Kehebohan terjadi di kelas 10 IPA 1 setelah guru matematika meminta mereka membuat kelompok untuk tugas yang baru saja diberikan.
Pembagian kelompok diserahkan pada sekretaris agar lebih adil. Namun, walau begitu masih banyak yang meminta pada sekretaris untuk digabungkan dengan teman dekatnya dalam satu kelompok, contohnya Sissy.
“Nat, aku sama Bearly jadiin satu kelompok!” pinta Sissy pada Natalie yang saat ini berdiri di depan sambil membawa absen untuk membuat kelompok secara acak.
Suara dari anak-anak lain mulai terdengar memenuhi ruang kelas. Mereka berteriak menyuarakan permintaan agar digabungkan dengan orang pilihannya. Dan, sebisa mungkin Natalie tidak terkecoh. Dia akan membuat daftar kelompok se-adil mungkin seperti permintaan sang guru pengajar.
“Gue sama Doni ya, Nat?!”
“Nat, gue sama Abdul!”
“Natalie, gue sama Wati satu kelompok, ya?!”
Tidak terpengaruh pada kehebohan yang terjadi, Bearly duduk santai di bangkunya. Dia menyerahkan semuanya pada Sissy. Biarkan Sissy saja yang berteriak meminta Natalie menggabungkan dirinya dan Bearly dalam satu kelompok.
“Diam semuanya! Gue mau bacain daftar nama anggota kelompoknya,” ucap Natalie dengan suara lantang membuat semuanya sontak terdiam.
Merasa keadaan sudah kondusif, Natalie berdehem pelan bersiap membacakan daftar nama anggota kelompok yang sudah dia buat. Tatapannya mengedar ke seluruh penjuru kelas.
Melihat teman-temannya duduk anteng malah membuatnya ingin tertawa karena itu jarang sekali terjadi. Apalagi raut penasaran yang tergambar jelas di wajah mereka.
Mereka berharap mendapat partner kelompok yang kooperatif karena ini menyangkut hasil pekerjaan mereka nantinya. Mereka tidak ingin mendapat nilai jelek di tugas kelompok matematika kali ini. Karena ini matematika wajib yang nilainya cukup berpengaruh untuk kenaikan kelas. Tidak heran jika banyak yang mengusulkan nama anggota untuk kelompoknya sendiri.
“Kelompok satu, Abdul, Budi, Wati ... ” Natalie mulai membacakan daftar nama anggota kelompoknya.
Respons yang terdengar bermacam-macam. Ada yang tertawa, ada juga yang mendesah kecewa. Dan, pelakunya adalah Wati sendiri. Dia tidak suka dengan partner kelompoknya.
“Kok gue cewek sendiri, Nat?” protesnya.
“Kita semua sama. Gue nggak membeda-bedakan gender,” balas Natalie.
“Hayo, Wati... Abdul sama Budi ganas lho.” Cowok-cowok mulai menggoda Wati.
“Kalau bisa kerja kelompoknya di rumah lo aja, Ti, biar lebih aman. Sekalian suruh satpam lo ngawasin juga,” saran yang lain, yang terdengar ambigu.
“Sialan! Lo pikir gue sama Budi mau ngapain Wati?” sahut Abdul tidak terima.
“Awas, Ti, Abdul sama Budi hormonnya tinggi.” Nakula ikut menggoda. Dia menampilkan smirk jahil yang membuat Wati langsung salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Date Tomorrow!
Ficção Adolescente"Harusnya kamu marah dan mutusin aku! Bukan malah ngajak aku pulang bareng!" Jeritan itu hanya bisa Bearly keluarkan dalam hati saat Agam tahu dia tidak tulus berpacaran dengannya. Semua yang Bearly lakukan selama ini hanya karena permintaan kakakny...