**
Makanan yang dipesan untuk makan malam hari ini benar-benar banyak dan agaknya berlebihan. Maka dari itu, Kori dan Qeenan sepakat untuk memberikan beberapa makanan ke orang-orang yang mereka kenal.
Kalau Kori sih ia akan memberikannya pada Jeje. Sekalian cowok itu hendak menemui Jeje sebagai pertemuan pertamanya dengan gadis itu. Sementara Qeenan ingin memberikan makanan tersebut untuk Kania.
"Lo masih mau makan lagi Bang?" tanya Qeenan melihat Kori yang menyisihkan sebagian makanan untuk disimpan ke dalam kontainer dan ditaruh dalam kulkas.
"Bukan buat gue, tapi buat Edo mana tau nanti malem dia laper lagi."
Qeenan berseru oh dengan berlebihan, sengaja sih biar Edo yang lagi ngambek di dalam kamar mendengarnya. "Bang Kori baik banget nih ninggalin makanan buat lo takut lo laper ntar malem!"
Kori cuma tergelak. Setelahnya cowok itu berkemas dan pergi duluan. "Doain gue ya, ini pertemuan pertama gue sama Jeje."
"Oke Bang! Gue doain lancar!"
Setelah Kori pergi sekarang giliran Qeenan. Ia memasukkan kontainer yang sudah ia isi dengan makanan ke dalam tas tangan khusus makanan. Ia lalu mendekati pintu kamar Edo dan mengetuknya.
"Do, jagain kontrakan, gue pergi dulu."
"Iya."
Qeenan pun pergi dengan sepeda motornya menuju kos Kania.
**
Sesuai alamat yang diberi Jeje lewat pesan chat, Kori mengendarai motornya dengan kecepatan sedang saat ia sudah melewati gerbang komplek rumah Jeje.
Ia mengamati nomor rumah yang tertera di pagar depan rumah hingga ia menemukan rumah dengan nomor 30, yaitu rumah Jeje.
Ada seorang gadis yang sedang berdiri di depan rumah, agaknya itu Jeje seingat Kori dari potret di feed akun sosial media gadis itu.
Kori memberhentikan motornya di luar pagar bersamaan dengan Jeje yang menghampirinya.
"Bang gondrong kok berani banget ke rumah aku?" tanya Jeje khawatir. Sesekali ia melirik ke dalam rumahnya. Gorden rumahnya bergerak dengan siluet bayangan yang terlihat mengintip dari dalam rumah. Mamanya dan adik laki-lakinya pasti sedang mengintip di sana.
"Loh gak boleh ya?" Kori mengerjap bingung.
Ditatap seperti itu oleh Kori, Jeje dibuat gugup. "Eh emm, gak kok Bang. Boleh kok boleh."
Kori terkekeh pelan. "Syukur deh. Aku ke sini mau nganterin ini," Kori menyerahkan bungkusan plastik berisi makanan dan juga paper bag berisi oleh-oleh untuk Jeje.
"Wah banyak banget," Jeje lalu mengintip ke dalam paper bag.
"Eh jangan, yang paper bag kamu buka di kamar aja ya, kalau yang bungkusan plastik isinya makanan. Makan bareng adek kamu ya," ujar Kori sembari melirik ke jendela rumah Jeje di sana adik laki-laki Jeje tampak menempel pada kaca jendela rumah bukan sekedar mengintip lewat celah gorden lagi. Jeje mendengus pelan dan mendelik pada adiknya yang dibalas cibiran. Hal itu membuat Kori tergelak.
"Aku cuma mau nganterin itu aja buat kamu. Aku juga mau minta maaf soal rencana kita ke pameran foto itu gagal. Maaf ya Je."
Jeje tersipu. Ia menganggukkan kepala malu-malu. "Gak papa kok Bang."
"Yaudah kalau gitu Aku pulang dulu ya, salam buat orang tua kamu, bye Jeje." Kori melambaikan tangannya sembari tersenyum yang menampilkan dua lesung pipinya.
Hal itu makin membuat Jeje terpesona. Rona merah di wajahnya tak bisa ditutupi menjalar begitu saja hingga hatinya ikut menghangat. Kori berlalu pergi dengan motornya. Jeje masih di posisi berdirinya melihat punggung Kori sampai hilang di ujung jalan.
"Kak!! masuk di panggil Mama!" seruan dari Adik laki-laki Jeje membuat sesi romantis yang terjadi buyar seketika. Gadis itu mendelik pada Adiknya sembari melangkah masuk ke dalam rumah.
**
"Wah makasih!" seru Kania menerima dua kotak kontainer berisi makanan dari Qeenan.
"Sama-sama."
"Ada acara apa sih di kontrakan sampai bagi-bagi makanan gini?"
"Perayaan kecil-kecilan," Qeenan nyengir, ia jadi agak malu untuk memberitahu Kania. "soalnya gue udah bebas dari tuduhan tersangka pembunuhan itu. Tersangka sebenarnya udah ditangkep dan dipenjara."
"Wah!!! Selamat Qeenan!!!" Kania berseru heboh. Gadis itu menutup mulutnya dengan dua tangan dan Qeenan bisa lihat sudut-sudut mata gadis itu berair.
"Selamat loh!!!" Kania menaruh kontainer yang ia pegang tadi di atas pagar kosan yang datar lalu ia memeluk Qeenan erat. Menepuk-nepuk punggung cowok itu memberi selamat. "Selamat Qeenan. Selamat. Gue ikut seneng denger kabar baik itu. Ini bener-bener kabar paling baik yang gue denger."
Pelukan itu singkat saja. Tapi, sungguh bermakna untuk Qeenan. Ia tak bisa berkata-kata dibuatnya. Setelah Kania melepaskan pelukan pun Qeenan jadi kelu. Tubuhnya kaku. Ia jadi gugup dan muncul rona merah di kedua pipinya.
Kabar baik ini benar-benar membuat Kania senang. Kabar yang benar-benar baik. Itu artinya Qeenan bisa jadi lebih percaya diri lagi.
Kania jadi tak perlu khawatir dengan lingkungan sosial Qeenan lagi. Yang biasanya Kania selalu ajak Qeenan belajar bersama, ikut kerja kelompok yang sama, ke perpus bersama, ke kantin juga sama-sama.
Karna Qeenan selalu menyendiri di kelas, kalau tidak diajak bicara pasti dia hanya diam saja. Kania pun terharu, tangisnya keluar begitu saja dengan senyum di bibirnya. Ia merasa seolah seorang ibu yang bangga dengan anaknya yang selama ini selalu ia jaga sudah bisa mandiri dan tak perlu dikhawatirkan lagi.
"Kok lo nangis sih?" Qeenan jadi panik.
"Gue terharu tau. Akhirnya lo bebas dari penderitaan lo selama ini."
Qeenan tergelak. "Bahasa lo, penderitaan banget. Tapi, emang iya sih."
Kania menghapus sisa air matanya dengan punggung tangan. Lalu ia mengulurkan tangan ingin mengusap rambut Qeenan. Tapi, karna tinggi Qeenan yang menjulang tangannya tidak sampai.
"Nunduk dong."
"Mau ngapain?"
"Nunduk aja dulu."
Qeenan menurut. Ia menunduk sedikit. Barulah Kania bisa mengusap puncak kepalanya.
Kania pun berujar, "Selamat ya Qeenan, setelah ini hidup lo bakal baik-baik aja. Terimakasih sudah bertahan dan berusaha baik-baik aja selama ini. Lo hebat Qeenan."
Seolah diguyur air terjun yang segar dan dingin, kalimat Kania mengguyur hati Qeenan. Membuat pikirannya terbuka dan merasa segar.
Setelah selama ini ia menahan perasaannya sendiri. Menahan masalahnya dan berpikir kalau dirinya bisa mengatasinya sendiri dan memaksa dirinya untuk tetap baik-baik saja. Sekarang ia bisa merasa bangga dengan apa yang ia lakukan selama ini karena kata-kata yang Kania ucap. Cuma Kania memang yang bisa.
**
Date : 20 September 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan di Sore Hari (✔)
Romance(Completed/Tamat) Hujan deras sore ini seakan mengerti bagaimana perasaan Kania. Gadis itu terduduk di sudut tangga sembari melihat tetesan air hujan yang berkejaran di luar melalui jendela. Ia terdiam seraya berpikir betapa bodohnya ia selama...