**
Mie Nyemek Pak Udin, namanya. Letaknya di sebrang taman kota, dimana toko-toko berjejeran. Kedai mie nyemek Pak Udin terlihat ramai dari luar. Parkiran hampir penuh saat Qeenan memarkirkan motornya. Untungnya masih ada tempat kosong di dalam kedai. Qeenan lalu memesan dua mie nyemek, lantas bersama Kania mencari tempat kosong yang tersisa.
Karna meja kosong yang ada hanya tersisa di sudut, yang sudah diisi oleh dua orang muda-mudi, Qeenan dan Kania pun duduk di sana. Keduanya duduk bersebrangan meja. Rasanya aneh sekali berhadap-hadapan dengan orang lain bagi Kania. Namun, Qeenan mengajaknya mengobrol dan kecanggungan itu tidak terlalu terasa.
Pesanan mereka diantar dengan cepat. Kania takjub melihat porsinya yang banyak. "Banyak banget."
"Makan aja dulu, gue yakin abis sih soalnya ini enak menurut gue."
Kania pun mencobanya dan benar saja ia tak bisa berhenti menyuap.
"Laper apa doyan tuh?" ejek Qeenan.
Kania hanya menyikut siku cowok itu tanpa berkomentar. Ia sedang sibuk menikmati makanannya. Ponsel Kania yang ditaruh di dalam tas selempang kecil bergetar. Ia terkejut mendapati dua panggilan tak terjawab dari Fero dan lima pesan dari cowok itu.
From Kak Fero :
Sayang dimana? Makan malem yuk.2 missed called from Kak Fero
Yang? Lagi sibuk ya?
Kania?
Tuk! Tuk!
Cantiknya Kakak kemana sih?Setelah melihat pesan dari Fero, Kania refleks menoleh ke arah Qeenan seraya berpikir balasan apa yang harus ia kirim. Ia pun mengetikkan balasan.
To Kak Fero :
Maaf Kak aku baru cek hp, aku lagi bikin tugas di kos temen.Sekitar jam 8 malam Kania diantar pulang oleh Qeenan. Selama perjalanan pulang, Qeenan tak henti-hentinya bicara. Segala macam hal yang terlintas di pikiran cowok itu ia ungkapkan.
"Kania liat deh gerobak batagor yang di sana itu enak banget, kuah kacangnya berasa dan pedes juga. Terus ada juga bakso bakar di sebelahnya gak terlalu enak lebih enakan bakso bakar yang jualan di alun-alun," ujar Qeenan saat mereka melewati bundaran dengan tugu monumen nasional di tengahnya.
Gerobak batagor dan bakso bakar yang Qeenan bilang berada tepat di sebrang bundaran. Saat motor Qeenan melewatinya Kania melihat ke arah gerobak batagor itu sembari mengangguk pelan dan akan mencoba batagor itu nanti kalau memang seenak apa yang Qeenan bilang.
"Lo cerewet juga ya."
"Apa? Gak kedengeran!" Qeenan berseru setelah melewati satu mobil truk besar. Suara klakson truk itu membuat suara Kania tak terdengar olehnya.
"Lo cerewet!" Jawab Kania dengan meninggikan suaranya.
"Emang! Gue emang kayak gini kalau bareng sama orang yang bikin gue nyaman."
"Jadi gue bikin lo nyaman?"
"Bisa dibilang gitu. Tapi, belum pasti sih karna kita juga baru kenal."
Kania mangut-mangut saja. Motor Qeenan berhenti tepat di depan kos Kania. Ada satu motor lagi yang terparkir di dekat pagar. Agaknya sedang ada tamu.
"Thanks udah ajak gue jalan-jalan terus makan mie nyemek. Mie nyemeknya enak banget!" Kania mengusap-usap perutnya lalu mengacungkan ibu jari.
Qeenan tertawa pelan melihat tingkah Kania. Cowok itu lalu mengangkat tangannya hendak mengusap puncak kepala Kania namun ia segera menarik tangannya lagi saat tersadar kalau Kania hanyalah temannya.
Setelah satu dua kalimat lagi, Qeenan pun pamit pergi. Kania tetap di posisinya hingga sosok Qeenan hilang dari pandangannya, ia lalu masuk. Membuka pagar kos seraya mengamati motor yang terparkir di dekat pagar.
Ia melangkah menuju teras samping dimana kamar kosnya berada. Saat itulah ia mendapati seorang laki-laki berdiri di depan pintu kamar sebelah. Kamar mahasiswi itu.
"Good night Gladis. Bye!" ujarnya sebelum pergi dan melewati Kania. Pintu kamarnya langsung ditutup begitu saja.
"Jadi namanya Gladis," gumam Kania pelan.
Kania lalu menoleh ke belakang dan melihat motor yang terparkir di depan pagar menyala. Ternyata cowok itu adalah pemilik motor tersebut. Kania tak sempat memperhatikan wajah cowok itu, karena cowok itu memakai topi dan rambutnya yang panjang membuat wajahnya tertutupi.
Kania lalu melangkah sampai ke depan pintu kamarnya. Tercium aroma harum dari dalam kamar Gladis. Kania berdiri sesaat di sisi pintu untuk menghirup lebih dalam aroma harum itu. Parfumenya boleh juga. Begitu pikir Kania.
Kania kemudian membuka pintu kamarnya dan masuk ke dalam. Sebelumnya ia sempat melirik kamar sebelah yang merupakan kamar Fiska. Lampu ruangan depan mati, agaknya Fiska sudah tidur. Sepertinya karna kelelahan sehabis dari luar kota. Rumah Fiska yang berada di luar kota berjarak cukup jauh dan memakan waktu 4 jam. Sudah saatnya gadis itu beristirahat. Dan Kania akan menagih oleh-oleh esok pagi saja.
Selepas membersihkan diri dan menuliskan tanggal hari ini pada halaman pertama novel yang dibelinya, Kania selalu melakukan ini sebagai pengingat kapan ia membeli novel, Kania lalu melihat ponselnya.
Kania membuka riwayat chatnya dengan Fero. Berupa balasan yang Kania kirim dan jelas sekali berisi kebohongan.
Jujur saja Kania merasa bersalah sekarang karna telah berbohong. Ini adalah kebohongan keduanya. Yang pertama saat ia masih sekolah menengah atas, waktu itu hari terakhir ujian nasional. Fero berpesan untuk segera pulang dan istirahat sehabis ujian dan Kania mengiyakannya. Namun, setelah pulang ujian Kania pergi main bersama teman-temannya.
Ternyata sorenya Fero datang ke rumah Kania untuk mengajak kencan, alasan cowok itu berpesan pada Kania untuk istirahat selepas ujian karena ia ingin mengajak Kania pergi ke perbatasan kota untuk mengunjungi tempat wisata yang waktu itu baru resmi dibuka. Perjalanannya cukup jauh. Oleh karenanya Fero berpesan seperti itu. Tapi tentu saja rencana itu gagal. Dan Kania perlu waktu seminggu sampai Fero memaafkannya.
Namun, kebohongan waktu itu tentu saja beda dengan kebohongan yang sekarang. Kania merasa seperti selingkuh di belakang Fero. Mengingat-ingat kebohongannya membuat Kania overthinking sendiri. Ia lalu berbaring di kasurnya sembari memainkan ponsel dan tak lama ia pun terlelap.
**
Date : 28 Juni 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan di Sore Hari (✔)
Romance(Completed/Tamat) Hujan deras sore ini seakan mengerti bagaimana perasaan Kania. Gadis itu terduduk di sudut tangga sembari melihat tetesan air hujan yang berkejaran di luar melalui jendela. Ia terdiam seraya berpikir betapa bodohnya ia selama...