**
Hari ini Kania ingin makan bubur ayam di kantin fakultas seni. Jeje menyetujuinya dan bilang akan memesan lebih dahulu dan mencari tempat duduk. Fiska juga akan bergabung tapi ia menyusul, sebab masih ada kelas yang harus ia hadiri.
Semalam saat Kania diantar pulang oleh Qeenan, Kania menolak membahas apa yang sudah terjadi pada Fiska maupun Jeje. Ia terlalu lelah karena menangis terus-terusan. Makanya hari ini Kania sudah siap jika Jeje dan Fiska menanyakannya soal hal itu. Qeenan juga ikut serta.
Maka selepas kelas, Kania bersama Qeenan pergi menuju kantin Fakultas Seni. Hani yang masih belum dapat jawaban atas alasan Kania bolos kelas kemarin hendak ikut serta, tapi Kania menolaknya dan bilang ia akan menceritakannya nanti pada Hani tapi tidak sekarang. Entah Hani bisa memaklumi atau tidak, Kania tak tahu pasti sebab ia sudah ditarik Qeenan pergi.
"Hani kayaknya kesel deh," Kania jadi merasa bersalah.
"Biarin, nanti kita bisa minta maaf sama dia. Soalnya gue, Fiska sama Jeje ada yang mau kita ceritain sama lo dan gak boleh ada orang lain yang tau," ucap Qeenan acuh sambil menarik tangan Kania melewati lalu lalang mahasiswa lain di lorong-lorong kelas.
Kania tak berkomentar lagi. Ia harap Hani tak marah padanya esok hari.
Kania agak kepayahan mengikuti langkah kaki Qeenan yang lebar-lebar. Ia jadi harus berlari kecil untuk menyamakan langkahnya dengan Qeenan.
Ketika mereka melewati jembatan penghubung gedung dari gedung fakultas ilmu komputer ke gedung fakultas teknik Kania refleks menoleh ke bawah. Tepatnya ke parkiran di belakang gedung Fakultas Teknik. Di sana biasanya Fero memarkiran mobilnya. Hari ini hanya ada beberapa sepeda motor saja yang terparkir di sana.
Duh, Kania jadi ingat Fero lagi.
Sekelebat ingatan berupa kenangan manis dan rasa deg-degan luar biasa sebab takut ketahuan oleh orang lain tiap Kania hendak menemui Fero di sana kembali menyeruak di dalam benak. Kania rindu akan hal itu. Hanya saja kini Kania tahu hal tersebut hanya akan jadi kenangan saja. Boleh diingat tapi tak boleh berlarut-larut.
Jeje melambaikan tangan saat Kania dan Qeenan sama-sama memasuki kantin fakultas seni.
"Kenapa gak digandeng sekalian sih? Itu namanya lo kayak lagi bawa anak kecil," seloroh Jeje sesampainya Kania dan Qeenan di dekatnya.
"Dia emang anak kecil kan?" tunjuk Qeenan pada Kania.
"Apaan! Gue bukan anak kecil tau!" Kania membalas sewot. Ia mengembungkan pipinya kesal lantas duduk di sebelah Jeje.
Jeje malah tergelak. Agaknya melihat percekcokan antara Kania dan Qeenan adalah hal lucu baginya.
Qeenan cuma mencebikkan bibir. Cowok itu kemudian berlalu untuk memesan makanan karena Qeenan tak berselera makan bubur ayam siang-siang begini.
"Diliat-liat lo sama Qeenan udah kayak orang pacaran aja." Jeje menyenggol bahu Kania dan berujar sembari tertawa.
"Kadang gue juga ngerasa gitu Je." Kania tak menyangkalnya.
"Lo juga ngerasa kan?" Jeje awalnya tadi mengira Kania akan mengelak tapi ternyata Kania sepemikiran dengannya.
Kania mengangguk. "Kemaren aja gue berasa punya pacar baru. Dia nemenin gue makan, gandeng tangan gue, peluk gue pas nangis, dia---"
"Apa? Qeenan peluk lo?" Jeje menyela cepat. Tak menyangka kalau kedekatan Qeenan dan Kania sudah sampai peluk-pelukan.
Jeje kira mereka cuma sebatas gandengan tangan atau seperti tadi yang tidak bisa disebut gandengan sebab Qeenan cuma memegang pergelangan tangan Kania bukan telapak tangannya.
Melihat reaksi Jeje yang berlebihan Kania rasa ia sudah salah bicara. Ia menyesal sebab Jeje pasti akan bertanya banyak hal setelah ini dan jangan lupa Jeje itu pandai dalam hal ejek-mengejek.
"Iya. Udah jangan bahas yang itu. Kita ke sini kan mau bahas yang kemaren. Emang lo gak penasaran gue ngapain aja kemaren sampai bolos kelas?" Kania mencoba menebar umpan yang agaknya manjur.
"Jadi lo kemana, ngapain aja, dan gimana ceritanya sampai lo rela bolos kelas kemaren?"
Jeje tetaplah Jeje yang tak bisa mengajukan satu pertanyaan saja. Kania mendesah pelan dan mulai menceritakan dengan detail kejadian kemarin hingga ia bertemu Qeenan dan diantar cowok itu selamat sentosa sampai di kos. Tentunya beberapa kali Jeje menyela apalagi dibagian Kania memeluk Qeenan. Jeje paling heboh membahas yang itu. Kania harus menahan malu sendiri, sebab Qeenan yang menjadi objek bahasan terlihat santai saja melahap mie ayamnya.
Bubur ayam dalam mangkuk Kania sudah habis saat Fiska datang. Gadis itu membawa kotak snack yang katanya didapat dari sekretariat. "Habis ada acara temu ramah gitu sama para pemimpin organisasi yang lain, terus si Afra ngasih ini ke gue yaudah gue bawa aja," jelas Fiska.
"Lo udah makan Kak?" tanya Jeje pada Fiska.
Fiska mengangguk. "Udah tadi. Gue masih kenyang sekarang. Kalian kalau udah selesai makan kita ke taman depan yuk, duduk duduk sambil ngobrol sekalian cari udara segar."
Lima belas menit kemudian, mereka berempat sudah berada di taman depan kampus. Duduk bersila di atas rerumputan hijau dengan gorengan tahu brontak yang ditaruh di tengah-tengah. Qeenan yang membelinya tadi di depan kampus.
"So, isi surat lo apa?" tanya Fiska.
Kania juga sudah menceritakan apa yang terjadi kemarin pada Fiska. Sama halnya dengan Jeje, Fiska tak kalah heboh saat Kania membahas soal pelukan dengan Qeenan. Agaknya karna sering bersama Fiska jadi tertular Jeje.
Kania juga menyinggung soal surat yang ia taruh di dalam paper bag bersama box ponsel baru itu. Semoga saja Bang Jay tidak lupa memberitahu pada Fero untuk membaca surat itu terlebih dahulu.
"Isinya panjang. Gue gak nyadar bisa nulis surat sepanjang itu. Dua halaman."
"Hmm kalo gitu intinya. Intinya dari surat yang lo tulia sepanjang dua halaman itu apa?"
"Intinya..."
**
Maaf ya dipotong hehe, karna kalau dianjutin bakal panjang banget...
Date : 6 Oktober 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan di Sore Hari (✔)
Romance(Completed/Tamat) Hujan deras sore ini seakan mengerti bagaimana perasaan Kania. Gadis itu terduduk di sudut tangga sembari melihat tetesan air hujan yang berkejaran di luar melalui jendela. Ia terdiam seraya berpikir betapa bodohnya ia selama...