34 ☠ Devise a Plan and Find Out the Truth

94 32 76
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Setelah menempuh perjalanan kurang lebih sekitar sepuluh menit dengan motornya, Geovan telah sampai di rumah Dennata. Laki-laki itu menatap gerbang hitam yang menjulang tinggi di depannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Rumah tersebut tidak banyak berubah sejak terakhir kali ia menginjakkan kaki di sini untuk mengantar pulang Dennata setelah rapat BEM hari itu. Masih sepi seolah tak berpenghuni, karena Dennata memang tinggal sendiri. Kedua orang tua gadis itu ada di luar kota.

Pernah sekali ia bertanya, kenapa gadis itu memutuskan untuk tinggal sendiri dan jauh dari orang tua? Jawabannya sama seperti orang kebanyakan, ingin belajar mandiri katanya. Dennata mengaku sudah tinggal sendiri sejak kelas sepuluh. Akan tetapi, apa iya gadis yang saat itu mungkin masih berusia sekitar 15 tahun diperbolehkan tinggal sendiri di rumah sebesar ini?

Itulah pikir Geovan saat itu.

Karena sampai sekarang pun, Dennata tak pernah menceritakan apapun tentang keluarganya padanya. Bahkan pada Caldera atau Renata yang sering bertengkar dengannya. Harus Geovan akui, terkadang ia begitu penasaran akan sosok Dennata. Siapa keluarganya? Bagaimana wajah ayah dan ibunya? Apakah dia merupakan anak tunggal atau memiliki saudara?

Yang Geovan tahu, Dennata memang anak dari keluarga berada. Namun ia tak pernah tahu apapun tentang gadis itu selain fakta kalau dia adalah teman satu angkatannya sekaligus sekretarisnya di BEM.

Ding, dong! Ding, dong!

Geovan memutuskan untuk segera menemui Dennata dan menanyakan tentang peristiwa yang tadi pagi dialami oleh gadis itu. Apalagi ia juga tahu kalau Dennata memang tidak masuk kuliah hari ini dikarenakan sedang sakit.

Ding, dong! Ding, dong!

"Iya, sebentar!"

Dennata dengan dress rumahan sepanjang lutut berwarna biru yang masih menempel di tubuhnya itu segera membuka gerbang rumahnya. Gadis itu cukup terkejut dengan kehadiran Geovan meski ia sudah memperkirakan laki-laki yang disukainya itu akan datang ke rumahnya karena hal yang menimpanya tadi pagi. Gadis itu mempersilakan Geovan masuk setelah laki-laki itu meletakkan motornya di garasi rumahnya.

"Gimana keadaan lo?" tanya Geovan setelah mendudukkan diri di sofa empuk berwarna abu-abu di ruang tamu Dennata.

Sementara sang empunya kini tengah membereskan beberapa bungkus snack dan remahannya di karpet berbulu miliknya yang berantakan karena semalam ia sempat menonton film di sana. Ia belum sempat membereskan kekacauan yang dibuatnya karena efek demam membuatnya malas bergerak. "Udah lebih baik daripada semalem," jawab Dennata apa adanya.

"Lo tau dengan jelas kalo bukan itu yang gue maksud, Dennata."

Dennata menghentikan gerakannya yang ingin mengambil sapu lidi di sudut ruangan. "Lo mengharapkan jawaban apa lagi dari gue?" Netra gadis itu menyorot datar pada Geovan yang masih terdiam menunggu kelanjutan kalimat yang akan ia lontarkan. "Bukannya lo berharap kalo gue kembali dengan selamat? Ohh, atau lo justru berharap gue mati di tangan penculik itu dan hidup lo bakal jadi tenang karena nggak ada gue. Gitu, 'kan?"

PSYCHO ELITE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang