77 ☠ Punishment has been Determined

46 3 0
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Berita yang sedang panas di Keluarga D'Calls juga sampai ke telinga para member Psycho Elite. Mereka yang tahu identitas Kirei sebagai salah satu inti PE juga merasa simpati pada gadis itu. Terlebih Byza, Geovan, dan Nathan. Akan tetapi sayang sekali ketiganya hanya bisa memantau dari jauh. Karena menurut informasi dari Reynand perihal kondisi Kirei, gadis itu tidak mau berbicara atau bertemu dengan siapapun.

Alexya yang kini sudah bisa mengerakkan seluruh syaraf geraknya pun, merasa turut prihatin dengan kondisi penolongnya tersebut. Gadis kesayangan Geovan itu bahkan memaksa Bi Siti dan Mbak Vivi agar membawanya serta ke villa yang ditempati oleh Kirei sekarang. Alexya berniat ikut menemani gadis yang sudah menjadi penolongnya tersebut untuk melewati masa-masa sedihnya.

Byza, gadis itu jadi merasa sangat bersalah karena semua masalah ini berawal dari papa dan keluarganya. Ia tidak tahu kalau ternyata Kak Enzo yang telah membunuh orang tua Kirei. Karena setahunya, sang papa hanya menyuruh Geovan untuk melakukan misi itu dan berakhir gagal.

Sementara Davin ...

Entahlah.

Laki-laki itu sendiri bingung harus bagaimana sekarang. Di satu sisi ia merasa sedikit cemas, tapi di sisi lain ia juga merasa gengsi. Ia tidak ingin mengakui kalau sebenarnya ia juga khawatir akan kondisi gadis itu. Apalagi karena masalah ini, ia jadi harus menunda ujian masuk ke Psycho Elite. Namun sisi baiknya, ia sudah diberi kebebasan untuk keluar-masuk markas dan berkenalan dengan para anggota lainnya. Mereka pun menerimanya dengan tangan terbuka. Terutama setelah Raffael dengan bangganya memperkenalkan ia sebagai sahabat sepopoknya.

"Woy! Ngelamun aja lo! Pasti lagi mikirin gue, ya?"

Seruan tersebut membuat Abryan Davin Darendra sedikit terkejut. Netra kelamnya spontan melirik sang pelaku dengan malas. "Bisa nggak, lo kalo muncul tuh kasih gue aba-aba dulu?"

"Dikira mau lomba lari apa, pake aba-aba segala." Zen menyahut.

"Temen lo tuh!" sahut Raffael cepat.

"Temen lo juga kali!" balas Zen tak mau kalah.

"Berisik lo berdua." Davin berkata dengan sinis. "Mendingan jauh-jauh dari gue kalo mau adu bacot. Gue lagi males dengerin bacotan lo pada."

"Yaelah, sensi amat sih Bang. Santuy dong, santuy."

Davin berdecak. "Gue serius. Lo kalo mau berisik mendingan pergi," ancam Davin tak main-main.

Raffael spontan menutup mulutnya dan memilih diam. Lebih baik ia menurut saja daripada membuat Davin marah. Karena marahnya Davin itu bahaya, dan semua orang bisa terkena imbasnya.

Lama ketiga sahabat itu terdiam dengan pikiran masing-masing sembari memandangi suasana ramai parkiran kampus, hingga salah satunya kembali bersuara dan memecah keheningan diantara mereka bertiga.

PSYCHO ELITE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang