Abian

222 43 23
                                    

"Rin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rin...bisa bicara bentar?"

Pertanyaan itu biasa, tapi bagi Arin terdengar tidak biasa. Sejak kapan Abian harus bertanya lebih dulu saat ingin berbicara. Apalagi raut serius yang hanya ditampakkan saat bekerja, kini Arin melihat keseriusan temannya tanpa niat bercanda.

Abian mengambil duduk di meja seberang Arin, mau tak mau wanita itu kembali duduk di kursinya. Entah kenapa hatinya sedikit was-was menebak apa yang sekiranya akan dikatakan Abian.

"Bang Cakra kemarin jadi ngajak kamu ke pestanya ayah?"

Dengan ragu Arin mengangguk. Dia tahu siapa yang dimaksud ayah oleh Abian. Tentu tuan Sutomo, tuan rumah pesta yang di datangi bersama Cakra tadi malam.

"Kamu ketemu mama?" Tanya Abian lagi.

"Iya, aku ketemu nyonya besar."

Sepertinya Arin bisa meraba ke arah mana topik ini akan berlanjut. Tapi apa yang Abian katakan setelahnya membuat Arin menatap sahabatnya itu dengan tatapan tak percaya.

"Bisa nggak sih kamu nggak usah cari gara-gara kalau ketemu mama? Aku tau abang selalu bela kamu. Tapi beliau juga mamaku. Kamu nggak bisa diem dan ngalah buat mama?"

Ha? Apa katanya? Diem dan ngalah? Dia sudah melakukannya dan malah diinjak-injak. Dan siapa yang mencari gara-gara?

"Nyonya cerita ke kamu?"

"Iya. Dan aku kecewa sama kamu, Rin. Papa dulu suka banget sama kamu, tapi sekarang kamu malah musuhan sama mama. Seenggaknya kamu bisa kontrol emosi kamu, seenggaknya kalau kamu emang nggak suka mama, tolong hormatin beliau sebagai mamaku."

"Apa yang nyonya ceritain ke kamu?" Kini Arin yang balik bertanya.

Arin tidak ingin berburuk sangka. Tapi melihat bagaimana emosinya Abian saat ini, bisa jadi nyonya besar Sanjaya itu menceritakan hal tidak-tidak pada putra bungsunya.

"Kamu mau nyari alasan?"

"Aku cuma tanya apa yang nyonya ceritain ke kamu."

"Banyak. Tapi yang bikin aku kecewa, kamu nggak bisa kontrol emosi kamu dan berakhir mempermalukan mama sama bang Cakra."

Mendengarnya Arin malah tertawa. Siapa yang mempermalukan dan dipermalukan? Sepertinya dugaannya memang benar.

"Kamu udah tanya sama pak Cakra?"

"Belum. Bang Cakra pasti tetep bela kamu."

"Bi...aku kira kita temenan dari jaman SMP, dari bertahun-tahun yang lalu bisa bikin kita tau sifat masing-masing."

"Aku tau."

"Dan kamu percaya gitu aja sama cerita mama kamu tanpa denger dari sudut pandang lainnya?"

"Beliau mama aku."

Emosi yang sempat dirasakan Arin tadi malam kembali dirasakan. Tidak salah jika Abian lebih percaya mamanya. Tapi tidakkah lebih baik adik dari Cakra itu juga bertanya padanya?

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang