58. Hujan dan Sosok Fero yang Asing

35 5 1
                                    

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

Hujan di luar semakin deras saja, aroma petrikor membaur bersama udara basah dan suara rintik hujan yang jatuh di atas batu kerikil.

Sosok Fero masih di sini. Sosoknya yang tampak asing bagi Kania sekarang.

Kalimat Fero barusan benar-benar membuat Kania tidak habis pikir.

Untungnya, suasana kafe yang ramai dan alunan lagu dari speaker membuat obrolan Kania dan Fero teredam.

Cuma keduanya saja yang bisa mendengar suara masing-masing.

"Kakak ngomong seolah kakak yang paling bener. Hari pas aku balikin hp itu adalah hari terakhir hubungan kita. Kita udah gak punya hubungan apa-apa lagi dan kayaknya kakak perlu ngaca deh siapa yang punya pacar duluan."

"Maksud kamu apa?" Kali ini Fero yang dibuat bingung.

"ck, kakak gak usah pura-pura."

"Maksud kamu apa sih Kania?"

Merasa ada tensi tak enak di balik meja kasir, Qeenan yang baru selesai dengan pesanan terakhir, berbisik dan menyuruh Kania untuk menepi. "Bagusnya lo bawa Fero ke samping kafe dan selesain masalah kalian berdua,"

Kania pun menurut.

Mendengar apa yang Fero bilang, agaknya cowok itu tidak tahu menahu perkara Kania yang mengembalikan ponsel baru itu.

Apa Bang Jay tidak memberitahunya?

Kania memberi kode pada Fero untuk mengikutinya ke samping kafe.

Di samping kafe adalah tempat outdoor untuk menikmati kopi dan snack. Tapi, karna hari ini sedang hujan, tempat outdoor jadi sepi.

"Kakak beneran gak tau ya aku udah ngembaliin hp baru itu."

Fero mengernyitkan kening. "Kenapa kamu kembaliin Kania? Itu kan hadiah dari aku buat kamu."

Kania berdecak pelan. "Karna aku tau hubungan kita gak akan berlangsung lama, jadi buat apa aku nyimpen hp itu."

"Bentar, maksud kamu apa sih? Hubungan kita gimana yang gak akan berlangsung lama? Kamu tadi juga bilang kalau hubungan kita udah berakhir, kenapa? Atas dasar apa kamu bilang itu semua."

Kania mendesah pelan. Ia tak habis pikir. Agaknya manajer Fero yang nyentrik itu tidak memberitahu perihal kedatangan Kania tempo hari ke lokasi syuting Fero.

"Tepatnya satu bulan lalu, aku pergi ke lokasi syuting Kakak yang di luar kota..."

"Ha? Kamu kesana?" sela Fero.

Kania mengangguk pelan. "Kak, bisa gak denger sampai habis dulu. Aku belum selesai."

"Oke, maaf."

Mulai dari sini, sorot mata Fero tampak seolah menyesal. Namun, Kania sudah tak terpengaruh dengan hal itu lagi.

Bagaimana pun, selama satu bulan ini ia sudah susah payah untuk menata hatinya seorang diri.

"Aku mau ngembaliin hp itu sambil ketemu Kakak. Niat awalnya begitu. Tapi, di sana aku malah liat pacar aku pelukan sama cewek lain. Dan kalian keliatan terlalu dekat untuk sekedar punya hubungan sebatas rekan kerja aja."

Fero kaget. Cowok itu melebarkan matanya. Terlihat benar-benar terkejut dengan apa yang Kania ucap. "Kania, itu gak kayak yang kamu pikirin."

"Terserah Kakak mau bilang apa. Soal hari itu udah lama banget dan jujur aku udah lupain. Sekarang aku udah ngerasa baik-baik aja. Hubungan kita emang udah bener-bener selesai hari itu. Meskipun secara gak langsung. Tapi, kalau Kakak baca surat yang aku tulis Kakak bakal ngerti perasaan aku yang sebenarnya. Dan jujur aja, aku ngerasa kalau hubungan kita udah selesai dari lama."

Kania berhenti bicara. Ia merasa sudah terlalu banyak menjelaskan sebab dari beberapa hal yang membuat hatinya sakit hingga sekarang.

Namun, masih banyak hal yang ingin Kania sampaikan cuma ia terlalu lelah jika nantinya ia malah tak bisa mengendalikan perasaannya sendiri.

Fero juga diam. Cowok itu menundukkan kepala. Meski sering Kania dapati Fero melirik kearahnya. Namun, cowok itu sepertinya tak punya keberanian lebih hanya untuk mengucapkan sepotong kalimat.

Hujan semakin deras saja. Tempiasnya bisa Kania rasakan di lengannya. Di dalam kafe, orang-orang ramai berdatangan. Sepertinya suasana hangat di dalam kafe menarik perhatian orang-orang untuk datang di kala hujan seperti sekarang ini.

Di balik meja kasir, Qeenan sibuk menerima pesanan pelanggan dan juga membuatkan minuman. Kania jadi merasa tak enak masih berdiri di sini dan tak membantu Qeenan.

"Aku gak tau apa Bang Jay udah bilang ke Kakak kalau aku dateng hari itu. Ada surat di dalam kotak hp yang mau aku balikin. Tapi, ngeliat reaksi Kakak hari ini, kayaknya Bang Jay gak bilang apa-apa." Kania berdeham pelan. Merasakan tenggorokannya sedikit sakit. "aku gak bisa lama-lama di sini. Aku harus bantu Qeenan."

Fero yang tadi masih menunduk, mengalihkan tatap ke dalam kafe. "Apa dia bisa gantiin posisi aku di hati kamu?"

"Kakak ngomong apa sih? Dia cuma temen aku. Udah ya, aku ke dalem dulu. Kakak juga buruan masuk, di sini dingin."

Setelahnya Kania pun berlalu ke dalam kafe, menerobos hujan sembari menutup kepala seadanya dengan telapak tangan yang membuat baju bagian bahu basah karna air hujan. Ia lantas mengambil alih meja kasir.

Dalam sekejap Kania sibuk dengan pekerjaannya. Menerima pesanan dan mengantarkannya ke meja-meja pelanggan.

Meskipun begitu, Kania tahu kapan Fero kembali ke dalam kafe lalu pergi segera dengan Bang Jay. Kania juga melihat dua orang itu berdebat di teras depan kafe sebelum sama-sama masuk ke dalam mobil van putih dan melaju meninggalkan parkiran kafe.

Melihat mobil van putih itu pergi, Kania merasa lega. Seolah beban berat di pundaknya terangkat.

**

Date : 26 Oktober 2022

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Date : 26 Oktober 2022

Hujan di Sore Hari (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang