Restu

205 46 12
                                    

Seumur hidupnya, Arin tak pernah bermimpi roda kehidupannya akan berputar secepat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seumur hidupnya, Arin tak pernah bermimpi roda kehidupannya akan berputar secepat ini. Bahkan ia selalu berpikir jika rodanya akan tetap berada di tempatnya semula. Tak akan pernah berputar. Tapi kemarin...dia dilamar oleh seorang duda tampan kaya raya yang perusahaannya dimana-mana.

Plakk

Arin menampar pipinya sendiri. Takut jika semua yang ia alami adalah mimpi. Tapi rasa sakit yang menjalar membuatnya sadar jika peristiwa semalam bukan sekedar imajinasi. Cakra Buana Sanjaya benar-benar melamarnya. Dan juga... cincin indah yang melingkar di jari manisnya adalah bukti jika semua bukan cuma kehaluan Arin sendiri.

Daripada lebih gila dengan pemikirannya, Arin memutuskan untuk mencuci muka dan turun ke bawah untuk memikirkan menu apa yang cocok untuk sarapan pagi ini. Apalagi mereka kedatangan tamu, ah...bukan tamu...tapi sang nyonya besar Arika Sanjaya. Meskipun kemarin terlihat sekali wanita itu begitu tulus merestui hubungannya dengan Cakra, tak ada salahnya mencari muka pada calon mertua.

Jam masih menunjukkan pukul lima. Terlalu pagi untuk para penghuni terbangun kecuali para pelayan yang memang sudah mulai bertugas. Beberapa sudut rumah besar itu juga masih gelap. Arin langsung menuju dapur. Beberapa pelayan yang ia lewati disapanya. Semua pelayan menyukainya karena meskipun Arin diistimewakan oleh kedua tuannya sejak datang kemari, tapi ia tak pernah menyombongkan diri. Arin juga tak pernah seenaknya dan memposisikan diri sama dengan pelayan lainnya.

"Loh...mbak, kok sudah bangun? Ada yang bisa dibantu?"

Seorang pelayan yang memang bertugas di dapur bertanya pada Arin begitu dirinya tiba di sana.

"Oh...aku mau bikin sarapan mbak."

"Tapi mbak-..."

"Sstt...mau cari muka ke nyonya besar biar direstui jadi mantunya."

Pelayan itu tertawa kecil dan mengangguk.

"Saya bantu ya mbak Arin."

"Okee..."

Dan mulailah mereka mengeluarkan beberapa bahan yang diperlukan. Sebenarnya keluarga ini jarang makan sarapan yang berat-berat. Cakra bahkan biasanya hanya makan sepotong roti jika Arin tidak mengingatkan. Sedangkan untuk si kembar, mereka penganut belum disebut makan jika belum makan nasi. Dan untuk Semesta, remaja itu bahkan dulu tidak pernah sarapan. Roti dan susu yang diselundupkan Deandra dalam tasnya akan disantap ketika istirahat.

"Mau buat nasi uduk, mbak Arin?"

"Iya, mbak. Biar lidahnya mas Cakra biasa sama makanan Indonesia."

Meskipun tinggal sejak kecil di Indonesia, Cakra lebih menyukai makanan ala barat. Menu yang familiar di lidahnya hanya nasi goreng saja. Maka Arin bertekad akan memberi Cakra makanan Nusantara yang beragam menunya. Selain itu, Arin memilih nasi uduk karena Semesta juga bisa memakan semua lauknya. Dia tidak pernah melupakan apa-apa yang bisa dimakan oleh si bungsu.

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang