Berdua

233 53 6
                                    

'Gue nggak memungkiri lo itu trauma sekaligus obat buat Semi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Gue nggak memungkiri lo itu trauma sekaligus obat buat Semi. Gara-gara peristiwa itu, dia selalu teriak setiap liat pisau atau darah pas awal-awal lo pergi. Nggak ada yang tau. Gue tau juga nggak sengaja. Dan sampai sekarang, kayaknya nggak ada yang tau kecuali Deandra.'

'Gue ngelarang lo tanya soal malem itu, karena trauma itu bikin dia selalu ketakutan tiap dia inget. Gue juga pernah tanya dan reaksinya...dia kebingungan. Badannya juga gemetar dan dia kena serangan panik. Pernah gue coba bawa Semi ke temen gue juga reaksinya sama. Dan ya...kesimpulan yang gue dapet dia berusaha ngelupain peristiwa malem itu karena ketakutannya.'

'Gue nggak tau Cakra tau masalah ini atau enggak. Udah gue bilang hubungan keluarga ini renggang makin parah karena lo. Mereka hidup satu atap tapi kek orang asing. Kembar juga gitu...gue nggak tau kenapa mereka malah jauhin adeknya padahal meski nggak deket, mereka juga nggak jauhan kek gini."

'Gue harap, lo bisa mikirin apa yang gue omongin sekarang ini kalau emang lo sayang sama Semi. Sekalipun Revana wanita yang pertama hadir di hidupnya, lo wanita pertama yang dia terima.'


Penjelasan dari Yonanta kemarin terus ia pikirkan. Sebanyak apa trauma yang dimiliki bocah hingga ia memilih untuk melupakannya? Semesta juga selalu menolak ketika Yonanta mengajaknya ke rumah sakit. Jika dipaksa, maka dia akan berteriak dan menangis. Sekarang mungkin Semesta tidak lagi menunjukkan reaksi itu. Tapi lebih menakutkan ketika dia memendamnya sendirian. Dia tak pernah menceritakan ketakutannya. Entah karena tidak berani atau karena tidak ada yang mau mendengarkannya.

Dari cerita Deandra, semua menjadi berbeda setelah dirinya tidak ada, termasuk Semesta. Ucapan-ucapan buruk dari neneknya membuat Semesta enggan berbicara. Tapi karena takut dimarahi, bocah itu selalu memaksa untuk menjawabnya. Apa yang dilakukan Semesta selalu dipersalahkan.

Arin menghela nafasnya. Dia sendiri tak menyangka kehidupannya akan terseret dalam peliknya urusan keluarga Sanjaya. Inginnya dia pergi saja tanpa pamit pada semua. Namun seraut wajah polos yang menatap sendu padanya membuat Arin tak tega. Entah ikatan apa yang membuatnya begitu peduli dengan Semesta.

Bagaimana orang bisa begitu jahat pada anak manis yang kini sedang duduk dan membaca buku dengan headphone menutupi kedua telinganya. Arin tak habis pikir saja. Padahal dibanding anak-anak dengan kasus yang sama, Semesta adalah anak baik yang tidak pernah membuat ulah demi mendapatkan perhatian. Dia memilih diam dan memendam semuanya sendirian.

"Kak...kenapa?"

Entah sejak kapan bocah itu memandangnya. Arin tersenyum ketika Semesta memandangnya khawatir dan bertanya. Rasanya Arin ingin membawa bocah itu pergi dan hidup berdua. Tapi mana tega ia membawa Semesta hidup serba kekurangan jika bersama dirinya?

"Nggak apa. Udah selesai bacanya?"

Semesta mengangguk. Sebenarnya dia mengantuk jika terlalu lama membaca. Tapi jika dia tidur, Arin tidak ada teman untuk sekedar berbicara.

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang