Masa Lalu yang Terkuak

302 65 34
                                        

Arin memandangi wajah Semesta yang masih betah terlelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arin memandangi wajah Semesta yang masih betah terlelap. Ini adalah pertama kalinya wanita itu bisa memandang wajah Semesta dari jarak yang lebih dekat. Setelah perdebatan panjangnya dengan Abian, akhirnya Arin diijinkan juga menjenguk bocah kesayangannya.

"Betah banget tidurnya. Mimpinya indah banget ya?"

Tapi hanya hening yang menjawabnya. Perasaan bersalah menggerogoti dirinya. Arin tak akan pernah lupa bagaimana Semesta melindunginya dari benturan akibat tubrukan dari kendaraan di belakang mobil yang mereka tumpangi. Bocah itu berusaha menjadi tameng untuknya tanpa mempedulikan dirinya sendiri.

"Kamu harusnya nggak perlu lindungi kakak. Kamu nggak punya utang apapun sama kakak."

Arin mendengar ucapan Abian yang mengatakan, jika saja Semesta bisa menggantikan posisi Arin, maka dia mungkin akan memaafkan keponakannya. Arin sangat marah. Bagaimana bisa Abian berkata demikian? Kejadian itu bukan kesalahan siapapun selain pelakunya sendiri. Tapi Abian tetap menyalahkan Semesta atas semuanya.

"Kamu masih punya banyak orang yang sayang sama kamu. Kamu nggak bisa gini aja dan bikin mereka khawatir."

Semesta harusnya tidak mengorbankan dirinya. Banyak yang menyayanginya meski Semesta tidak menyadarinya. Berbeda dengan Arin yang tidak memiliki siapapun lagi di dunia. Jikapun ia tak ada, maka tak akan ada yang mencarinya.

"Bangun yuk, Sem... Katanya kamu mau cari mama kamu. Kakak bisa bantuin kamu nyari mama kamu. Tapi kamu bangun dulu."

"Kamu serius Rin?"

Bukan. Bukan Semesta yang bertanya. Melainkan Cakra yang entah kapan datangnya dan kini telah berdiri di belakang Arin dengan tatapan bertanya.

"A-apa...pak?"

"Kamu bisa nyari mama Semi? Kamu tau siapa mama Semi?"

"Eh...enggak...saya cuma asal ngomong aja."

Tapi Cakra tidak begitu saja percaya. Dia jelas mendengar Arin mengatakan bisa membantu Semesta menemukan mamanya. Dan melihat dari gelagat Arin yang salah tingkah, Cakra semakin yakin Arin mengetahui sesuatu.

"Kamu tau sesuatu, Rin?"

"Tau apa pak? Saya nggak tau apa-apa, pak."

"Kamu kenal Alyssa Maya?"

"Si-siapa? Saya nggak kenal."

Tapi Arin tak mau menatap Cakra hingga lelaki itu semakin curiga.

"Saya bisa cari tau masa lalu kamu dan buktikan kamu kenal dia atau enggak."

Kali ini Arin tersenyum. Bukan senyum manis seperti biasa, namun senyum yang terlihat sinis.

"Kalau bapak bisa, kenapa nggak dari dulu nyarinya?"

Kini Cakra terdiam. Tidak menyangka Arin akan menjawab demikian.

"Kamu-..."

"Ya. Saya kenal Alyssa Maya atau lebih dikenal dengan Yesa."

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang