Prolog - Qeenan Valey

168 50 104
                                    

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

Di lain tempat, teras depan kontrakan di gang kecil depan kampus, Qeenan sibuk mengelap body motornya. Sesekali ia bersenandung kecil memecah suasana yang lengang.

Dari dalam kontrakan, Edo muncul membawa semangkuk mie rebus. Cowok itu duduk di kursi yang ada di teras.

Qeenan meliriknya sekilas lantas berkomentar, "mie terus mie terus abis itu usus buntu."

Edo mendengus lalu membalas sewot, "biarin mie mie gue, bukan urusan lo."

Qeenan pun tergelak. Ia kembali sibuk dengan motornya.

"Motor terus dielus-elus, cewek dong yang dielus-elus," kelakar Edo.

"Gak ada cewek yang bisa dielus-elus. Cewek lu mau gue elus-elus?"

Edo emosi, ia mendengus lantas mengusap-usap dadanya berusaha sabar. "Kan udah gue kenalin sama temennya Haru, itu si Jia. Lo gak tertarik atau gimana sih?"

"Jia? Oh yang itu." Qeenan menggeleng. "Ribet, males gue. Masa mau ngedate udah nanya-nanya gue punya kartu kredit berapa? Terus nanya gue punya mobil apa enggak. Itu cewek mau cari pacar atau cari atm pribadi?"

Edo kontan tergelak. Jujur saja awal melihat Jia yang merupakan temannya Haru-pacarnya-, gadis itu terlihat naif dan lugu. Ternyata dibalik keluguan Jia, tersimpan sisi matrealistis yang kuat.

"Gak usah deh lo sok-sokan cariin gue cewek. Gue udah terbiasa sendiri. Gapapa juga tiap malem minggu gue jagain kontrakan. Hidup gue gak hampa-hampa banget kalau gak punya pacar," sahut Qeenan seraya membilas kain lap yang tadi ia gunakan mengelap motornya lalu ia gantung di tepi pagar.

"Sekarang lo emang bisa ngomong kayak gitu, liat aja nanti setelah lo tinggal sebulan di sini. Lo bakalan risih liat semua anak kontrakan tiap malem minggu pergi atau asik telponan sama pacarnya."

Qeenan mencibir. Ia lalu duduk di sebelah Edo sembari merebut semangkuk mie dari tangan cowok itu.

"Buset! Usus buntu baru tau lo!" Edo berseru kesal. Ia berusaha merebut mangkuk mienya kembali namun tidak semudah itu karena Qeenan mengangkat tinggi-tinggi mangkuk mie ke udara. Perbedaan tinggi Qeenan dan Edo jelas sekali terlihat. Edo pun menyerah lalu masuk ke kontrakan sembari mengomel.

"Kayak cewek aja ngambekan tuh si Edo," Kori datang dan memarkirkan pespanya di sebelah motor Qeenan.

Kori melepas helmnya lalu duduk di sebelah Qeenan, kursi yang diduduki Edo tadi. Seraya melepas sepatunya ia bicara, "gimana soal BEM? Lo udah ke sekretariat?"

"Udah. Mereka gak nerima gue yang bagi mereka adalah seseorang yang bermasalah dan akan menghambat kerja mereka." Qeenan tertawa kering menyelesaikan kalimatnya.

"Mereka bilang gitu?"

"Iya Bang. Mereka bilang gitu. Si Afra yang langsung ngomong sama gue."

"Mereka gak liat cv lo yang jelas-jelas punya pengalaman kerja di organisasi yang bahkan lebih berkelas dari BEM di sini." Kori protes.

"Ya mau gimana lagi Bang? Mending gue menjalani hidup tenang sebagai mahasiswa yang kuliah pulang kuliah pulang daripada sibuk rapat sana sini. Apalagi masalah itu yang kayaknya bakal melekat di diri gue. Gak tau kenapa tiap orang-orang bahas soal itu gue gak bisa bantah karna emang itu kenyataannya."

"Tapi, itu semua belum terbukti kan? Saksi belum bilang apa-apa. Lo gak bisa narik kesimpulan gitu aja. Sayang banget bakat lo kalau gak dilanjutin di sini."

"Yah mau gimana lagi Bang?" Qeenan nyengir saja. Toh, apa yang sudah terjadi tak bisa diulang lagi. Ia lalu menghabiskan mie rebus yang ia rebut dari Edo.

Tadi selepas kelas, Qeenan mendapat pesan dari anggota BEM untuk menemui mereka di sekretariat dalam rangka menindak lanjutin cv dan motivation letter yang Qeenan serahkan minggu lalu. Setibanya di skrestariat bukan sambutan hangat yang ia dapat seperti pada awal ia menyerahkan cv dan motivation letternya yang ketika itu ia disapa dengan ramah dan hangat karena beberapa anggota BEM mengenalnya di acara-acara luar kampus berharap untuk dirinya segera bergabung dengan BEM. Namun, kali ini tatapan dingin dan suasana canggung terasa sekali.

"Rugi mampus sih BEM nolak orang kayak lo." Setelah mengucapkan kalimat itu, Kori pun berlalu masuk ke dalam kontrakan. Tinggallah Qeenan sendiri duduk di kursi teras depan sembari menatap langit malam tanpa bintang.

**

Date : 04 Juni 2022

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Date : 04 Juni 2022

Hujan di Sore Hari (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang