▶️ Saya hanya meminjam tokoh, namun nama dan ide cerita adalah murni dari pemikiran saya.
▶️ Cerita berpusat pada Semesta (Hyunjin).
▶️ Saya membuat cerita karena hobi, bukan untuk memenuhi memenuhi ekspektasi. So...jangan dibaca kalau tidak suka.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Pesta?"
"Iya. Um...tapi kalau kamu nggak mau juga nggak apa."
Cakra yang biasanya selalu tegas dan berwibawa kini terlihat begitu salah tingkah, hanya karena takut ajakannya ditolak begitu saja.
"Bapak nggak salah ajak toh? Nggak ngajak mas Bian aja?"
Arin sedikit bingung karena tiba-tiba Cakra ingin berbicara untuk mengajaknya ke sebuah pesta.
"Enggak. Tapi kalau kamu nggak mau juga nggak apa."
Belum Arin menjawab, tapi Cakra sudah berputus asa saja. Arin sendiri masih bingung. Kenapa Cakra tiba-tiba mengajak dirinya? Dia kan bukan siapa-siapa.
"Pak... bukannya apa-apa. Tapi saya kan bukan siapa-siapa. Nanti bapak nggak takut kalau ada gosip macem-macem karena ngajak saya?"
Harusnya Cakra sadar tentang resiko itu. Apalagi Cakra bukan orang sembarangan. Wajahnya hampir selalu ada dalam majalah bisnis tanah air dan mungkin beberapa majalah di Asia Tenggara. Dan ya...Cakra memang tahu resiko apa yang akan dihadapinya jika mengajak seseorang dalam sebuah pesta. Bisa saja dikira orang istimewa, sampai orang yang dicinta.
"Ini pesta besar. Saya sebenarnya juga nggak mau hadir. Tapi demi menghargai yang mengundang, saya harus hadir. Dan beliau memberi saya dua undangan. Bian ada di luar kota dan sekretaris saya sedang menunggu istrinya melahirkan. Saya tidak tahu harus mengajak siapa."
Alasan yang cukup bisa diterima. Tapi masalahnya, Arin merasa jika dia bukanlah siapa-siapa yang patut diajak ke sebuah pesta. Apalagi jika mendengar dari penjelasan Cakra, pesta ini adalah sebuah pesta penting yang mungkin akan dihadiri banyak orang ternama.
"Saya juga nggak berminat hadir. Tapi karena yang mengundang adalah sahabat mendiang papa, saya nggak bisa menghindar begitu saja."
Arin masih belum bisa menerima alasannya. Dia tetap merasa tidak pantas karena posisinya.
"Tapi pak..."
"Saya sudah ijin Bian dan nggak apa saya ajak kamu. Saya cuma nggak mau sendirian disana, membosankan."
Apa hubungannya sama Bian? Ya wes tau membosankan kok ngajak aku kesana??? Beda kasta pisan masseeh.
Mau bagaimanapun Arin masih waras untuk sadar diri dimana kastanya. Ibarat mereka semua yang disana semuanya adalah nasabah bank prioritas, maka dirinya adalah nasabah prihatin. Ibarat lain lagi, mereka adalah Civic turbo dan dia adalah Vario. Intinya, mereka sangat berbeda.
"Kita hanya datang, memberi kado, berbasa-basi sebentar dan pulang. Saya janji nggak akan lama."
Katanya saja tidak memaksa. Tapi Cakra masih getol untuk merayunya.
"Tapi... Semi..."
"Ah iya...Semi juga akan ikut. Saya sudah bilang kan tuan rumah pesta adalah sahabat papa. Beliau juga ingin Semi ikut bersama kita."