**
"Bang gue capek," Fiska mengajukan keluhan sekali lagi. Jujur saja ia lelah terus-terusan menatap layar monitor laptop sedari tadi.
Afra di depannya mendongak. Membiarkan bingkai kacamatanya melorot di tulang hidung sementara matanya langsung menatap lekat pada Fiska. Hal itu membuat Afra terlihat lebih tampan, apalagi ada anak rambut yang jatuh di dahinya. Untuk sesaat jantung Fiska dibuat menggila.
"Gue tau Fiska. Tapi, kalau bukan lo yang ngerjain terus siapa lagi? Yang sekretaris kan elo." Afra tersenyum kalem lantas kembali menaruh atensinya pada laptop di hadapannya.
Fiska cemberut lalu ia mendengus keras-keras tanpa segan Afra sadar dengan kelakuannya. Ia kesal tak mendapat respon yang ia inginkan dari Afra. Bosan melihat pemandangan layar monitor laptopnya sejak tadi, ia mengalihkan pandangan dari monitor laptop yang telah membuat matanya sakit dan memandang ke sekeliling kafe yang cukup lengang.
Alunan musik terdengar mengalun dari speaker yang digantung di langit-langit kafe. Sembari menyeruput es coklatnya Fiska mengamati satu per satu pengunjung kafe di sekitarnya.
Pandangan Fiska teralih ke sepasang muda mudi yang berada di sudut kafe. Keduanya beranjak dari tempat duduknya lantas berjalan bersisian menuju pintu kafe yang berada di sisi kanan Fiska.
Otomatis dua muda mudi itu akan lewat di dekat meja Fiska dan Afra yang berada persis di tengah-tengah kafe. Jadi, Fiska bisa melihat wajah keduanya dengan jelas, namun karena hal itulah Fiska hampir tersedak es coklat sebab dua wajah itu terlihat familiar.
Yang perempuan adalah teman sekamarnya Lara yang bekerja di minimarket sementar yang laki-laki meskipun belum pernah bertemu langsung sebelumnya, Fiska ingat sekali wajah itu sering ia lihat pada wallpaper di ponsel Kania. Yang lain dan tak bukan adalah Fero pacarnya Kania.
Ngapain pacarnya Kania dengan teman sekamarnya Lara pergi berduaan ke kafe dan terlihat akrab seperti sedang pacaran. Apa jangan-jangan?
"Woi! Lo liat apa Fiska?" Afra mengejutkan Fiska seraya memukul pulpen ke kening Fiska.
Sontak saja Fiska mengaduh kesakitan lantas mengomel panjang lebar dan dalam sekejap ia lupa dengan apa yang ia lihat di depan matanya barusan.
**
From Kori :
Nan, kalau lo masih di luar ntar pulangnya gue mau nitip keripik ubi di minimarketFrom Edo :
Bro, gue nitip sikat gigi dongBegitu pesan yang Qeenan terima dari dua teman sekontrakannya itu. Makanya Qeenan memberhentikan motor di depan minimarket selepas mengantar Kania pulang.
Lara berdiri di belakang meja kasir sedang sibuk menghitung belanjaan saat Qeenan masuk minimarket, Qeenan tersenyum kecil melihatnya.
Beberapa hari belakangan, ia dan Lara cukup intens saling mengirim chat. Entah itu hanya untuk menanyakan kabar atau membahas hal-hal random.
"Selamat malam Lara," sapa Qeenan diiringi senyum.
Lara balas tersenyum dan tertawa kecil. "Malam juga Qeenan."
Qeenan lalu mengulurkan barang belanjaannya ke atas meja kasir untuk Lara hitung harganya seraya bicara, "udah makan malem Ra?" Qeenan tersenyum lagi, rasanya aneh menyebut panggilan Ra lagi setelah sekian lama. Ada rindu yang menyerang dada Qeenan mengenang seseorang yang ia panggil Ra juga di masa lalunya.
"Udah Qeenan. Lo sendiri gimana?"
"Belum nih, ntar baru mau makan di kontrakan." Qeenan menjawab santai seolah pergolakan batin dalam benaknya bukan apa-apa. Seolah rindu yang muncul tiba-tiba tidak berarti apa-apa.
Lara lalu memasukkan barang-barang Qeenan ke dalam kantung plastik dan menyebutkan nominal harga untuk Qeenan bayar.
"Lo ada waktu senggang gak besok?" tanya Qeenan sembari menyerahkan uang untuk membayar.
"Besok ya? Belum tau. Emang kenapa?" Lara balik bertanya sembari menyerahkan uang kembalian.
"Mau ngajak lo malem mingguan. Boleh gak?"
Lara tersenyum malu-malu. "Boleh boleh."
Percakapan keduanya kemudian terinterupsi oleh seorang gadis yang tiba-tiba masuk minimarket dan memanggil nama Lara.
Gadis itu muncul dengan piyama yang lumayan terbuka. Saat menoleh, Qeenan buru-buru mengalihkan pandangan dari gadis itu. "Kalau gitu gue balik dul ya, sampai ketemu besok Lara." Qeenan tersenyum seperti biasa kepada Lara sembari melambaikan tangan lantas langsung keluar dari minimarket.
Sebelum benar-benar pergi, Qeenan masih bisa mendengar obrolan Lara dengan gadis itu. Agaknya gadis itu menertawakan tingkah Qeenan yang tiba-tiba saja langsung pergi setelah dia datang.
Salahkan gadis itu yang memakai pakaian terbuka dan tidak tahu tempat padahal sudah tahu kalau minimarket adalah tempat umum kenapa harus memakai piyama terbuka seperti itu. Apa dia tidak tahu ada banyak hal-hal berbahaya di luar. Qeenan menggelengkan kepala tak habis pikir. Dunia memang sudah terbalik.
**
Date : 29 Juli 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan di Sore Hari (✔)
Romance(Completed/Tamat) Hujan deras sore ini seakan mengerti bagaimana perasaan Kania. Gadis itu terduduk di sudut tangga sembari melihat tetesan air hujan yang berkejaran di luar melalui jendela. Ia terdiam seraya berpikir betapa bodohnya ia selama...