Arin dan Cakra

266 58 37
                                    

"Apa tujuan kamu ke rumah saya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa tujuan kamu ke rumah saya?"

"Hm? Saya butuh kerja."

"Kamu nggak berniat...balas dendam?"

"Heh? Ini bukan sinetron pak. Saya emang marah, tapi nggak kepikiran buat kesana. Cuma ngeliat Semi sekarang, saya pengen bawa di pergi jauh."

Setelah pembicaraan yang berat dan menguras emosi, Cakra dan Arin kini bercengkerama seperti biasa. Mereka masih berada di depan kamar ditemani secangkir teh hangat yang baru saja dibeli oleh Cakra. Tak lupa jaket ia sampirkan pada tubuh sang wanita agar tidak kedinginan. Melupakan dia sendiri hanya memakai kemeja hitam tanpa jaket atau jas yang melindunginya dari angin malam.

"Kamu nggak tau kalau Semi itu-..."

"Saya nggak tau. Saya tau kalau kemungkinan dia anak Yesa pas saya masih di luar negeri. Waktu itu saya nggak sengaja liat foto bayinya Semi keselip di dompetnya Bian. Eh...saya bukan mau maling. Dia yang nyuruh saya ambil ATM-nya."

Arin menjelaskan sebelum dituduh yang tidak-tidak oleh Cakra. Memang foto itu tidak sengaja ia lihat dalam dompet Abian.

"Saya kenal banget sama selimut dan topi yang Semi pakai di foto itu. Karena selimut itu saya yang beli dan topinya Yesa sendiri yang buat. Dari foto itu saya berusaha nyari informasi sendiri karena saya yakin Bian nggak bakalan mau jelasin."

Arin berusaha mencari informasi sendiri meski tak banyak yang bisa ia ketahui. Hingga tiba saatnya ia pulang ke tanya air, Arin berusaha kembali mencari informasi yang lebih banyak. Dia bertanya pada pelayan senior yang mungkin tahu bagaimana masa lalu Semesta. Dan keyakinannya semakin kuat kala Arin melihat cincin kecil yang ia ingat dibeli Yesa seminggu sebelum kelahiran putranya, tengah dipakai oleh Semesta sebagai bandul kalungnya.

"Saya bener-bener nggak nyangka. Saya bahkan udah putus asa buat nyari anaknya Yesa. Tapi malah secara nggak sengaja ketemu, sekalian ketemu bapaknya juga."

"Kamu mau hajar saya?"

"Kalau bapak inget, kaki saya masih cedera."

"Katanya mau nyari orang yang buat Yesa menderita."

"Bapak mau saya tonjok?"

"Mau."

Gelengan kepala Arin berikan.

"Percuma pak. Yesa udah nggak ada. Mau bapak saya hajar sampai patah tulang juga nggak akan bisa bikin Yesa balik kesini."

Cakra melihat bagaimana tatapan Arin yang berubah sendu. Berapa brengseknya dia karena telah membuat hidup banyak orang menderita. Membuat seorang gadis gagal meraih cita-cita dan mimpinya. Membuat seorang kakak merasa gagal melindungi adiknya. Juga membuat seorang ibu merasa gagal tak bisa membaur putrinya bahagia. Berapa banyak hati wanita yang ia sakiti karena kesalahannya?

Banyak sekali.

Yesa, Arin, ibu mereka, Ersa, juga ibunya sendiri. Cakra telah melukai hati banyak wanita karena ulahnya.

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang