Setelah Malam Itu

217 49 15
                                    

"Arrggh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Arrggh....hah...hah...hah..."

Tubuhnya gemetar hebat. Tarikan nafasnya berat. Bulir keringat memenuhi seluruh tubuhnya hingga membuat baju yang ia kenakan basah. Air mata juga turut membasahi wajah tampannya. Potongan-potongan mimpi itu seperti terasa nyata. Padahal bertahun-tahun telah berlalu sejak peristiwa itu terjadi.

Semesta mengusap wajahnya kasar. Dalam setiap tidurnya Semesta selalu memimpikan peristiwa malam itu, meski tahun-tahun telah berlalu. Tidak ada yang tahu, atau mungkin mereka tak lagi mau tahu. Waktu berjalan begitupun kehidupan mereka. Peristiwa itu hanya salah satu musibah yang terjadi dalam cerita kehidupan dan akan segera dilupakan. Namun bagi Semesta, peristiwa itu adalah luka yang tak akan mungkin hilang.

Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar. Semua berubah dalam kurun waktu itu, termasuk Semesta. Bocah kecil yang dulu selalu mengikuti kemana saja kakak dan pengasuhnya pergi kini lebih suka menyendiri. Si bungsu yang selalu dibantu, kini melakukan semuanya sendiri. Senyumnya yang dulu begitu indah, kini terasa begitu mahal. Banyak yang berubah dari Semesta, termasuk perubahan yang dinantikan semua orang. Semesta mau kembali berbicara.

Malam itu membuat Semesta kembali berbicara setelah sekian lama. Namun semuanya tak berarti apa-apa ketika yang keluar dari bibirnya hanya rintihan kesakitan dan tangis kehilangan. Cakra bahkan tak bisa melakukan apapun untuk menenangkan putranya. Karena obat sebenarnya dari Semesta hanya Arin, pengasuhnya.

"Hiks...hiks..."

Dan pagi ini, dini hari yang dingin, Semesta kembali menangis dalam kesendiriannya. Menangisi mimpi buruk yang terus terngiang dalam kepala yang membuatnya trauma.

 Menangisi mimpi buruk yang terus terngiang dalam kepala yang membuatnya trauma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam itu....

"Kakak....awas!!!"

Teriakan Deandra membuat Arin langsung berbalik.

"Ugh..."

Pisau itu tepat menancap pada perutnya. Arin ingin berteriak karena sungguh rasanya sakit sekali, tapi ia khawatir kedua bocah di belakangnya malah ketakutan.

"Lari." Perintah Arin masih berusaha berucap dengan tenang.

Tapi kedua bocah itu menggeleng dan hampir menangis. Mereka belum tahu apa yang terjadi pada Arin. Wanita itu hampir menjerit ketika pisau berusaha dilesakkan semakin dalam. Pelaku tersenyum bagai psikopat. Orang ini jelas tak normal karena terlihat begitu bahagia melihat wajah menahan sakitnya. Hingga akhirnya sebuah teriakan dari arah lain membuat pelaku terburu-buru pergi dan menarik pisau yang menancap di perut Arin dengan segera.

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang