48|Mengapa?

17.1K 2.4K 90
                                    

Kondisi Evan semakin memburuk, tepat setelah beberapa alat medis dilepaskan dari tubuhnya, kondisi Evan mengalami peningkatan, sehingga dokter kembali memasangkan alat medis pada tubuh Evan.

Orang tua Evan serta Liza pun pastinya merasa senang. Gita yang merupakan sahabat Evan juga, merasa sedikit bahagia.

Namun, itu hanya beberapa saat, sebab tidak berselang lama kondisi  Evan mengalami peningkatan, kondisi Evan kembali drop secara tiba-tiba.

Hingga sekarang, berakhir lah dengan tubuh Evan yang di tutupi oleh kain putih panjang yang biasa di gunakan oleh orang-orang di rumah sakit untuk menutupi tubuh seorang mayat atau jenazah.

Air mata, sedari tadi tidak dapat dibendung oleh Liza. Suara isakan, terdengar pilu di dalam ruangan bernuansa putih itu.

Alat Elektrokardiograf atau EKG telah berbunyi 'tiiiitt' dengan nyaring. Hanya suara itu yang keluar dari alat pendeteksi detak jantung itu.

"Gak! Evan lo gak boleh tinggalin gue! Gue mohon bangun, plis bangun Van, gue belum buat banyak kenangan sama lo! Gue belum ngucapin selamat, karna lo udah jadi CEO besar! Gue mohon bangun Van, demi gue tolong" Lirih Liza dengan samar diakhir kalimatnya.

Tidak berbeda jauh dengan Liza, orang tua dari Evan pun menangis dengan tersedu-sedu. Evan adalah anak tunggal mereka. Tentunya mereka sangat menyayangi Evan.

Namun, orang tua Evan hanya dapat menangis dalam diam, sebab mereka telah berusaha mempersiapkan diri mereka sebelumnya. Jika sewaktu-waktu, hal ini benar-benar terjadi.

Gita dan Agnes mengelus lembut pundak dan punggung Liza, berusaha memberikan kekuatan agar Liza merasa lebih baik. Namun sepertinya usaha mereka tidak begitu berguna. Sebab, Liza masih saja terisak dengan kuat seperti sebelumnya.

"Sabar Za, lo harus ikhlas. Biar Evan tenang dialam sana" Tukas Agnes berusaha menenangkan Liza.

Liza memberontak. "Gak Nes! Evan belum meninggal! Dia cuman tidur kok, plis jangan ngomong gitu!" Bentak Liza dengan keras.

Gita yang merasa perlakuan Liza sudah kelewatan pun, menangkup wajah Liza dan mengusap pipi gadis itu dengan pelan dan lembut.

"Ikhlasin dia, dia berhak buat bahagia, disana" Lugas Gita dengan nada datar. Namun berhasil membuat Liza terdiam.

Kepala Liza menggeleng pelan. Liza menggenggam tangan Gita yang menangkup wajahnya.

"Tapi Ta, gue gak bisa. Gue pengen ikhlas, tapi hati gue gak bisa. Gue gak bisa Ta, gue gak bisa" Gumam Liza dengan suara lirih dan agak serak.

"Lo bisa, tapi lo yang buat diri lo seakan gak mampu buat lakuin itu. Za, inget, semua orang yang datang, bakal pergi. Dimana ada pertemuan, pasti bakal ada perpisahan. Kita sebagai manusia gak bisa ngelak dari itu semua, karna semua manusia pasti bakal kembali ke 'Dia'" Ujar Agnes.

"Dengan lo berperilaku kayak gini, justru lo bakal buat Evan sedih. Ikhlasin dia Za, lepasin dia dari dalam hati lo. Lo bisa dan kita semua yakin kok" Sambung Agnes.

"Gue gak bisa lepasin dia dari hati gue Nes" Gumam Liza.

"Gak perlu lo lepasin, biarin dia tetep jadi pemegang takhta tertinggi di hati lo sekarang. Tapi berusaha Za, buat bangun satu takhta lagi buat orang lain tempatin, yang lebih tinggi dari takhta Evan. Karna Evan gak akan kembali" Tukas Gita.

Liza terdiam, Liza bingung harus bagaimana. Di satu sisi, ia tidak ingin di tinggalkan oleh Evan, namun disisi lain, ia juga tidak ingin, Evan merasa sedih, sebab dirinya tidak mau mengikhlaskan Evan nya pergi.

^^^^^

Hiksssroott, Evan meninggoy🤧
Ada yang penasaran gak sama kelanjutannya? :')

541 kata
05 November 2021

Zila Or Liza?? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang