelepon.

"Sudah di mana?" tanyanya begitu aku menggeser tanda hijau di layar. Suaranya terdengar tidak sabaran sekali. Segitu kangennyakah dia, padaku? Kok, aku merasa biasa-biasa saja, ya? Tidak juga, sih. Jujur aku juga kangen padanya.

"Di jalan. Bentaran lagi sampai, kok. Sabar ya." Tipe pria seperti kekasihku itu ada kalanya aku harus kalem saat menghadapinya. Lain waktu, aku kadang iseng menguji kesabarannya. Ternyata setelah menjalin hubungan dengannya, ada hal baru yang aku rasakan. Aku tidak monoton lagi hanya memikirkan pekerjaan dan Rannu. Hidupku berwarna bersamanya.

"Naik taksi, kan?" Duh, ini lagi. Pertanyaan yang selalu aku terima kala akan pergi ke suatu tempat.

"Iya. Tuh, dapat salam dari sopir taksinya," kataku menggodanya. Kudengar tawanya di ujung sana. Mendengar dirinya disebut, si sopir sampai menoleh dan tersenyum padaku. "Maaf ya, Pak," kataku dalam hati.

"Cepat, Sayang. Aku sudah kangen banget ini," suaranya berubah merajuk. Ya ampun, sampai segitunya. Aku tidak menjawab dan memutuskan sambungan telepon. Aku juga bisa gila kalau mendengarnya begini. Suaranya membangkitkan gelenyar-gelenyar aneh dalam dada.

Taksi pun melaju, membelah jalanan ibu kota di area Selatan. Agak tersendat ketika memasuki kawasan Kuningan. Maklumlah, sepertinya para pekerja balik dari makan siangnya. Sering, kan, mereka janjian makan siang di suatu tempat dan terburu kembali ke kantor. Kadang juga mereka memanfaatkan makan siang untuk bertemu kolega. Biasanya aku mendengar begitu dari beberapa teman yang bekerja di corporate. Taksi sudah tiba di depan lobi. Beberapa karyawan atau mungkin tamu gedung itu berbarengan denganku masuk. Aku menghampiri meja resepsionis yang langsung berdiri begitu melihatku. Aku tersenyum dan memberikan kartu tanda pengenalku. Namun, resepsionis itu malah menolaknya dan langsung memberiku access card. Keningku berkerut.

"Maaf, Bu. Sudah dipesan tadi kalau Ibu datang diminta langsung ke ruangan Pak Arion," infonya tanpa perlu aku bertanya. Jangan-jangan semua yang bertugas di gedung ini sudah diberitahu mengenai diriku? Aku hanya menduga-duga saja. Sebenarnya, ini terlalu berlebihan walau gedungnya adalah milik Arion. Akan tetapi, memberikan hak istimewa padaku adalah sesuatu yang tidak aku senangi. Perlakuan petugas di gedung ini harusnya sama pada setiap pengunjung lainnya, jangan dibedakan sekalipun itu adalah calon istri pemiliknya. Aturannya harus jelas.

"Oh, begitu. Baik, terima kasih," kataku lalu mengambil access card dan berderap menuju lift. Di depan lift sudah banyak karyawan yang antri. Aku mengambil tempat di barisan antrian. Saat menunggu giliran, tanganku ditarik seseorang. Hampir saja aku memekik kalau tidak melihat pemilik tangan yang menarikku tadi. Pemiliknya menarikku ke lift khusus yang berada paling ujung. Sepertinya lift itu hanya untuk orang-orang tertentu saja. Terlihat dari tulisan dan security yang berada di sana.

"Kok, aku nggak lihat tadi, ya, Mas?" tanyaku begitu kami sudah berada di dalam lift. Tangannya dengan kuat menggenggam tanganku seolah aku akan pergi jika dia tidak menggenggamnya. Padahal aku tidak akan ke mana-mana, karena hatiku sudah menjadi miliknya.

"Gimana mau lihat, kamu serius banget dan nggak negok kanan kiri," jawab Arion. Memang seperti itu, sih, kalau aku lagi berada di luar. Perhatianku kadang hanya terbagi untuk memperhatikan interior sebuah gedung kala aku memasukinya. Memperhatikan manusia-manusia yang berada di dalamnya sangat jarang. Tanggannya tidak pernah melepaskan genggaman tanganku sejak masuk lift sampai kami tiba di ruang kerjanya. Sebelum masuk, dia memberi pesan ke sekretarisnya untuk tidak diganggu selama beberapa jam ke depan.

Pasti Ada Cinta Untukmu (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang