61. Sinyal dari Rojer

29 5 0
                                    

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

Pagi-pagi sekali Qeenan sudah rapi. Dengan kemeja lengan panjang warna hitam, rambut yang di tata sedemikian rupa hingga wangi parfume yang menguar.

Gel rambut usaha Tante Naya dan teman-temannya sudah laku keras. Lalu Ibu-ibu itu merambah bisnisnya ke pakaian kasual untuk laki-laki. Qeenan pun didapuk menjadi model lagi.

"Udah siap jadi model lagi?" tanya Kori.

"Siap gak siap harus siap Bang demi dompet tebel," jawab Qeenan sembari tertawa.

Kori tergelak. Ia menepuk-nepuk bahu Qeenan. Lalu bicara, "pemotretan kali ini bakal beda, karena yang jadi fokus baju sama celana yang lo pakai bukan rambut lo lagi. Nanti lo bakal diarahin kok harus bergaya kayak gimana yang penting lo jangan gugup. Santai aja."

Qeenan mengangguk.

**

Semenjak Kafe Aroma buka, Kania hampir tak punya waktu untuk rebahan di kamar kosnya. Ia selalu datang ke kafe di waktu senggang saat tidak kuliah dan tidak ada tugas yang perlu dikerjakan. Meski kehilangan waktu rebahannya, Kania tak mempermasalahkan hal itu.

Sebab di Kafe Aroma ia mendapat banyak hal baru. Salah satunya adalah teman baru. Beberapa pengunjung kafe yang kembali datang dan menjadi pelanggan tetap adalah orang-orang yang Kania kenal.

Sebut saja Gea. Gadis yang seumuran dengan Kania itu selalu duduk di sudut kafe bagian kiri dekat jendela dan selalu memesan latte serta sepotong cheese cake yang tersedia hanya hari minggu.

Gea adalah salah seorang penulis novel di platfrom online. Gea juga bisa melukis. Hari ini gadis itu memberikan lukisan pada Rojer. Di lukisan itu ada Rojer, Kania, Kori dan juga Qeenan.

Rojer menerimanya dengan senang hati dan bilang kalau ia akan membingkai lukisan itu dan memajangnya di kafe. Lukisan itu dibuat sejak awal Gea ke kafe ini. Hari minggu pertama sejak kafe dibuka.

"Keren banget lukisan lo," puji Kania. Tak henti-hentinya Kania memandangi lukisan Gea yang kini ditaruh sementara di sudut meja bar.

Gea tertawa kecil. "Makasih. Gue seneng lo suka lukisan gue."

"Gimana gue gak suka coba?" Kania memandang dengan mata berbinar lukisan Gea. Ia menopang dagu dan jujur saja Kania merasa bangga dia adalah yang paling cantik di lukisan itu. Lukisan Gea benar-benar mirip dengan aslinya.

"Udah gak usah lebai. Masih banyak seniman lain yang lebih jago dari gue."

"Iya gue tau. Tapi gue cuma kenal lo sebagai seniman terhebat."

Pengunjung baru masuk. Obrolan Kania dan Gea pun terhenti. Kania bergegas ke balik meja kasir.

"Abis anter ini, kasih ini ke Gea ya." Pesanan untuk pengunjung yang baru sudah siap dalam satu nampan. Setelahnya Rojer mengulurkan piring kecil dengan sepotong kue coklat.

Hujan di Sore Hari (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang