37. Tiba-tiba Fero Ada di Perpustakaan

40 5 0
                                    

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

Selama di kampus, untungnya Kania bisa menghindari pertanyaan dari teman-temannya mengenai matanya yang bengkak. Tentu saja hal itu bisa terjadi karna bantuan Qeenan.

Qeenan memastikan Kania selalu berada di sampingnya. Setiap saat cowok itu mengajak Kania bicara dan membuat Kania seolah sibuk dengannya hingga tak ada waktu untuk teman-teman lain mengajak Kania bicara. Sampai Hani pun Kania tak acuhkan.

Tapi karna Hani pantang menyerah sebab sejak tadi ia memang ada perlu dengan Kania, Hani sampai mengintili Kania dan Qeenan ke perpustakaan.

"Gue mau ngomong sama Kania!"

"Kania sejak kapan Qeenan jadi bodyguard lo?" Hani protes dan terlihat kesal. Gadis itu mencibir pada Qeenan.

Kania meringis pelan, tak menjawab. Karna ia juga bingung harus menanggapi tanya Hani.

Qeenan lalu menjauh saat mendapat gesture dari Kania kalau ia baik-baik saja dengan kehadiran Hani.

Untungnya Hani tak bertanya lebih lanjut. Hani lalu mengajukan tanya lain tentang materi yang tidak ia mengerti cara penyelesaiannya pada Kania. Kania lalu menjelaskan dan dalam sesaat keduanya sibuk membahas mata kuliah itu.

"Kania gue tau lo kemaren nangis di depan kelas kita." Lalu tiba-tiba saja Hani bicara keluar dari topik mata kuliah yang sedang mereka bicarakan.

"Lo tau?" tanya Kania pelan.

Hani mengangguk. "Gue juga tau lo dipeluk Qeenan. Bukan gue aja sih, tapi ada Doni sama Lintang juga. Jadi ceritanya gini, kemaren pas Qeenan nanya ke gue lo dimana gue bilang lo masih di kelas karna lo mau ambil barang lo yang ketinggalan. Abis itu Qeenan langsung lari ke kelas kita. Si Doni sama Lintang jadi kepo dong, nah gue juga ikutan kepo. Kita pun sepakat buat ngikutin Qeenan. Sampai di dekat tangga ke kelas, kita ngeliat lo dipeluk Qeenan. Gue ngeliat jelas mata lo merah dan gue bisa denger isakan lo. Kita jadi ngerasa bersalah udah ngintip kalian, terus kita buru-buru pergi."

Kania masih tak percaya dengan apa yang ia dengar dari Hani. Sebab seingatnya kemarin koridor sepi tak ada orang lain sampai Qeenan datang.

"Selain gue sama Doni dan Lintang gak ada yang tau lagi kok. Sorry kalau kita udah liat lo nangis,"

Kania meringis pelan, ia menutup wajahnya dengan buku referensi yang ada di meja untuk menghela nafas sesaat lalu menurunkan buku hingga matanya saja yang terlihat.

Kania lalu membalas, "gapapa, gue pasti jelek banget kemarin."

Hani menggeleng. Sorot matanya melembut. Tangannya lalu terulur untuk mengusap-usap bahu Kania. "Jangan pikirin jelek atau enggaknya. Gue ngeliat lo aja udah pengen nangis. Lo keliatan sesedih itu. Kenapa? Ada apa?"

Kania hanya tersenyum. "Gue baik-baik aja kok sekarang. Nanti ya gue bakal cerita ke lo. Makasih udah khawatir dan peduli sama gue Hani."

"It's okay. Kalau ada apa-apa lo bisa cerita ke gue." Hani lalu mendekat untuk mendekap Kania sesaat.

Hujan di Sore Hari (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang